Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Ikatan Jiwa vs. Keterikatan Emosional: Perspektif Neurologis tentang Soulmate
4 Desember 2024 12:24 WIB
·
waktu baca 1 menitTulisan dari NADINE PRISCILLA ARDELIA tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Pernahkah kamu merasa sangat terhubung dengan seseorang? Mungkin kamu pernah merasakan ikatan jiwa yang begitu kuat, yang membuat kamu merasa seolah-olah kalian ditakdirkan untuk bersama. Kita biasa menyebut hal ini sebagai "soulmate". Tapi, apakah itu nyata? Apakah itu hanya chemistry, atau sesuatu yang lebih? Apakah itu soul-ties, attachment issues, atau hanya otak kita yang bermain trik dengan kita? Mari kita cari tau lebih dalam sains dibalik semua perasaan ini.
ADVERTISEMENT
Banyak orang yang percaya akan adanya soul-ties atau ikatan jiwa, sebuah ikatan spiritual yang tak terjelaskan dengan pasangan kita. Mereka yakin bahwa koneksi ini melampaui batas fisik dan emosional, menciptakan ikatan yang mendalam.
The Science Behind Attraction: Love's Chemistry
Cinta bukan hanya perasaan; itu adalah interaksi kompleks antara hormon dan neurotransmitters. Jadi, apa yang terjadi di otak kita ketika kita jatuh cinta? Otak kita melepaskan hormon seperti dopamin, oksitosin, dan serotonin.
ADVERTISEMENT
Hormon-hormon inilah yang membuat kita merasa senang, bersemangat, dan merasa sangat terikat dengan orang spesial tersebut. Mereka merupakan cara kerja otak yang membuat kita merasa hangat dan nyaman.
Attachment Styles and Relationships
Pengalaman masa kecil kita membentuk attachment style kita, yang dimana ini mempengaruhi hubungan kita saat dewasa. Individu yang terikat dengan aman cenderung membentuk hubungan yang sehat dan langgeng, sementara individu yang terikat dengan tidak aman cenderung berjuang dengan kepercayaan, kecemburuan, dan ketakutan akan ditinggalkan.
The Dark Side of Love
Cinta bak api yang menghangatkan, dan sebagaimana api yang panas, cinta juga dapat membakar jika tidak terkendali. Cinta dapat menyebabkan perilaku tidak sehat, seperti:
ADVERTISEMENT
Jadi, ketika cinta bisa menjadi sesuatu yang indah nan kuat, tetap penting untuk bersikap realistis terhadap suatu ekspektasi. "Soulmate" Mungkin tidak ada dalam nalar biasa, tetapi hubungan yang kuat dan saling melengkapi pasti mungkin. Ini semua mengenai menemukan seseorang yang membuat kamu senang, mendukung kamu, dan menantang dirimu untuk menjadi versi terbaikmu.
Ingat, cinta adalah perjalanan, bukan tujuan akhir.
DAFTAR PUSTAKA
- Alodokter. (2024). Obsessive Love Disorder - Gejala, Penyebab, dan Pengobatan. [Artikel online]. Diakses dari $ https://www.alodokter.com/obsessive-love-disorder$
- International Journal of Mental Health and Addiction. (2020). The Lived Experience of Codependency: an Interpretative Phenomenological Analysis. International Journal of Mental Health and Addiction, 19(3), 545-560. $ https://doi.org/10.1007/s11469-018-9983-8$
- PositivePsychology.com. (2024, October 24). Codependency: Definition, Signs & Worksheets. Retrieved from $ https://positivepsychology.com/codependency-definition-signs-worksheets/$
ADVERTISEMENT
- Fisher, H., Aron, A., & Brown, L. L. (2005). Romantic love: An fMRI study of a neural mechanism for mate choice. The Journal of Comparative Neurology, 493(1), 58-62.
- Bartels, A., & Zeki, S. (2000). The neural basis of romantic love. Neuroreport, 11(17), 3829-3834.
- Porges, S. W. (2003). The polyvagal theory: Phylogenetic substrates of a social nervous system. International Journal of Psychophysiology, 42(2), 123-146.