Acceptance of Loss and Grief: Menerima Kematian Seseorang dengan Mindfulness

Nadira Fariha Putri
Psychology Student at Brawijaya University
Konten dari Pengguna
14 Desember 2023 13:55 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Nadira Fariha Putri tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
‘Grieving comes in waves. One minute you feel okay, then the next second it hits you all over again’.
ADVERTISEMENT
Pernyataan tersebut menjelaskan sebuah respons emosi terhadap rasa duka yang dialami oleh manusia akibat kematian. Kematian seseorang tidak dapat diprediksi kapan waktunya dan bagaimana caranya. Dalam memproses rasa duka, manusia kerap merasakan emosi yang tidak stabil. Ketika mengingat memori dengan orang tercinta yang telah tiada, individu dapat memunculkan berbagai macam respons emosi dan perilaku. Ada yang sedih, ada yang tertawa, ada yang menyesal, ada yang menolak, ada yang merasakan rindu, dan ada yang berusaha melupakannya. Kehilangan seseorang yang dicintai membuat manusia merasa sulit dalam beradaptasi dan melanjutkan kehidupannya. Manusia harus membiasakan diri untuk menjalani kehidupan sehari-hari tanpa kehadiran sosok yang dicintainya. Kehilangan sosok tersebut dapat membuat manusia cenderung menempatkan diri pada posisi tidak berdaya karena tidak lagi merasakan kehadiran dan mendapatkan kasih sayang dari orang yang telah tiada. Bentuk respons perilaku terhadap duka kehilangan dapat memengaruhi bagaimana manusia bertahan hidup. Sesaat setelah menghadapi kehilangan, manusia akan menghadapi tahapan berduka atau yang biasa disebut The stages of grief oleh Kubler Ross.
Five stages of grief illustration. From: Canva
Tahapan yang pertama adalah denial (penyangkalan). Pada tahapan ini, kehilangan seseorang akan membuat individu merasa kehidupannya tidak lagi bermakna. Tahapan ini akan menimbulkan perasaan terkejut, penuh penyangkalan, dan menolak realita. Individu akan sulit menerima fakta bahwa orang yang dicintainya telah tiada dan memilih untuk menolak perasaan sedih yang dirasakannya. Tahapan kedua adalah anger (marah). Pada tahapan ini, perasaan marah akan muncul ketika individu tidak lagi menyangkal realita. Kematian orang yang dicintai terkadang membuat individu menyalahkan diri sendiri dan keadaan dengan memunculkan respons emosi berupa marah. Perilaku yang ditunjukkan oleh individu dapat berupa melontarkan pertanyaan dan pernyataan yang memunculkan kecenderungan untuk menyalahkan diri dan keadaan seperti “Kenapa saya?’, “Ini tidak adil bagi saya”, “Kenapa terlalu cepat?”. Selanjutnya, tahapan ketiga adalah bargaining (menawar). Ketika dihadapkan dengan duka kehilangan, individu terkadang merasa sulit untuk menerima fakta tersebut. Pada tahap bargaining, individu akan berusaha berdamai dengan diri sendiri dan keadaan. “Tuhan, saya tidak akan melawan ayah saya lagi, tolong kembalikan dia ke dunia”. Pernyataan ini merupakan proses bargaining atau menawarkan kondisi ideal dengan realita. Individu menginginkan untuk kembali pada keadaan idealnya dengan menyatakan “Bagaimana jika..”. Individu akan berusaha memikirkan kemungkinan-kemungkinan yang bisa dilakukannya di masa lalu untuk mencegah kematian orang yang ia cintai.
