Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.88.1
Konten dari Pengguna
Kepemimpinan Herman Willem Daendels Dibalik Adanya Jalan Pantura
11 Juli 2024 18:33 WIB
·
waktu baca 4 menitTulisan dari Nadiyatul Khusna tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Sebelum adanya tol, Jalur Pantai Utara atau Pantura selalu menjadi primadona bagi para pemudik pada saat lebaran. Baik itu mobil, bis, maupun motor melewati pantura untuk pulang ke kampung halaman dengan tujuan berbagai daerah yang ada di Jawa. Jalan Pantura ini menjadi pilihan yang tepat karena relatif lebih rata dan tidak banyak tikungan, walaupun pemandangan yang disajikan sepanjang perjalanan mungkin terlihat lebih membosankan daripada jalur selatan yang terdapat pemandangan Gunung Ciremai. Namun, sering dilalui banyak kendaraan dan banyak truk tronton yang bermuatan berat meyebabkan Jalan Pantura sering mengalami kerusakan yakni jalan menjadi berlubang.
ADVERTISEMENT
Jika ditarik kebelakang, Jalan Pantura ini mempunyai sejarah tersendiri. Jalan raya yang menghubungkan Cilegon-Jakarta-Semarang-Surabaya-Banyuwangi ini merupakan transformasi dari De Grote Postweg atau lebih dikenal dengan Jalan Pos Anyer-Panarukan yang diinisiasi oleh Herman Willem Daendels seorang Gubernur Jenderal Belanda yang pernah memerintah Hindia Belanda dari 1808-1811. Ia adalah seorang pemimpin dengan kekuasaan yang mutlak dan penuh dengan kekerasan. Berperilaku kejam, tidak mempunyai rasa kemanusiaan, dan suka menindas pribumi hanya untuk kepentingan Kolonial Belanda dan pribadinya.
Awalnya jalan ini dibangun untuk pertahanan militer Belanda, mempermudah pengiriman hasil bumi seperti kopi dan nila dari Priangan ke pelabuhan di Cirebon dan memperlancar komunikasi antar daerah di Pulau Jawa yang dikuasai oleh Daendels. Demi melaksanakan kepentingan militer dan eksploitasi ekonomi tersebut. Daendels melakukan berbagai cara termasuk membangun jalur darat. Namun, ia tidak sepenuhnya membangun Jalan Pos ini, ia justru memanfaatkan jalur-jalur darat yang sudah ada sebelumnya yang dibangun oleh penguasa bumiputra. Dengan kata lain, Daendels melakukan modifikasi pada jalur-jalur tradisional yang sudah ada sebelum dia ke Hindia Belanda. Jalan Pos yang membentang panjang, sepanjang Pulau Jawa ini dibangun pada tahun 1808 dari Anyer hingga Panarukan. Pembangunannya dimulai dari daerah yang ada di Ujung Barat yaitu Anyer ke Batavia, hingga Cirebon.
ADVERTISEMENT
Di sekitar Mercusuar Anyer ada tapal yang berbentuk pesegi empat yang bertuliskan nol kilometer. Tapal tersebut dianggap sebagai titik awal ketika Daendels memulai pembangunan jalan. Kemudian pembangunan dilanjutkan dari Bogor ke Cirebon karena menurut Daendels jalan dari Bogor ke Cirebon itu kecil sehingga menyulitkan dalam perdagangan ataupun kepentingan ekonomi. Sementara itu, alasan Jalan Pos ini dibangun sampai Panarukan karena pada awal Agustus 1808 Daendels berkunjung ke Surabaya. Menurutnya jalan pada daerah ini perlu diperpanjang ke timur karena daerah di Ujung Timur tampaknya bisa menghasilkan produk tanaman tropis yang luar biasa. Selain itu, ada peluang di perairan sekitar Selat Madura, bahwa di perairan tersebut bisa menjadi tempat pendaratan pasukan Inggris.
ADVERTISEMENT
Pembangunan Jalan Pos ke Ujung Timur ini berakhir di Panarukan dan tidak sampai ke Banyuwangi karena Banyuwangi kemungkinan besar tidak berpotensi sebagai pelabuhan ekspor. Sementara di Panarukan memiliki potensi yang sangat tinggi karena daerahnya berdekatan dengan lumbung gula dan mempunyai tanah-tanah partikelir. Adanya tanah ini sangat menguntungkan karena dapat menghasilkan komoditas daerah tropik yang fundamental.
Dalam pembangunan jalan ini memang memakan banyak korban, bahkan menjadi salah satu genosida yang pernah terjadi dalam sejarah kolonialisme di Indonesia. Daendels memaksa rakyat untuk menjadi pekerja paksa membangun jalan sepanjang 1000 km dari Anyer-Panarukan. Tugas para pekerja sangat berat, karena mereka juga harus meretas pegunungan, mengeruk rawa dengan alat yang sederhana. Banyak pekerja yang kelelahan dan ditambah dengan penyakit malaria yang ganas. Tercatat 12.000 pekerja tewas belum lagi ditambah dengan yang tidak tercatat. Mereka juga tidak dikuburkan secara layak.
ADVERTISEMENT
Sebaliknya, jalan ini sudah sangat mengubah keadaan ekonomi, kegiatan ataupun kehidupan di Jawa. Terciptanya sebuah kelompok sosial menjadikan adanya kaum pedagang dan yang utamanya jalan ini membuat penduduk bisa bergerak serta memberikan pengaruh di segala bidang. Meskipun tidak bisa menghalau pendaratan Inggris. Terlepas dari sejarahnya yang kelam. Jalan Raya Pos Anyer-Panarukan yang sekarang bertransformasi menjadi Jalan Pantura masih eksis dan termasuk jalan penting bagi kegiatan dan kemajuan di Jawa.