Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Inkonsistensi Regulasi, Pro Kontra, dan Dugaan Bisnis Tes PCR COVID-19
8 Desember 2021 12:05 WIB
Tulisan dari Nadia Utami tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Saat ini kita semua tahu bahwa COVID-19 menjadi hal yang menakutkan bagi negara di seluruh belahan dunia termasuk Indonesia. Masyarakat dan Pemerintah pasti dong, sudah melakukan segala upaya untuk mencegah maupun mendeteksi si COVID-19 ini.
ADVERTISEMENT
Nah, salah satu cara yang diterapkan sama pemerintah untuk mengatasi pandemi, yaitu melalui pengadaan Polymerase Chain Reaction atau PCR yang digadang-gadang sebagai alat tes virus COVID-19 paling efektif.
Mengapa bisa dibilang paling efektif? Karena jika dibandingkan dengan alat tes lain seperti rapid antigen, tes PCR merupakan tes yang memiliki keakuratan tinggi dengan hasil tes yang terbaik serta menjadi tes yang direkomendasikan oleh WHO (World Health Organization).
Indonesia baru-baru ini menerapkan Regulasi terkait tes Polymerase Chain Reaction (PCR) yakni menjadikan tes ini sebagai tes wajib bepergian terutama untuk transportasi udara. Namun sayangnya, regulasi ini malah menimbulkan polemik hingga akhirnya tes PCR saat ini menjadi isu hangat dan ramai diperbincangkan oleh khalayak ramai.
ADVERTISEMENT
Persoalan tersebut disebabkan karena banyaknya opini-opini masyarakat yang mempertanyakan dan meragukan akan regulasi PCR di Indonesia yang tidak konsisten atau sering berubah-ubah. Selain itu, masyarakat merasa keberatan pada tarif tes PCR, bahkan beberapa masyarakat menaruh kecurigaan bahwa tes PCR ini dijadikan permainan dan bisnis yang dilakukan pemerintah.
Respon Masyarakat Terkait Inkonsistensi Regulasi Tes PCR Sebagai Syarat Transportasi Udara dan Mahalnya Tarif Tes PCR
Awalnya, pada tanggal 24 Oktober 2021, pemerintah mengeluarkan syarat wajib tes PCR bagi penumpang di wilayah dalam serta luar Jawa dan Bali dengan status PPKM level 3 dan 4. Kemudian pemerintah mengubah peraturan tersebut menjadi tes PCR hanya berlaku di wilayah Jawa dan Bali dan terdapat catatan bahwa peraturan ini akan segera diterapkan di moda transportasi lain. Lagi-lagi peraturan tersebut tidak berlaku lama dan justru malah mendapat penolakan dari masyarakat sendiri.
ADVERTISEMENT
Ternyata tak cukup sekali-duakali mengubah peraturan tersebut, pemerintah kembali mengubah lagi untuk yang ketiga kalinya, berdasarkan hasil rapat terbatas dengan Wakil Presiden pada 1 November. Hasil dari rapat itu yakni pemerintah tidak mewajibkan tes PCR untuk penumpang pesawat. Penumpang diperbolehkan hanya menunjukkan hasil tes rapid antigen. Ketidakkonsistenan tadi, membuat banyak masyarakat ragu cukup besar pada pemerintah serta bertanya-tanya mengapa hal ini terjadi.
Penulis pun memutuskan untuk berselancar di internet guna mencari tahu berapa harga tes PCR untuk sekali tes. Dan, wow! Fantastis! Ternyata harga tes PCR untuk sekali tes pernah menyentuh angka Rp2.500.000 saat awal pandemi Covid-19.
Harganya sangat mengejutkan, bukan? Pantas saja banyak masyarakat yang merespon tidak setuju terkait tarif tadi, lha wong harganya mahal? Apalagi tidak semua rakyat Indonesia mampu buat ngeluarin uang sebanyak itu buat tes PCR. Ditambah pandemi Covid-19 membuat banyak rakyat Indonesia yang mengalami PHK (Pemutusan Hubungan Kerja).
ADVERTISEMENT
Waktu pun berlalu. Tarif tes ini akhirnya turun ke angka Rp 900.000,00. Akan tetapi, masyarakat masih terus beranggapan bahwa tarif tes ini relatif mahal. Akhirnya, selang beberapa lama kemudian pemerintah mengubah lagi tarif tes PCR tersebut.
Tarif tes PCR terus mengalami penurunan harga. Dari yang tadinya dibanderol hampir menembus satu juta rupiah, berubah menjadi Rp 400.000,00. Hingga akhirnya, harganya diturunkan lagi oleh pemerintah seharga Rp275.000,00 dikarenakan masih banyak masyarakat yang keberatan dengan harga sebelumnya.
Banyaknya masyarakat yang merasa keberatan akan tarif Tes PCR sebesar Rp 275.000,00 menjadi polemik tersendiri dikalangan masyarakat Indonesia. Banyak masyarakat yang masih membandingkan harga PCR di Indonesia dengan tarif tes PCR di India misalnya. Di India sendiri, tarif tes PCR dihargai sekitar Rp 96.000,00., tidak sampai beratus-ratus ribu, bahkan tidak tembus sampai jutaan rupiah.
ADVERTISEMENT
Menteri Kesehatan Indonesia, Budi Gunadi, menuturkan bahwa penetapan harga PCR yang terakhir ditetapkan langsung oleh Presiden Joko Widodo. Tarif PCR di Indonesia yang menyentuh harga Rp 275.000,00 - Rp 300.000,00 menjadikan Indonesia negara 10% paling bawah dan paling murah di dunia. Sementara untuk kawasan Asia Tenggara, Indonesia berada di urutan nomor 2 yang paling murah.
