Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.86.0
Konten dari Pengguna
Cinta Datang Tak Tepat Waktu
15 Juni 2023 8:33 WIB
Tulisan dari Nadifa Salsabila Nizar tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Malam itu di atas kereta. Aku sedang dalam perjalanan pulang ke rumah. Tiba-tiba muncul notifikasi WA. Segera ku sambar HP-ku dan ku lihat namamu di sana.
ADVERTISEMENT
“Sebenarnya ini sudah masa lalu.” Ucapmu sebagai pembuka di malam pengakuan itu
“Dari dulu sampai saat ini, aku kagum padamu. Ibuku pun juga.”
Deg! Pengakuan macam apa ini.
“Aku dari dulu suka sama kamu” Ia melanjutkan.
Sambil menyeruput kopi di tangan kananku, aku khidmat menyimak kalimat tiap kalimat.
“Kalau dulu hatiku mantap, mungkin kamu sudah aku lamar. Ibuku juga memintaku untuk melamarmu. Hanya saja aku tidak berani. Aku merasa tidak pantas. Aku takut kamu menolakku.” pungkasmu
Aku cari cara bagaimana untuk menjawab WA-mu, aku kirim “Wkwkwkwkw” sambil emoji tertawa. Aku mengeles, menganggapnya lucu, dan terkesan biasa saja.
Perbincangan itu tidak berhenti di WA saja, tetapi kamu aktif membalas setiap unggahan cerita di Instagramku.
ADVERTISEMENT
“Eh btw, kita itu sefrekuensi ya…”ucapmu
Aku mengernyit membaca isi pesannya. “Tidak usah menyocok-cocokkan” kataku
“Kamu kan sudah menikah, tentu kamu sefrekuensi dengan istrimu.”
“Tidak juga. Banyak yang tidak sama.”
Di lain kesempatan, kamu pernah bilang,
“Biarlah perasaan ini aku simpan sendiri.”
“Mencintai tidak harus memiliki. Bisa juga diwujudkan dengan selalu mendoakan yang terbaik untuk dirinya. Makanya, aku hanya bisa mendoakan, semoga kamu diberi jodoh yang terbaik, yang pantas untuk kamu. Setidaknya aku sudah pernah bilang, aku sudah pernah mengungkapkan bahwa aku mencintaimu.”
Oh Tuhan… Drama percintaan apa lagi ini. Kenapa dia harus mengungkapkan perasaannya sekarang? Saat aku dan dia tidak mungkin bersama. Saat tinta takdir telah mengering. Saat aku dan dia hanya ditakdirkan untuk bertemu bukan bersatu. Apa yang bisa berubah dari jujurnya dia padaku?
ADVERTISEMENT
Aku tidak tahu lagi harus menjawab apa. Aku takut aku kebablasan. Aku memang masih single. Belum ada ikatan dengan siapa pun tapi aku tidak mau hadir di kehidupannya. Apalagi ia punya kehidupan yang nyata. Ada istri dan anaknya. Aku tidak boleh membiarkannya. Aku perempuan baik-baik. Aku tahu dan sadar diri. Dan aku tidak boleh melakukan hal bodoh.
“Ingat, ia sudah punya istri! Ingat, ia sudah punya anak! Ingat ia sudah punya keluarga!” Kalimat ini yang sering aku dengungkan.
Kelak aku juga akan menikah, bagaimana jika suamiku masih belum selesai dengan cerita cinta lamanya? Aku sungguh tidak berharap demikian. Jangan sampai…
Kemarin aku baru saja menyelesaikan Novel Cinta Tak Pernah Tepat Waktu yang ditulis oleh Puthut EA. Di bab terakhir saat tokoh Aku mengetahui bahwa perempuan yang ingin ia kenal, yang ia anggap sudah punya suami dan punya anak, ternyata juga ingin berkenalan dengan tokoh Aku bahkan jauh sebelum ia menikah. Tidak ada lagi yang tersisa selain penyesalan.
ADVERTISEMENT
Lagi-lagi, Oh Tuhan… ku kira ini hanya cerita pilu, tapi ternyata kisah cintaku.
“Mengapa kamu tidak datang ke rumah dan berkenalan denganku?”
“Karena aku merasa tidak pantas. Aku tidak berani. Aku takut ditolak”
Aku tertawa
“Kenapa?”
“Nggak, lucu aja. Bagaimana bisa kamu yakin pasti akan ditolak padahal mencoba saja tidak?”
“Padahal…” lanjutku.
“Padahal apa?”
“Padahal belum tentu aku menolakmu”
“Maksudmu?”
Aku terdiam
“Baiklah… Seandainya dulu aku mendatangimu dan melamarmu, apakah kamu akan menerimaku?” Dia terus mengejarku dengan pertanyaan.
“Dulu, aku memang belum punya perasaan ke kamu tetapi aku tidak punya alasan untuk menolakmu.”
“Jadi jawabanmu adalah..?”
“Ya, bisa jadi aku menerimamu.”