Konten dari Pengguna

Perempuan dan Patriarki

Nadiyya
Mahasiswa Pendidikan Sejarah Universitas Negeri Semarang
22 Maret 2024 11:37 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Nadiyya tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi perempuan dan belenggu patriarki Foto: Herun Ricky/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi perempuan dan belenggu patriarki Foto: Herun Ricky/kumparan
ADVERTISEMENT
Patriarki masih berkembang di tatanan kehidupan masyarakat dan melebur menjadi budaya yang merugikan perempuan. Dikatakan merugikan sebab perempuan dalam budaya patriarki ini mengalami diskriminasi seperti pembatasan kesempatan, pendapat, pengalaman, pendidikan dan sebagainya.
ADVERTISEMENT
Ideologi gender ini juga dapat menyebabkan kekerasan di dalam rumah tangga karena mereka percaya bahwa laki-laki memiliki kuasa dalam mengatur rumah tangga meskipun dengan kekerasan. Selain dalam dunia pernikahan, wanita yang belum menikah pun juga tak jarang mendapatkan diskriminasi dari masyarakat sekitar atau malah dari keluarganya sendiri.
Wanita yang belum menikah di umur 30 tahun dianggap tidak laku dan muncul berbagai stigma buruk lainnya. “Perempuan itu jangan nikah di atas umur 25 tahun nanti tidak ada yang mau” atau dengan pernyataan “Ngapain anak perempuan sekolah tinggi-tinggi nanti ujungnya juga di dapur, ngasuh anak, bersih-bersih” dan pernyataan lainnya. Pernyataan-pernyataan tersebut masih banyak diucapkan kepada perempuan.

Patriarki dan Dampaknya

Patriarki sebenarnya sudah melekat di kehidupan masyarakat sejak lama dan berkembang menjadi sebuah pemikiran atau ideologi di tengah masyarakat. Menurut Higgins (2018) dalam perkembangannya, patriarki tidak hanya membahas mengenai perseteruan atau permasalahan dua gender, namun juga ketidaksetaraan antara dua gender dalam berbagai bidang seperti sosial, hukum, politik, budaya, ekonomi dan sebagainya.
ADVERTISEMENT
Patriarki ini memberikan pemikiran kalau memang laki-laki itu memiliki kedudukan yang lebih tinggi di berbagai aspek dari perempuan. Peran perempuan hanya dianggap sebagai tempat untuk memproduksi keturunan sekaligus mengasuh keturunan dan mengerjakan pekerjaan rumah seperti memasak, bersih-bersih dan sebagainya.
Maka dari itu stigma negatif muncul ketika perempuan tidak mau memenuhi pemikiran masyarakat yang patriarki tersebut seperti nikah di umur 25 ke atas, sekolah tinggi, bekerja dan lainnya. Banyak terjadi pelecehan dan kekerasan yang dialami perempuan daripada laki-laki. Hal tersebut juga sebenarnya berkaitan dengan patriarki, perempuan dianggap lemah dan juga dianggap sebagai tempat untuk mengeluarkan hasrat seksual.
Pelecehan dan kekerasan terhadap perempuan selain terjadi secara langsung juga sekarang ini terjadi secara online. Ketika berumah tangga, laki-laki otomatis menjadi kepala keluarga yang menuntut mereka untuk menjadi pekerja dan bertanggung jawab. Sedangkan peran perempuan ketika berumah tangga di mata konstruksi patriarki ialah menjadi pengasuh, pelayan, perawat rumah tangga. Dalam konstruksi ini, sebenarnya kedua gender baik perempuan maupun laki-laki keduanya sama-sama dirugikan.
ADVERTISEMENT
Orang yang memiliki ideologi patriarki ini akan menuntut perempuan untuk mengabdi kepada laki-laki apapun kondisinya. Perempuan itu identik dengan masak, macak, manak dalam bahasa Jawa. Pemikiran tersebut membuat perempuan dilihat hanya sebagai objek, peran yang penting dan juga posisi tertinggi dipegang oleh kaum laki-laki.

Peranan Perempuan dalam Sejarah

Pahlawan-pahlawan perempuan pun juga jarang disebutkan dalam sejarah bangsa. Sebenarnya pahlawan perempuan di Indonesia jumlahnya banyak meski perjuangannya tidak semua dengan tenaga fisik seperti perang, namun sayangnya yang tersorot hanya beberapa saja yang dikenal dan terkenal seperti Cut Nyak Dien, Kartini, Dewi Sartika. Dan kebanyakan yang dibahas dalam sejarah didominasi dengan pahlawan laki-laki yang memang perjuangannya kebanyakan dengan tenaga fisik.
Hal tersebut juga menjadi suatu ketidakadilan bagi perempuan, sebab merasa kalau mereka atau perempuan tidak memiliki peran yang penting dalam sejarah bangsa mereka sendiri. Minimnya penyebutan pahlawan wanita dalam buku-buku sejarah khususnya buku ajar siswa di sekolah menyebabkan kurangnya siswa terhadap kontribusi dan peran perempuan dalam sejarah.
ADVERTISEMENT
Hal ini juga bisa menciptakan kesan bahwa kontribusi perempuan kurang bernilai atau diabaikan dalam narasi sejarah. Untuk itu, perlu adanya peningkatan kesadaran akan keberagaman pahlawan terutama pahlawan perempuan dalam pembelajaran sejarah untuk memberikan gambaran serta pemahaman lebih lengkap dan adil.
Dalam dunia kerja, tidak jarang perempuan mendapatkan diskriminasi seperti upah kerja yang berbeda dengan laki-laki, di mana upah gaji perempuan lebih rendah daripada upah gaji laki-laki meskipun beban dan waktu kerja keduanya sama. Dalam pemilihan profesi pun perempuan juga mendapatkan perilaku diskriminasi dan masih banyak lainnya.
Dampak yang timbul akibat patriarki ini selain munculnya diskriminasi, ketidakadilan sosial, dan pembatasan terhadap potensi individu. Patriarki juga dapat menghambat perkembangan masyarakat karena tidak memanfaatkan kontribusi semua anggota secara penuh.
ADVERTISEMENT
Untuk mengatasi patriarki ini melibatkan pendidikan, kesadaran serta perubahan kebijakan untuk menciptakan masyarakat lebih inklusif dan setara. Pemerintah dan pendidikan memiliki peran penting dalam membentuk masyarakat yang adil dan setara.

Upaya Melawan Patriarki

Dengan menciptakan kebijakan yang mendukung kesetaraan gender, memberikan perlindungan hukum serta mendorong partisipasi perempuan dalam berbagai sektor, pemerintah dapat memberikan landasan untuk mengurangi disparitas gender, meningkatkan potensi ekonomi dan sosial masyarakat serta dapat menciptakan lingkungan yang lebih adil serta inklusif bagi semua masyarakat.
Sedangkan melalui pendidikan, masyarakat dapat mengubah norma sosial, kesadaran akan pentingnya kesetaraan gender serta menciptakan generasi yang lebih menyadari hak dan tanggung jawab setiap individu tanpa memandang jenis kelamin. Selain itu, melalui pendidikan yang inklusif juga dapat menghapus stereotip gender, membuka peluang yang setara, dan memperkuat peran perempuan dalam pembangunan di berbagai sektor.
ADVERTISEMENT