Demi kebaikan Indonesia dan supaya virus COVID-19 bisa dikendalikan, pemerintah selaku stakeholders selalu berupaya mendengarkan aspirasi rakyat. Kebijakan penurunan harga PCR ini dilakukan pemerintah agar semua kalangan di Indonesia dapat menjangkau tes PCR.
Pemerintah senantiasa selalu mengkaji masalah PCR ini. Diharapkan kedepannya Indonesia dapat menyediakan sendiri alat-alat tes kesehatan sendiri bukan dari barang impor sehingga dapat menekan harga PCR agar lebih terjangkau lagi. Jika tarif PCR terjangkau maka akan membantu pemerintah melakukan tracing terhadap COVID-19.
ADVERTISEMENT
Dugaan Masyarakat Terkait Bisnis Tes PCR yang dilakukan Oleh Pejabat Pemerintah
Selain mempertanyakan dan meragukan keraguan karena regulasi yang tidak konsisten, masyarakat juga banyak menduga adanya oknum tertentu yang menjadikan PCR sebagai ladang bisnis. Masyarakat dibuat heran dengan harga PCR di Indonesia yang tinggi. Mengenai dugaan bisnis PCR, dua Menteri Jokowi yang dicurigai ikut terseret dalam bisnis PCR.
Beliau-beliau adalah Luhut Binsar Pandjaitan selaku Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi dan Erick Thohir selaku Menteri BUMN. Mereka disebut-sebut memiliki keterkaitan dengan bisnis tes PCR. Awal mula timbulnya spekulasi terlibatnya Luhut dan Erick adalah karena adanya saham mereka di PT Genomi Solidaritas Indonesia (PT GSI). Nah, PT GSI sendiri merupakan perusahaan baru yang bergerak di bidang penyedia jasa PCR dan Antigen yang didirikannya di masa pandemi COVID-19.
ADVERTISEMENT
Di tengah polemik dugaan Bisnis PCR di Indonesia banyak masyarakat yang bingung dan merasa kecewa dengan pemerintahan Indonesia. Akibatnya, pro dan kontra terkait dugaan bisnis tes PCR bermunculan ditengah-tengah masyarakat . Masyarakat yang pro atau percaya dengan dugaan ini beranggapan bahwa pemerintah Indonesia hanya memanfaatkan regulasinya untuk meraup keuntungan guna kepentingan pribadi.
Anggapan mereka ini didasari karena sebagian besar anggapan masyarakat ada yang bermain–main harga tes PCR. Masyarakat menilai tarif selangit PCR yang berbanding jauh dengan India dan Myanmar di dalamnya ada keuntungan pribadi untuk pihak-pihak yang terkait.
Bagai air dan api, dimana ada pro pasti selalu ada kontra. Terdapat masyarakat yang tidak percaya dan menyayangkan isu Bisnis PCR ini. Masyarakat beranggapan selama belum ada bukti konkrit terkait dugaan yang ada mereka enggan untuk langsung percaya.
ADVERTISEMENT
Menurut mereka, ada oknum yang dengan sengaja memanfaatkan situasi dan menyebar hoax tentang Pemerintah Indonesia. Buktinya, banyak hoax yang tersebar di media sosial terkait Covid-19 sejak awal pandemi, seperti Covid-19 yang bersifat fiktif dan vaksin yang beredar tidak aman dan tidak halal.
Tak ada permasalahan yang tidak berhikmah. Kecil atau besarnya suatu permasalahan, pasti ada hikmahnya. Adapun hikmah yang bisa kita petik dari permasalahan diatas adalah sebagai insan yang cerdas, haruslah mampu berpikir secara logis dan menggunakan akal sehat.
Alangkah baiknya kita (apalagi generasi milenial tentunya), untuk tidak mudah termakan hoax yang beredar. Hal pertama yang dapat dilakukan ialah dengan mengolah, mencari tahu dulu faktanya, dan tidak langsung percaya sama isu yang belum valid. Selama pandemi, kita semua sangatlah membutuhkan kerja sama semua dari berbagai pihak dan semua lapisan masyarakat agar pandemi Covid-19 dapat terkendali dan Indonesia dapat bangkit lagi seperti sedia kala.
ADVERTISEMENT
Penulis:
Alfidira Rosanty Putri., Nadia Utami., Mailisa Septi Lovansa., Muhammad Azmi Azhar., Farid Luthfiana Alim. (Program Studi Ilmu Pemerintahan, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Brawijaya).
Referensi:
Anugrahadi, A. (2021). Laporan Prodem Terkait Bisnis Tes PCR Menko Luhut dan Erick Thohir Akhirnya Diterima. https://www.liputan6.com/news/read/4712717/laporan-prodem-terkait-bisnis-tes-pcr-menko-luhut-dan-erick-thohir-akhirnya-diterima. Diakses pada 20 November 2021.
Fauzi. (2021). HMI Minta Masyarakat Tak Perlu Percaya Isu Bisnis PCR. https://m.antaranews.com/amp/berita/2510409/hmi-minta-masyarakat-tak-perlu-percaya-isu-bisnis-pcr. Diakses pada 19 November 2021.
Rosana, F.C. (2021). Aturan PCR Berubah-ubah, Ekonom: Bukti Kajian Tak Transparan. https://bisnis.tempo.co/read/1523458/aturan-pcr-berubah-ubah-ekonom-bukti-kajian-tak-transparan. Diakses pada 19 November 2021.
Syambudi, I. (2021). Di Balik Gonta-ganti Aturan Tes PCR untuk Perjalanan Selama PPKM. https://tirto.id/di-balik-gonta-ganti-aturan-tes-pcr-untuk-perjalanan-selama-ppkm-gkZj. Diakses pada 20 November 2021.