Konten dari Pengguna

Bias Gender Dalam Industri Akuntansi

Nadia Septyaningrum
Mahasiswa S1 Akuntansi, Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jakarta
24 September 2023 6:22 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Nadia Septyaningrum tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Kesetaraan Gender (Sumber: Photo by fauxels from Pexels: https://www.pexels.com/photo/multi-cultural-people-3184419/)
zoom-in-whitePerbesar
Kesetaraan Gender (Sumber: Photo by fauxels from Pexels: https://www.pexels.com/photo/multi-cultural-people-3184419/)
ADVERTISEMENT
Catalyst (2019) menyebutkan bahwa eksistensi perempuan pada bidang akuntansi di Uni Eropa mencapai dua pertiga dimana persentase Finlandia dan Jerman adalah yang tertinggi hingga mencapai 66.8%. Dari seluruh Kantor Akuntan Publik di Inggris (termasuk Big Four), jumlah perempuan hanya sekitar 42% yang menjadi manajer dan 17% yang menjadi karyawan. Sedangkan di Amerika Serikat, jumlah akuntan dan auditor perempuan mencapai 61.7% dimana sebanyak 50% merupakan karyawan tetap dan sebanyak 27% merupakan karyawan tidak tetap.
ADVERTISEMENT
Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa meskipun perempuan mendominasi, tetapi pada industri ini kekuasaan dan jabatan lebih didominasi oleh laki-laki atau dengan kata lain perempuan kurang mewakili di tingkat jabatan atas. Hal ini tidak terlepas dari stigma dan stereotip masyarakat mengenai laki-laki dan perempuan. Masyarakat memiliki mindset bahwa kriteria kepemimpinan harus memiliki sisi maskulinitas yang mana selalu dikaitkan dengan laki-laki.
Gender Stereotype (Sumber: https://www.cpapracticeadvisor.com)
Sejarah bias gender antara laki-laki dan perempuan terjadi melalui proses yang sangat panjang dan terjadi karena banyak sebab, seperti kondisi sosial budaya, agama, dan negara. Pandangan mengenai stereotip gender ini mempunyai konsekuensi yang buruk. Mungkin hanya perempuan yang bisa merasakannya. Salah satunya adalah akan sulitnya perempuan mendapatkan tempat di segala bidang, baik di bidang pendidikan, dunia kerja, maupun lingkungan sosialnya. Sebab pandangan ini menegaskan bahwa tugas perempuan tidak bisa lepas dari peran domestiknya, yaitu dapur. Orang-orang akan memandang rendah semua perempuan. Perbedaan dalam perlakuan akan kental terasa. Dari segi gaji, laki-laki jelas memperoleh hasil yang lebih tinggi daripada perempuan. Tentu, pandangan terhadap stereotip gender ini akan memengaruhi psikologis perempuan.
ADVERTISEMENT
Jika kita mundur ke belakang, peningkatan jumlah perempuan di dunia akuntansi mulai signifikan sejak Perang Dunia II. Pada zaman itu, perempuan harus menggantikan peran laki-laki di medan perang. Sebelum perang, jumlah Certified Public Accountants (CPA) perempuan di Amerika Serikat sangat sedikit, hanya sekitar 40 orang. Bahkan, hingga tahun 1950, profesi akuntan masih menjadi profesi yang jarang diemban oleh perempuan.
Sejak munculnya akuntan perempuan pertama, perempuan telah mengalami pergumulan-pergumulan diskriminasi dalam dunia akuntansi. Seorang peneliti bernama Stoed pernah mengatakan bahwa jika di akhir abad ke-20 laki-laki merupakan pekerja industri yang prototipikal dan perempuan merupakan pekerja informasi secara tipikal, maka abad ke-21 merupakan “abadnya kaum perempuan”.
Foto Mary Harris Smith dari The Woman's Signal (1895), Daily News (1904), Pall Mall Gazette (1919), Daily Mirror (1919), Leeds Mercury (1920).
Buktinya adalah Mary Harris Smith, akuntan pertama di dunia, dengan kegigihannya ia dapat membuka jalan bagi perempuan agar mendapatkan pijakan yang sama pada profesi akuntansi. Di Indonesia, jumlah perempuan yang mengambil jurusan akuntansi lebih banyak dibandingkan laki-laki. Meskipun semakin banyak akuntan perempuan Indonesia yang memegang jabatan penting di KAP, tetapi jumlahnya masih belum dapat menandingi akuntan laki-laki. Fakta di lapangan menunjukkan bahwa KAP besar di Indonesia mayoritas diisi oleh karyawan laki-laki.