Illustration of Depression. From: Canva
Tahapan selanjutnya adalah depression (depresi). Pada tahap depresi, perhatian individu sudah tidak lagi berada pada penolakan atau kemungkinan-kemungkinan di masa lalu, melainkan kondisi saat ini. Perasaan hampa akan memasuki hidup individu yang mengalami duka kehilangan. Rasa sedih dan rindu akan sering muncul. Individu akan merasa sulit untuk bersosialisasi dengan sosial, kesulitan makan, atau memunculkan gejala-gejala depresi lainnya. Tahap berduka yang terakhir adalah acceptance (penerimaan). Pada tahap ini, individu sudah mampu menerima realita terkait kematian orang yang dicintainya. Meskipun tidak menyukai realita tersebut, individu akan berusaha untuk menerimanya dengan hati yang lapang. Individu mulai membiasakan diri dengan kondisi kehidupan yang baru dan memiliki lebih banyak hari baik dibanding hari yang buruk.
ADVERTISEMENT
Dalam memproses duka kehilangan, individu tidak harus melalui kelima tahapan berduka tersebut. Meskipun demikian, individu dapat saja merasakan tahapan yang sama dalam waktu yang lama atau kembali merasakan tahapan tersebut di suatu waktu. Proses tersebut sangat wajar dialami oleh individu yang sedang berduka karena kematian orang yang dicintainya. Untuk dapat memproses rasa duka kehilangan dengan bijak, salah satu cara yang dapat diterapkan adalah mindfulness. Pada prinsipnya, istilah mudah untuk memahami mindfulness adalah sadar penuh hadir utuh (Silarus, 2015). Individu yang mindful akan berada pada suatu keadaan secara sadar terjaga (awareness) dan memfokuskan perhatian (attention) pada tujuan yang terjadi saat ini, berdasarkan pada pengalaman diri seseorang dari semua kenyataan kehidupan yang sebenarnya (Brown dan Ryan, 2003). Dalam penerapannya, mindfulness akan membuat individu lebih fokus pada realita yang ada dan menerima realita tersebut sebagai bagian dari dirinya. Individu akan belajar untuk menerima setiap kejadian dalam hidup tanpa memberikan penolakan ataupun penilaian terhadap peristiwa tersebut.
Mindful illustration. From: Canva
Pada praktik mindfulness untuk duka dan kehilangan, individu memberikan perhatian pada perubahan antar momen yang mengarah pada keterbukaan dan kemampuan untuk melepaskan. Pada konteks yang lebih jauh, penerapan mindful dalam duka dan kehilangan akan memandang penderitaan dan kerentanan emosi menjadi sebuah dorongan bagi individu untuk mendapatkan perhatian medis (Wada dan Park, 2009).
ADVERTISEMENT
Pada dasarnya, kematian adalah suatu hal yang akan dialami oleh semua makhluk hidup dan sebagai manusia, kita tidak dapat menghindarinya. Manusia tidak akan pernah siap untuk menghadapi kematian orang yang dicintainya. Melalui mindfulness, Kesadaran dan perhatian penuh pada kejadian saat ini tanpa memberikan penghakiman tertentu akan membantu individu yang sedang mengalami duka kehilangan untuk dapat melanjutkan hidup tanpa dibayang-bayang oleh kejadian trauma di masa lalu, menikmati momen, live their life to the fullest.
DAFTAR PUSTAKA
Amna, Z., Dahlia, D., & Faradina, S. Hubungan antara Mindfulness dengan Kecemasan akan Kematian pada Dewasa Madya. Jurnal Ilmu Perilaku, 7(1), 24-26. https://doi.org/10.25077/jip.7.1.24-46.2023
Cacciatore, J., Thieleman, K., Osborn, J. et al. Of the Soul and Suffering: Mindfulness-Based Interventions and Bereavement. Clin Soc Work J 42, 269–281 (2014). https://doi.org/10.1007/s10615-013-0465-y
ADVERTISEMENT
Kübler-Ross, E., & Kessler, D. (2009). The five stages of grief. In Library of Congress Catalogin in Publication Data (Ed.), On grief and grieving (pp. 7-30).
Hasha, M.H. (2015). Mindfulness practices for loss and grief. Bereavement Care, 34(1), 24-28. http://dx.doi.org/10.1080/02682621.2015.1028201