Konten dari Pengguna

Kesehatan Mental Mahasiswa: Dampak Tugas yang Tak Ada Habisnya

Nadia Sastia
Mahasiswa Universitas Islam Negeri Sumatera Utara
3 Januari 2025 15:16 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Nadia Sastia tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Tugas menumpuk menambah tekanan bagi mahasiswa (sumber: https://www.istockphoto.com/id/foto/siswa-belajar-di-atas-meja-gm850857066-139807857?searchscope=image%2Cfilm)
zoom-in-whitePerbesar
Tugas menumpuk menambah tekanan bagi mahasiswa (sumber: https://www.istockphoto.com/id/foto/siswa-belajar-di-atas-meja-gm850857066-139807857?searchscope=image%2Cfilm)
ADVERTISEMENT
Tekanan akademik telah lama menjadi isu yang mendera mahasiswa di seluruh dunia. Namun, dalam era modern yang ditandai oleh tuntutan kinerja yang semakin tinggi dan akses informasi yang melimpah—seringkali tanpa batasan— beban tugas kuliah yang seolah tak ada habisnya telah mencapai titik kritis, berdampak signifikan terhadap kesehatan mental mahasiswa. Kondisi ini memerlukan perhatian serius dari berbagai pihak, termasuk perguruan tinggi, dosen, dan mahasiswa itu sendiri.
ADVERTISEMENT
Salah satu faktor utama yang berkontribusi pada memburuknya kesehatan mental mahasiswa adalah beban tugas kuliah yang berlebihan. Mahasiswa seringkali dihadapkan pada jadwal perkuliahan yang padat, dipadukan dengan tugas-tugas besar seperti makalah, presentasi, ujian, dan tugas-tugas kecil lainnya yang menumpuk. Kurangnya keseimbangan antara beban studi dan waktu istirahat mengakibatkan kelelahan fisik dan mental yang kronis. Kondisi ini diperparah oleh tuntutan untuk meraih prestasi akademik yang tinggi, menciptakan lingkungan yang kompetitif dan penuh tekanan. Keinginan untuk mendapatkan nilai bagus, beasiswa, atau pekerjaan yang prestisius setelah lulus dapat memicu kecemasan dan stres yang intens.
Lebih lanjut, perkembangan teknologi informasi yang seharusnya memudahkan proses belajar mengajar justru kerap menjadi bumerang. Akses yang mudah terhadap materi kuliah dan platform komunikasi digital seringkali membuat batas antara waktu belajar dan waktu istirahat menjadi kabur. Mahasiswa dapat dihubungi oleh dosen atau kelompok belajar kapan saja, bahkan di luar jam kuliah resmi, sehingga mereka merasa selalu terikat dan sulit untuk melepaskan diri dari beban akademik. Notifikasi yang terus-menerus dari berbagai aplikasi pembelajaran online juga dapat meningkatkan tingkat stres dan mengganggu konsentrasi.
ADVERTISEMENT
Dampak dari beban tugas yang tak ada habisnya terhadap kesehatan mental mahasiswa sangat luas. Stres kronis dapat memicu berbagai masalah kesehatan mental, seperti kecemasan, depresi, insomnia, dan gangguan makan. Mahasiswa yang mengalami stres berat bahkan dapat mengalami serangan panik atau pemikiran bunuh diri. Kondisi ini tidak hanya mempengaruhi prestasi akademik mereka, tetapi juga kualitas hidup secara keseluruhan. Kemampuan mahasiswa untuk bersosialisasi, berpartisipasi dalam kegiatan ekstrakurikuler, dan menikmati waktu luang menjadi terganggu. Hal ini dapat berujung pada isolasi sosial, rasa kesepian, dan penurunan rasa percaya diri.
Perguruan tinggi memiliki peran krusial dalam mengatasi permasalahan ini. Penerapan sistem manajemen beban belajar yang lebih terukur dan realistis sangat penting. Kurikulum perlu dirancang dengan mempertimbangkan keseimbangan antara jumlah mata kuliah, jenis tugas, dan waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikannya. Penting juga bagi perguruan tinggi untuk memberikan pelatihan kepada dosen dalam hal manajemen waktu dan strategi pengajaran yang efektif, sehingga mereka dapat memberikan tugas yang sesuai dengan kapasitas mahasiswa. Selain itu, penyediaan layanan konseling dan dukungan psikologis yang mudah diakses dan terjangkau bagi seluruh mahasiswa merupakan langkah yang sangat penting.
ADVERTISEMENT
Di sisi lain, mahasiswa sendiri juga perlu mengembangkan strategi manajemen waktu dan strategi belajar yang efektif. Membagi waktu secara bijak, memprioritaskan tugas, dan menghindari kebiasaan menunda-nunda pekerjaan merupakan kunci untuk mengurangi stres. Membangun hubungan sosial yang sehat dan mencari dukungan dari teman, keluarga, atau konselor juga dapat membantu mahasiswa mengatasi tekanan akademik. Belajar untuk mengatakan "tidak" terhadap komitmen tambahan yang dapat menambah beban mereka juga merupakan keterampilan penting yang perlu diasah. Mengikuti kegiatan yang dapat mengurangi stres, seperti berolahraga, bermeditasi, atau menghabiskan waktu di alam, juga dapat membantu meningkatkan kesehatan mental.
Perlu diingat bahwa kesehatan mental sama pentingnya dengan kesehatan fisik. Universitas harus memprioritaskan kesehatan mental mahasiswa sebagai bagian integral dari pengalaman perkuliahan. Hanya dengan kolaborasi antara perguruan tinggi, dosen, dan mahasiswa sendirilah kita dapat menciptakan lingkungan belajar yang lebih sehat dan mendukung, sehingga mahasiswa dapat mengejar cita-cita akademik mereka tanpa harus mengorbankan kesehatan mental mereka. Menciptakan budaya kampus yang peduli, suportif, dan peka terhadap isu kesehatan mental merupakan investasi jangka panjang yang berharga bagi masa depan pendidikan tinggi dan kesejahteraan mahasiswa. Upaya preventif dan intervensi dini sangatlah krusial untuk mencegah dampak negatif yang lebih luas dan melindungi masa depan generasi penerus bangsa.
ADVERTISEMENT