Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.88.1
Konten dari Pengguna
Rencana Tuhan di Tengah Pandemi yang Berkepanjangan
20 Juni 2021 9:14 WIB
·
waktu baca 4 menitTulisan dari Moh dzaky Amrullah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Kenapa perlu adanya pemahaman utuh tentang kandungan Al-Qur’an. Tentu saja jawabannya agar pemahaman yang diperoleh juga utuh. Al-qur’an pun tak serta merta dapat dipahami dengan hanya membaca teks dari ayat ke ayat selanjutnya, perlu ilmu yang cukup untuk memahami ayat yang terkandung dalam Al-Qur’an.
ADVERTISEMENT
Ilmu-ilmu yang mengajarkan bagaimana cara memahami Al-Qur’an sebagaian besarnya dirangkum dalam ‘Ilmu Qur’an atau biasa disebut dengan Ulumul Qur’an, di dalam ilmu ini diajarkan secara garis besarnya saja, misalkan ilmu tentang mengetahui bagaimana kandungan suatu ayat, apakah ayat itu berisi hukum atau cerita atau yang lainnya. Sedangkan masih banyak ilmu yang harus dikuasai agar bisa memahami Al-Qur’an.
Kembali pada memahami Tuhan lewat Al-Qur’an. Jika memahami Tuhan lewat secuil ayat tanpa menerima beberapa ayat yang lainnya, maka pemahaman yang didapatkan akan salah. Misalkan ketika seseorang berpendapat bahwa Tuhan itu tidak sama dengan apa pun dengan dalil laisa ka mitslihi syaiun “tidak ada apa pun yang seperti Tuhan.”
Mereka yang berpahaman Tuhan tidak seperti apa pun itu menafikan semua sifat Tuhan yang ada dalam diri manusia, maka di sini mereka beranggapan Tuhan tidak duduk, tidak mendengar, dan lainnya (karena mereka berpikiran tidak mungkin sifat Tuhan menyerupai sifat manusia). Anehnya banyak orang yang berpamahaman seperti ini dengan dalil demikian. Padahal jika mau membaca potongan ayat selanjutnya maka akan menemukan wa hua sami’ al-basir dan dia maha melihat lagi maha mendengar.
ADVERTISEMENT
Di sini Tuhan dengan jelasnya menerangkan sifat-Nya bahwa Dia Maha Melihat lagi Maha Mendengar, dan manusia memiliki sifat demikian. Jika sifat yang demikian dinafikan, maka pemahaman tentang Tuhan akan salah, karena rumah sendirilah yang menyifati diri-Nya lewat al-Qur’an.
“Jika Tuhan Maha Kuasa, Kenapa Manusia Menderita”. Demikian bunyi judul buku yang ditulis Ulil Abshar Abdala. Sebuah buku yang akan membawa para pembaca pada bagaimana memahami Tuhan.
Berbeda dengan buku yang lain, buku yang ditulis Ulil Abhsar Abdala bisa membawa pembaca pada pemahaman tanpa harus berpikir rumit.
Kehadiran pandemi di tengah masyarakat dunia menimbulkan banyak pertanyaan, tak terkecuali penduduk Indonesia yang notabene kebanyakan penduduknya beragama Islam dan dapat dikatakan semua penduduknya beragama karena menganut paham Republik yang berdasar Pancasila, di mana sila pertama sendiri berbunyi “Ketuhanan yang Maha Esa”, dengan kata lain Negara kesatuan Republik Indonesia berdasar pada konsep ketuhanan.
ADVERTISEMENT
Ketika COVID-19 mulai masuk ke Indonesia, tak sedikit masyarakat yang berpandangan bahwa jika kematian sudah ada di depan mata, maka tak ada satu orang pun yang mampu menghindari kematian itu. Dengan dalil demikian, lantas banyak masyarakat yang meremehkan bahaya COVID-19.
Dalam buku “Jika Tuhan Maha Kuasa, Kenapa Manusia Menderita” diajarkan bagaimana seharusnya menghadapi ketentuan yang tak bisa diubah, seperti kematian. Memang tak ada yang bisa menghalangi datangnya kematian, namun siapa yang tau kapan kematian itu datang, maka sebagai seorang hamba yang baik, ia harus berusaha sekuat tenaga agar selalu dalam keadaan sehat, karena jikalau kematian itu tidak datang, maka orang itu aka ada dalam keadaan sehat. Sebaliknya, walaupun kematian itu akan datang, setidaknya seseorang pernah berusaha untuk menjauhi sebab yang membawanya pada kematian.
ADVERTISEMENT
Manusia yang terdidik dengan ilmu ketuhanan akan selalu terhindar dari keburuk sangkaan. Kenapa bisa demikian, karena Tuhan memiliki ilmu yang sangat jauh dari seorang hamba. Jikalau hamba memiliki keinginan namun tak sampai dan itu membuatnya menjadi berburuk sangka lalu berpikiran “jika tidak begini, maka akan begitu” atau “seandainya aku tidak melakukan itu, maka aku tidak akan seperti sekarang ini”. Pemikiran seperti ini sangat berbahaya.
Sesuatu yang tidak tercapai atau sesuatu yang tidak diinginkan malah datang, maka itulah yang terbaik, karena Tuhan mengetahui masa depan dan apa yang terbaik buat seorang hamba, sedangkan manusia hanya tau apa yang sudah terjadi dan dianggap terbaik untuk dirinya lewat prediksi tentunya dan itu belum pasti yang terbaik.
ADVERTISEMENT
Ada hal yang paling menarik dalam buku ini, hal itu terletak pada pertanyaan di cover buku, Jika Tuhan Maha Kuasa, Kenapa Manusia Menderita. Pertanyaan seperti itu seringkali muncul di tengah masyarakat “jika Tuhan Maha Kuasa, kenapa bisa begini”, “jika Tuhan Maha Kuasa, kenapa bisa begitu”, “jika Tuhan Maha Kuasa, kenapa masih seperti ini”, dan banyak lagi pertanyaan yang senada demikian. Pertanyaan demikian sebenarnya pertanyaan yang bisa dibalik dengan jawaban “jika Tuhan Maha Kuasa, kenapa harus mengikuti kehendak manusia yang maunya begini begitu” dan “karena Tuhan Maha Kuasa, maka Tuhan berkehendak berbuat semaunya.”
Maka jika banyak hal yang tidak sesuai dengan keinginan hamba, itulah hak Tuhan yang tau mana yang terbaik bagi seorang hamba. Tugas seorang hamba adalah selalu berprasangka baik pada Tuhannya dan mencari apa yang seharusnya seorang lakukan jika kehendak Tuhan sudah terjadi, bukan malah menyalahkan Tuhan.
ADVERTISEMENT