Konten dari Pengguna

Pengaruh Serangan Agresi Militer Belanda di Wilayah Batang-Pekalongan

Nadiyatul Khusna
Fresh Graduate S1 Ilmu Sejarah, Content Writing Enthusiast
20 Maret 2022 15:16 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Nadiyatul Khusna tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Pondasi Tiang Jembatan Kalikuto Lama. Sumber Foto : Dokumentasi Pribadi
zoom-in-whitePerbesar
Pondasi Tiang Jembatan Kalikuto Lama. Sumber Foto : Dokumentasi Pribadi
ADVERTISEMENT
Hai teman-teman, tahukah kalian bahwa serangan Agresi Militer Belanda juga terjadi di daerah pesisir Pantai Utara Jawa. Dua daerah di Jawa Tengah yang terletak di kawasan Pantai Utara yakni Batang dan Pekalongan ikut terdampak serangan Agresi Militer oleh Belanda. Beberapa dari kalian mungkin sudah cukup familier dengan kedua daerah tersebut. Di mana dulunya Batang bergabung dengan Pekalongan yang kemudian melepaskan diri dan di tanggal 8 April 1966 resmi dibentuk Daerah Tingkat II Batang.
ADVERTISEMENT
Perlu diketahui, proklamasi kemerdekaan Indonesia di tanggal 17 Agustus 1945 bukan berarti seratus persen bebas dari intervensi pihak luar. Pada tanggal 21 Juli 1947 Belanda kembali menggempur Indonesia dengan melakukan Agresi Militer pertamanya. Dilatarbelakangi oleh penolakan Belanda atas hasil Perundingan Linggarjati (25 Maret 1947) karena sebenarnya hanya menjadi alat agar Belanda bisa membawa pasukan lebih banyak. Dengan tujuan kembali menyerang dan menguasai Republik Indonesia terutama kota besar di Pulau Sumatra dan Jawa.
Sebelum pasukan Belanda masuk ke Batang, di Desa Plelen ada TNI Kompi II Batalion 61 Resimen VII yang dipimpin Sersan Mayor Saleh Rachman melakukan aksi pengeboman di Jembatan Kalikuto guna menghambat laju pasukan Belanda. Kemudian di Desa Donorejo (jalan antara Limpung dan Bawang) ada pasukan TNI Kompi II Seksi I, pasukan TNI AL bersama para pemuda yang juga melakukan penghadangan dengan memasang ranjau darat. Tidak hanya dari TNI, pasukan polisi istimewa Keresidenan Pekalongan di sekitar Warungasem bersama rakyat dan pemuda secara gerilya melakukan penyerangan ke pos-pos Belanda.
ADVERTISEMENT
Hampir seluruh wilayah Batang melakukan penghadangan yang berakibat munculnya tindakan brutal tentara Belanda untuk mencari orang-orang yang ikut serta dalam penghadangan. Dengan kondisi yang terdesak dan makin keruhnya perang gerilya, laskar rakyat memperluas medan perang ke hutan-hutan. Setiap kota, kecamatan, maupun pabrik sudah diduduki oleh Belanda sehingga para pejuang seringkali dikejar patroli Belanda. Sebaliknya para TNI membalasnya dengan mengacaukan dan mencegah patroli musuh.
Hingga pada 17 Januari 1948 terjadilah Perjanjian Renville yang menyebabkan penarikan tentara Republik dari daerah yang diduduki Belanda. Dengan berat hati, TNI beserta para pemuda pejuang harus meninggalkan Pekalongan masuk ke Banjarnegara. Kemudian terulang kembali, Belanda melanggar persetujuan genjatan senjata yang sudah disepakati pada Perjanjian Renville. Belanda justru melancarkan serangan Agresi Militer ke II di tanggal 19 Desember 1948.
ADVERTISEMENT
Ketika Belanda mulai menyerang Pekalongan Wali Al Falah sebagai Residen Pekalongan dan pejabat lainnya mengungsi ke Lebakbarang dengan mendirikan pemerintah darurat. Waktu itu Batang masih di bawah Kabupaten Pekalongan dengan status kawedanan.
Saat pecahnya Perang Kemerdekaan RI ke II yang dipicu oleh Agresi Militer Belanda II. Bersamaan dengan tentara NICA yang ingin menguasai wilayah Pekalongan, Batang dan sekitarnya. Hal ini membuat para pejuang tidak tinggal diam. Mereka membentuk grup dari TNI, pos pasukan dan susunan pemerintahan militer. Disusunlah strategi yang baik terkait pemerintahan, rencana penyerbuan, maupun penghadangan terhadap pasukan Belanda.
Akan tetapi, karena pasukan yang tidak seimbang membuat TNI mengalami kerugian dan gugurnya Sersan Moestofa saat menyerang pos Belanda di Kaliboyo. Setelah terjadi berbagai penyerangan dan tembak-menembak dalam kurun waktu yang cukup lama. Akhirnya NICA mengundurkan diri ke daerah Pekalongan.
ADVERTISEMENT
Setelah berbagai peristiwa yang terjadi Belanda pun mengakui kedaulatan Indonesia berdasarkan hasil dari Konferensi Meja Bundar (KMB) di Den Haag (Belanda) yang dilaksanakan pada 23 Agustus - 2 November 1949. Kemudian semua tentara Belanda yang dahulu saat Agresi Militer I dan II menduduki pos-pos pendudukan di wilayah Batang ditarik ke Kota Pekalongan. Selanjutnya diangkut ke Tegal kemudian dikirim ke Cirebon untuk dibawa ke Belanda.
Pengakuan kedaulatan Indonesia oleh Belanda menjadi akhir dari konflik antara para pejuang RI dengan tentara NICA yang ditugaskan di Batang. Di mana rakyat Batang dan Pekalongan ikut berkontribusi besar dalam usaha mempertahankan kemerdekaan. Berbagai usaha tersebut dilakukan oleh kelompok-kelompok badan perjuangan, seperti BKR, TKR, Angkatan Muda Republik Indonesia (AMRI), Pemuda Sosial Indonesia (PESINDO), Hizbullah, Sabilillah, Barisan Banteng dan Barisan Pemberontak Republik Indonesia (BPRI).
ADVERTISEMENT
Suatu perjuangan yang ditempuh dengan kerja keras dan tanpa mengenal lelah. Sudah sepatutnya kita menghargai jasa-jasa para pejuang sekalipun berjuang di daerah pesisir.
Sekian pembahasan mengenai pengaruh serangan Agresi Militer Belanda di wilayah Batang-Pekalongan. Semoga dapat bermanfaat buat teman-teman sekalian.