Konten dari Pengguna

Nasib Narapidana Hukuman Mati

Nadila Alviana
Taruna Politeknik Ilmu Pemasyarakatan
10 November 2022 16:09 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Nadila Alviana tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Nasib Narapidana Hukuman Mati
zoom-in-whitePerbesar
ADVERTISEMENT
Hak asasi manusia menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia “adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh Negara hukum, pemerintahan dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia.
ADVERTISEMENT
Berdasarkan definisi tersebut berarti manusia merupakan makhluk ciptaan tuhan yang berbeda dengan makhluk lain yang memiliki hak asasi karena hadiah dari Tuhan YME yang harus dijaga, dihormati dan dijunjung tinggi oleh setiap manusia.
Hak asasi manusia yang paling dasar bagi setiap individu adalah hak hidup Hak untuk hidup merupakan hak yang tidak bisa ditawar dan tidak bisa dikurangi dalam hal apapun (non derogable rights). Lalu bagaimana dengan hukuman mati yang masih menjadi kontroversi di Indonesia?
Hukum pidana mati di Indonesia diatur dalam Pasal 11 KUHP yang menyatakan bahwa hukuman mati dijalankan oleh algojo yang mengikatkan tali pada leher terpidana dan menjatuhkan papan ditempat terpidana berdiri. Dalam KUHP, hukuman mati masih menjadi pidana pokok. Tata cara pelaksanaan hukuman mati juga terdapat dalam Penetapan Presiden No. 2 Tahun 1964. Peraturan terbaru saat ini masih terdapat dalam RKUHP (Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana) Pasal 98 yang akhirnya menyatakan bahwa pidana mati menjadi pidana alternatif atau sebagai upaya terakhir untuk mencegah dilakukannya tindak pidana. Dalam kasus tertentu, misalnya aborsi, bayi dapat digugurkan demi kelangsungan hidup ibunya. Sama halnya dengan pidana mati, hak atas hidup bisa dibatasi dan diberi pengecualian dalam hal yang sangat luar biasa.
ADVERTISEMENT
Dalam beberapa kasus, pidana mati digunakan sebagai alternatif bagi negara untuk menekan angka kejahatan serius. Jalan ini merupakan sebuah langkah preventif karena dengan begitu seseorang akan berpikir ulang untuk melakukan tindak kejahatan tersebut walau dengan berbagai alasan yang mungkin mendesak mereka untuk melakukannya.
Namun, menurut Komnas HAM pidana mati bertentangan dengan Hak Asasi Manusia yang juga telah diatur dalam pasal 28 i UUD 1945 yang pada hakikatnya hak hidup adalah salah satu hak-hak yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun atau oleh siapapun juga. Pidana mati merupakan pidana tertinggi yang dianggap merampas hak hidup orang lain sehingga orang tersebut tidak bisa melanjutkan hidupnya. Pidana mati bagaikan pedang bermata dua dimana terdapat dua sisi yang bertolak belakang yaitu sebagai upaya mencegah kejahatan dan bisa merampas hak asasi seseorang. Sehingga hukuman mati sebaiknya perlu dipertimbangkan atau bahkan lebih baik dihapus saja karena pidana mati bisa diganti dengan pidana alternatif lain yang lebih manusiawi.
ADVERTISEMENT
Pemasyarakatan sebagai subsistem peradilan pidana berperan sebagai pelaksana putusan pengadilan. Para narapidana di pemasyarakatan biasanya dilakukan pembinaan baik itu pembinaan kepribadian dan kemandirian. Pembinaan kepribadian biasanya berupa pembinaan jasmani, pembinaan kerohanian atau pembinaan kesadaran berbangsa dan bernegara. Pembinaan kemandirian biasanya dapat berupa pembinaan kerajinan tangan, pertanian, perkebunan, band musik atau pembinaan yang dapat melatih kemampuan wirausaha para narapidana. Hal tersebut dilakukan agar dapat meningkatkan kualitas kepribadian dan meningkatkan kemampuan kemandirian para narapidana. Sehingga saat keluar nanti dapat menjadi lebih baik dari kualitas dirinya dan dapat memperoleh pekerjaan yang layak atau membuat lapangan kerja sendiri. Selain itu, pemasyarakatan juga berfungsi sebagai pemberi perlindungan bagi para narapidana sehingga dapat melindungi hak-hak mereka.
