Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Konten dari Pengguna
Kritik Dua Penulis Indonesia, Muhidin M. Dahlan dan Eka Kurniawan
1 Mei 2024 14:58 WIB
·
waktu baca 2 menitTulisan dari Nadiva Ismi Wardani tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Dalam khasanah sastra Indonesia, terdapat dua nama yang mencolok dengan karya-karya mereka yang menghentak dan mengundang perdebatan publik, Muhidin M. Dahlan dan Eka Kurniawan. Meskipun keduanya berasal dari latar belakang yang berbeda, tetapi keduanya telah menciptakan karya-karya yang menarik perhatian dan mengangkat isu-isu sosial yang sering dianggap tabu oleh masyarakat umumnya.
ADVERTISEMENT
Muhidin M. Dahlan, merupakan seorang penulis yang berasal dari Sulawesi Tengah, saat ini mentap di Yogyakarta telah mencuri perhatian dengan novelnya yang kontroversial, Tuhan, Izinkan Aku jadi Pelacur (2003). Novel ini mengisahkan kehidupan seorang mahasiswi yang taat beragama. Kemudian didekati oleh sekelompok aliran yang menggucangkan keyakinannya. Sehingga ia menjadi pekerja seks komersial untuk membiayai hidup dan keluarganya. Meski mengangkat tema yang sensitif, novel ini ditulis dengan gaya bahasa yang indah dan penuh nuansa, membuat pembaca terbuai sekaligus terprovokasi. Novel ini telah diadaptasi menjadi film yang di sutradari oleh Hanung Bramantyo yang tayang di Biosko Indonesia pada 27 Oktober 2023 lalu.
Di sisi lain, Eka Kurniawan, penulis yang lahir dan besar di Indonesia, mencuri perhatian dunia dengan novelnya Cantik itu Luka (2002). Novel ini mengisahkan kehidupan perempuan yang bernama Dewi Ayu, yang kecantikannya disebut sebagai pembawa malapetaka bagi dirinya dan keturunannya. Dengan gaya penulisan yang unik dan penuh kiasan, Kurniawan mengangkat isu-isu lingkungan dengan berbagai kompleksitas konflik yang berbeda. Novel ini membawa harum nama Eka Kurniawan ke kancah luar negeri yaitu dengan meraih penghargaan internasional di Belanda, yaitu Prince Clause Awards pada tahun 2018 silam. Tak berhenti disana, novel ini masuk dalam 100 buku terkemuka versi The New Tork Time.
Meski keduanya mengangkat tema-tema kontoroversial, keduanya memiliki kekhasan masing-masing dalam mengeksplorasi isu-isu tersebut. Baik Tuhan, Izinkan Aku Jadi Pelacur maupun Cantik itu Luka telah mendapatkan sambutan hangat dari pembaca dan kritikus sastra, meskipun tak luput dari kontroversi. Kedua penulis membuktikan bahwa sastra Indonesia mampu mengangkat isu-isu sensitif dengan caranya sendiri yang memikat, sekaligus menawarkan perspektif baru yang menggelitik pemikiran pembaca.
ADVERTISEMENT
Dalam kekhasan kedua penulis ini telah meninggalkan jejak tak terlupakan dengan mengajak pembacanya untuk melihat realitas dari sudut pandang yang berbeda, menantang norma-norma yang selama ini dianggap mapan, dan mempertanyakan kembali nilai-nilai yang kita yakini.