Konten dari Pengguna

3 Kesalahan yang Menggerogoti Produktivitas dan Solusinya

Nadiya Rabihah Yuma Manaf
Mahasiswa Pendidikan Kimia 2024, Universitas Sebelas Maret Surakarta
21 Desember 2024 0:40 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Nadiya Rabihah Yuma Manaf tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Tugas yang menggunung dan tenggat waktu yang kian mendekat telah menjadi ujian harian yang wajib dilalui para pelajar. Anehnya, mereka tidak mencicil sejak awal saat masih banyak waktu luang. Akhirnya mereka kelabakan waktu h-1 dan ujung-ujunngnya SKS alias Sistem Kebut Semalam. Sebagai bagian dari kaum pelajar, kebiasaan seperti itu tentunya sering saya lakukan ketika saya masih duduk di bangku SMP dan SMA. Namun, saya kira kebanyakan pelajar juga sering atau setidaknya pernah melakukannya. Menunda menyelesaikan tanggung jawab dan lebih memilih untuk mencari kesenangan sesaat di dunia, entah itu scrolling media sosial atau hanya berbaring hingga terlelap.
ADVERTISEMENT
Menunda pekerjaan adalah salah satu bentuk rasa malas. Namun, masih banyak dari kita yang memelihara rasa malas itu. Padahal rasa malas merupakan musuh terbesar bagi produktivitas seseorang. Ada yang unik dari musuh setiap orang ini, ia tidak hadir dari luar tapi dari dalam. Rasa malas ternyata muncul karena kesalahan dari kita sendiri. Lalu apa saja kesalahan itu? Dan bagaimana caranya agar rasa malas dapat dihilangkan sampai ke akarnya?

Membebani Diri Tanpa Menyadari Kapasitas

Kita sebenarnya sadar, tapi ternyata kita tidak sadar saat melakukan hal ini. Maksudnya begini, ketika kita mengambil dan menerima suatu pekerjaan atau tanggung jawab yang baru kita sadar akan hal itu, tapi kita tidak sadar bahwa ada pekerjaan dan tanggung jawab lama yang belum selesai. Kita tidak sadar, sebenarnya sudah ada apa saja di atas piring kita? Kita tidak sadar, apakah menu yang ada di piring kita itu sesuai dan dapat memenuhi kebutuhan kita atau justru mendatangkan penyakit?
ADVERTISEMENT
Saya sendiri pernah mengalami hal ini. Ketika saya menjadi siswa SMP, saya masuk ke salah satu organisasi di sekolah yang mengadakan pertemuan dua kali setiap minggu. Di samping itu, ada pramuka wajib setiap hari kamis. Tidak hanya sibuk urusan sekolah, setiap sore di hari senin, rabu, dan jumat saya mengikuti les Bahasa Inggris.
Awalnya memang tidak terasa lelah, namun pada akhirnya saya tumbang juga. Saat kelelahan, saya jadi tidak fokus memperhatikan materi di kelas, mengerjakan tugas dengan asal-asalan, dan selalu ingin cepat pulang. Absen sekolah karena sakit juga sering saya lakukan, akibatnya saya jadi ketinggalan materi. Akhirnya saya tertinggal di bidang akademik dan tidak mendapat apa-apa dari semua pekerjaan yang saya ambil di awal.
ADVERTISEMENT
Ada beberapa solusi sederhana yang dapat teman-teman lakukan agar tidak mengalami hal yang sama seperti saya. Yang pertama adalah membuat agenda atau to do list, yang memungkinkan kita melihat gambaran keseluruhan jadwal dan membuat prioritas. Selain itu, penting untuk dapat menolak pekerjaan atau tugas yang sekiranya tidak perlu. Memiliki prinsip hell yes or never dalam menerima pekerjaan sangat membantu kita dalam menentukan apakah suatu tugas itu benar-benar penting atau tidak. Mungkin awalnya memang sulit untuk menolak sesuatu, tapi itu adalah keterampilan yang berharga untuk hidup dengan tenang.

Ekspektasi yang Berlebihan

Banyak manusia, terutama mereka yang sejak kecil dianggap “beprestasi”, tumbuh dengan harapan bahwa mereka harus selalu mencapai standar tertinggi dalam segala hal. Keinginan untuk menjadi sempurna dan memenuhi ekspektasi yang tinggi ini sering menimbulkan tekanan besar.
ADVERTISEMENT
Namun, tekanan ini sering kali justru mengakibatkan rasa malas dan hilangnya motivasi belajar. Tekanan ini juga sering memunculkan sifat perkfeksionis, yaitu keinginan untuk selalu mendapat hasil yang terbaik.
Untuk mengatasi masalah ini, penting bagi kita untuk belajar mengenali diri sendiri. Alih-alih ingin sempurna dalam semua hal, coba fokuskan diri pada hal-hal yang paling penting dan bermakna. Penting untuk memiliki kesadaran bahwa kita tidak harus selalu mencapai standar tertinggi dalam semua bidang. Dengan begitu, kita akan lebih tenang dalam menjalani hidup.

Mengabaikan Signal Kelelahan

Ilustrasi kelelahan. Source: freepik.com
Sering kali kita melihat diri kita sebagai sosok yang lebih unggul daripada yang lain, yang tidak memiliki celah ketidaksempurnaan, dan mampu menghadapi semua tantangan. Namun, ketika kita terus berusaha memenuhi ekpektasi itu tanpa mendengarkan signal tubuh, kita bisa mengalami keleahan bahkan burnout. Misalnya, seorang mahasiswa yang tiap malam begadang untuk belajar dengan harapan bisa lebih unggul dari teman-temannya. Mungkin awalnya ia akan merasa puas karena bisa mencapai tujuannya. Tapi, dalam jangka waktu panjang, kebiasaan itu sangat menguras tenaga dan mengganggu kesehatan fisik juga mental.
ADVERTISEMENT
Belajarlah untuk mendengarkan diri sendiri dan jujur dengan apa yang dirasakan tubuh. Jika tubuh memberi signal kelelahan seperti mudah marah dan lupa, maka segeralah beristirahat. Tidak ada salahnya untuk berhenti sejenak dan memulihkan energi. Menjaga keseimbangan antara produktivitas dan kesehatan adalah kunci untuk menjalani hidup yang lebih berkelanjutan.
Rasa malas yang menyebabkan timbulnya keinginan untuk terus berleha-leha adalah akibat dari kesalahan yang sering kita lakukan. Penting bagi kita untuk menghindari melakukan kesalahan itu. Membuat agenda, menetapkan prioritas, dan menurunkan eskpektasi menjadi solusi untuk menghindari rasa malas. Dengan begitu, kita bisa hidup dengan lebih tenang dan fokus pada hal yang benar-benar penting.