ADVERTISEMENT
Jika dilihat dari segi hasil audit apakah ada perbedaan? Beberapa penelitian juga menegaskan bahwa gender tidak mempengaruhi kualitas laporan audit (Anizar, 2022; Rosadi, 2017; Sulistyawati, 2019). Faktanya, akuntan perempuan dinilai lebih peka dan berhati-hati dalam mengolah informasi, sehingga hasil penilaian akan lebih komprehensif. Selain itu, akuntan perempuan juga dianggap lebih efektif dalam mengolah informasi ketika mengambil keputusan yang kompleks.
Dewasa ini, kesetaraan gender masih menjadi topik hangat yang sering diperbincangkan. Kesenjangan upah, kesetaraan terhadap kesempatan, dan akses pendidikan merupakan beberapa permasalahan yang sering dibahas. Kesetaraan gender merupakan salah satu goals yang ingin dicapai dalam Sustainable Development Goals (SDG) oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Peran untuk memperjuangkan kesetaraan gender tidak hanya mengacu pada perempuan, tetapi juga perjuangan bersama sehingga organisasi memiliki lingkungan kerja yang sehat. Untuk itu, sebagai akuntan penting untuk menjunjung tinggi nilai-nilai emansipasi.
ADVERTISEMENT
Nilai-Nilai Emansipasi (Sumber: Photo by Mikhail Nilov from Pexels: https://www.pexels.com/photo/men-and-a-woman-having-discussion-together-6930556/)
Penting bagi perempuan untuk memperhatikan hal berikut ini. Pertama, meluangkan waktu ketika dibutuhkan, proaktif pada profesi yang digeluti, dan memperluas relasi profesionalisme yang kuat. Kedua, menemukan sosok yang menjadi panutan di tempat kerja. Ketiga, menemukan perusahaan yang memiliki komitmen untuk mendorong akuntan perempuan bisa terus maju dalam meninjau dan mengelola seluruh perubahan yang terjadi di perusahaan. Perempuan jangan cepat menyerah, karena menjadi akuntan merupakan tanggung jawab bersama untuk memberikan kemajuan yang sama bagi semua.
Perempuan pada dunia akuntansi tidak terlepas dari peran perusahaan yang dapat menyediakan peluang yang setara dan tidak terbatas pada gender. Contohnya, program kepemimpinan masa depan yang bertujuan untuk mengasah keterampilan mereka dalam memajukan karir sebagai akuntan. Hal yang utama adalah semua pihak memiliki tanggung jawab untuk menciptakan ruang yang aman dan nyaman bagi perempuan untuk bekerja. Laki-laki dan perempuan tentunya mempunyai kelebihan dan kekurangan masing-masing, langkah selanjutnya adalah bagaimana cara memadukan keduanya agar mendapatkan hasil yang maksimal.
ADVERTISEMENT
Referensi:
Spruill, W. G., & Wootton, C. W. (1995). The struggle of women in Accounting: The case of Jennie Palen, Pioneer Accountant, historian and poet. Critical Perspectives on Accounting, 6(4), 371–389. https://doi.org/10.1006/cpac.1995.1033
Narsa, I. M. (2006, November 1). Sex-role stereotype Dalam Rekrutmen Pegawai Akuntansi Dan Keuangan: Observasi Terhadap Pola Rekruitmen terbuka di media Masa. Jurnal Akuntansi dan Keuangan Universitas Kristen Petra. Dikutip 17 September, 2023, dari https://www.neliti.com/publications/75393/sex-role-stereotype-dalam-rekrutmen-pegawai-akuntansi-dan-keuangan-observasi-ter
Women in Accounting (Quick Take). Catalyst. (2021, December 8). Dikutip 14 September, 2023, dari https://www.catalyst.org/research/women-in-accounting/
JournalPos. Gender Stereotype: Auditor Harusnya Pria atau Wnita. Dikutip 13 September, 2023, dari https://jurnalpost.com/gender-stereotype-auditor-harusnya-pria-atau-wanita/49883/