news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Apresiasi Cerpen Seorang Nenek Tua

Nadiya Yunianti
Mahasiswa UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
Konten dari Pengguna
19 Oktober 2022 18:40 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Nadiya Yunianti tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
“Seorang Nenek Tua“ merupakan salah satu cerpen bertemakan kemiskinan. Cerpen ini menceritakan tentang seorang tokoh yang harus bekerja keras untuk mencukupi kebutuhan hidupnya. Tokoh-tokoh dalam cerpen ini tidak banyak tetapi memiliki kekhasan sifat masing-masing. Tokoh pertama adalah Nenek. Nenek merupakan tokoh utama dalam cerpen ini. Nenek memiliki sifat pekerja keras dan tidak mudah putus asa. Sifat Nenek dipertegas dalam teks Namun, Nenek tidak menjadi putus asa dan ia terus berusaha sekuat-kuatnya.
ADVERTISEMENT
Tokoh kedua adalah Kadir. Kadir adalah anak kelas IV, dia sudah tak berayah-ibu, dan dia hanya tinggal bersama tokoh Nenek. Digambarkan memiliki sifat yang pekerja keras dan baik, karena peduli dan rela melakukan apa pun demi tokoh utama dalam cerita ini, yaitu Nenek. Tokoh Kadir dikatakan pekerja keras karena dia suka membantu Nenek mencari uang untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari mereka. Tokoh Kadir dikatakan peduli terhadap Nenek karena dia membelikan obat untuk Nenek yang sedang sakit dan dalam penggalan teks cerpen Kadir, si kecil itu berpikir bagaimana caranya untuk membeli kue yang berkembang-kembang itu. Tokoh Kadir juga rela melakukan apa pun demi tokoh Nenek. Sifat tersebut dapat terlihat dari bagaimana cara Kadir berusaha membelikan kue untuk Nenek, dengan cara mencatut karcis bioskop, di mana perbuatan tersebut dilarang dan melanggar hukum bahkan merenggut nyawanya sendiri dan dipertegas dalam dialog “Nenek itu sakit waktu ditinggalkan Kadir. Nenek itu sangat ingin makan kue dengan rum yang berkembang-kembang. Kadir mengira bahwa neneknya akan mati. dia ingin membelikan kue-kue itu untuk neneknya. dia tak punya uang. Begitulah, akhirnya dia mencatut”.
ADVERTISEMENT
Tokoh ketiga dalam cerpen ini adalah Seno. Seno merupakan tetangga Kadir yang sering mencatut tiket bioskop. Seno adalah orang yang tidak takut akan hukum dan suka berkelahi secara keroyokan dipertegas dalam dialog “Ah, polisi tidak berani melawan kami. Kami selalu mengeroyok”.
Selain itu, terdapat tokoh lainnya seperti tukang obat yang menjual obat kepada Kadir, polisi yang akan menangkap Kadir ketika mencatut tiket bioskop, dokter yang menangani Kadir dan Nenek pada saat mereka dinyatakan meninggal. Masyarakat yang merasa kasihan pada kondisi Kadir dan Nenek.
Latar tempat cerpen ini berada di berbagai tempat, seperti di sebuah kota, tempat banyak orang menaikkan layang-layang, sebuah jalan yang terdapat toko roti, rumah Nenek dan Kadir, pasar Pon, gedung bioskop, jalan tempat kecelakaan Kadir, rumah sakit. Latar waktu yang digambarkan dalam cerpen ini, yaitu pagi hari, siang hari, dan sore hari. Suasana yang digambarkan dalam cerpen ini didominasi oleh suasana yang menyedihkan dan penuh keprihatinan.
ADVERTISEMENT
Cerpen “Seorang Nenek Tua“ menggunakan alur maju. Dikatakan demikian karena cerita dalam cerpen ini menceritakan serangkaian peristiwa yang dimulai secara teratur dari awal hingga akhir cerita. Sudut pandang yang digunakan dalam cerita ini adalah sudut pandang orang ketiga, yaitu ia. Cerpen ini memberikan amanat bahwa kita tidak boleh egois dan terlalu memaksakan suatu hal atau kehendak kepada orang lain yang belum tentu mampu untuk mewujudkan ke inginkan kita.
Cerpen “Seorang Nenek Tua“ ini terdapat dalam kumpulan cerpen yang berjudul Kenang-Kenangan Seorang Wanita Pemalu yang ditulis oleh seorang sastrawan bernama Willibrordus Surendra Broto Rendra atau dikenal dengan W.S. Rendra. Beliau adalah penyair, dramawan, pemeran dan sutradara teater berkebangsaan Indonesia. Beliau lahir di Solo, 7 November 1935 dan meninggal pada 6 Agustus 2009. W.S. Rendra menikah sebanyak 3 kali, pertama dengan Sunarti Suwandi dan memiliki 5 orang anak, kedua dengan Raden Ayu Sitoresmi Prabuningrat memiliki 4 orang anak, dan yang ketiga dengan Ken Zuraida memiliki 2 orang anak. “Buruk Merak" merupakan julukan yang diberikan kepada W.S. Rendra, julukan itu berasal dari seorang sahabat Rendra yang berasal dari Australia yang sedang diajak Rendra berekreasi di sebuah Kebun Binatang Gembira Loka di Yogyakarta.
ADVERTISEMENT
Cerita yang ditulis oleh W.S. Rendra ini berhasil menimbulkan emosi yang beragam, seperti emosi sedih, cemas dan prihatin. Emosi sedih timbul karena cerpen tersebut membawa para pembaca merasakan kesedihan atas kehidupan tokoh Nenek dan Kadir, emosi cemas timbul karena cerpen tersebut membawa para pembaca untuk merasakan cemas seorang Nenek yang mendapatkan kabar yang tidak baik tentang cucunya, dan emosi prihatin timbul karena para pembaca yang membaca cerpen ini pasti merasakan bagaimana sulitnya kehidupan yang dialami oleh tokoh Nenek dan Kadir.
Setiap orang tentu memiliki perseptif masing-masing terhadap sebuah cerpen sehingga menghasilkan penilaian kekurangan dan kelebihan dari cerpen itu. Kelebihan cerpen ini adalah penulisan gaya bahasa cerpen tidak berbelit-belit dan mengajak kita seakan-akan merasakan cerpen tersebut. Kekurangan dari cerpen ini adalah akhir ceritanya yang sedikit membingungkan pembaca.
Sumber Gambar: Pribadi