ADVERTISEMENT
Narapidana yang telah diputuskan untuk menjalani hukuman pidana mati masih diberikan masa tunggu agar memberikan kepastian hukum dan memberikan keadilan bagi mereka. Deret tunggu bisa dijadikan salah satu pertimbangan sisi kemanusiaan bagi presiden apabila terdapat terpidana mati yang mengajukan grasi.
Lalu bagaimana dengan nasib para narapidana yang sedang menunggu eksekusi pidananya? Deret tunggu eksekusi mati yang seharusnya digunakan untuk upaya hukum atau permohonan grasi kepada presiden tetapi malah menjadi penghukuman tersendiri bagi mereka karena seringkali mengalami perlakuan buruk yang tidak manusiawi (Firdaus et al., 2021). Terpidana mati biasanya juga ditempatkan di Lapas dengan tingkat keamanan super maximum security yang pastinya memperoleh penanganan dan perlakuan yang lebih ketat dibanding lapas lainnya. Para narapidana hukuman mati hidup di lapas super maximum security dengan sistem one man one cell. Didalamnya juga hampir tidak ada kegiatan pembinaan yang dilakukan kepada mereka. Yang pastinya setiap 24 jam terkurung dalam sel dengan serba keterbatasan. Luasnya yang sempit, minimnya cahaya, dan dengan keamanan yang super ketat menjadikan penghukuman tersendiri bagi narapidana hukuman mati.
ADVERTISEMENT
Terpidana mati juga hanya sekedar bertempat di lapas tanpa memperoleh pembinaan apapun. Apabila ditinjau dari segi pemasyarakatan, terpidana mati juga diperlukan pembinaan kepribadian. Pembinaan kepribadian diperlukan agar para narapidana tersebut dapat meningkatkan kualitas dirinya menjadi lebih baik sehingga didapatkan perubahan perilaku, hilangnya paham radikalisme, penurunan tingkat risiko atau memperoleh perubahan hukuman menjadi lebih ringan. Namun kenyataannya, program pembinaan cenderung tidak dilakukan dan malah menekankan pada upaya meminimalisir gangguan keamanan dan ketertiban.
Para narapidana pada dasarnya merupakan manusia yang tersesat dan perlu diayomi dan diberikan pembinaan agar mereka dapat kembali kepada pemikiran dan tindakan yang baik. Pemasyarakatan perlu melihat kembali bentuk perlakuan terhadap narapidana hukuman mati, karena sejatinya pemasyarakatan bukan hanya sebagai tempat penampungan saja yang hanya sekedar membiarkan para narapidana mati menggunggu masa eksekusi mereka, melainkan perlu juga dilakukan pembinaan. Para narapidana hukuman mati juga tetap manusia yang sejahat dan sekeji apapun masih perlu perlakuan yang manusiawi bagi mereka.
ADVERTISEMENT
Perlu diingat kembali bahwa konsep pemasyarakatan yaitu untuk mengayomi. Pemasyarakatan tidak membuat seseorang menjadi lebih buruk melainkan menjadi lebih baik. Serangkaian pembinaan bukan untuk balas dendam melainkan untuk memberikan kesadaran bagi mereka agar bertaubat, menyadari kesalahannya dan tidak melakukan perbuatan pidana kembali. Pemasyarakatan sebagai sarana perbaikan diri narapidana menjadi lebih baik bukan sebagai sarana pengasingan bagi mereka para narapidana.