Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.1
Konten dari Pengguna
Terjaga Saat Malam untuk Dua Nyawa
17 Juli 2023 7:07 WIB
·
waktu baca 3 menitTulisan dari Naela Marcelina tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Dulu aku heran mengapa orang dewasa suka terjaga saat malam hari. Apakah mereka tidak mengantuk? Padahal menjalani keseharian saja sangat melelahkan.
ADVERTISEMENT
Kini, usiaku 20 tahun. Semua memiliki alasan yang berbeda jika ditanyakan hal itu. Ada yang sibuk akan pekerjaan, tugas sekolah, atau lainnya. Namun, aku punya jawaban tersendiri dari pertanyaan itu.
Saat itu hujan lebat dari sore, aku gagal menginap di rumah kaka. Menjengkelkan, padahal aku yakin akan makan enak saat itu. Hujan itu tak ada hentinya hingga memasuki malam hari. Suasana dingin membuatku terlelap dan bangun pukul 9 malam.
Kubuka kembali laptop beserta dokumen yang tak tersusun rapi. Satu tugas pun tak kunjung usai. Aku mendengar pintu terbuka, ternyata itu Ayahku. Sudah biasa dia bangun tengah malam untuk ke kamar mandi. Aku mendengar kursi yang ditarik dan gelas yang terjatuh.
Aneh, biasanya Ayahku langsung kembali ke kamarnya. Dia memanggilku “Nakk,” tiga kali dengan nada yang tidak biasa kudengar. Aku menghampirinya, betapa terkejutnya aku melihat dia terduduk lemas dan memegang dada sebelah kiri.
ADVERTISEMENT
Dengan napas yang terengah-engah “Cepat panggil Ibu,”. Aku membangunkan Ibuku, sudah 5 menit napas Ayah masih tidak teratur. Dengan daster rumah aku berlari mengetuk rumah tetangga sebelah. Dengan suara gemetar aku meminta tolong.
Malam sehabis hujan lebat sangatlah dingin, akan tetapi aku tidak merasakan hal itu. Aku berbonceng tiga dengan ayah dan tetanggaku menggunakan motor. Tak hentinya aku memohon kepada tuhan untuk tetap membiarkan Ayahku hidup lebih lama.
Rumah sakit pertama, kami ditolak karena fasilitas tidak memadai. Untungnya rumah sakit kedua bisa menangani ayah dengan langsung dibawa ke IGD. Sembari Ayah diperiksa aku mengurus administrasi, orang bodoh mana yang mengisi formulir salah dan mengulangnya dua kali.
Kursi rumah sakit hanya diisi oleh diriku. Tak ada satu pun anggota keluarga yang dapat mengangkat teleponku. Aku bergeming, hanya menatap jam dinding yang saat itu pukul 01.30 pagi. Aku kembali ke IGD, dokter menyuruhku duduk.
ADVERTISEMENT
Apa yang aku lihat tadi adalah gejala serangan jantung, kematian mendadak nomor satu. Air mataku menetes di hadapan dokter itu. Namun, ia mengatakan bahwa aku anak yang baik hingga Ayahku masih bisa terselamatkan.
Sejumlah alat dipasangkan, aku seperti menonton film. Semua tampak tak nyata, sesekali aku bertanya “apakah ini benar? bukankah ini mimpi?,”. Aku duduk di samping Ayah, meski dia menyuruhku tidur semenit pun aku tidak rela menutup mataku.
Ayah mengeluarkan darah dari mulutnya, berkali-kali. Hingga pukul 06.00 pagi aku masih ada di samping dia. Sesekali aku izin ke toilet untuk menangis. Pagi itu salah satu kakakku menelpon dan menggantikanku menjaga Ayah.
Aku pulang ke rumah untuk tidur. Dengan penuh rasa kekhawatiran aku pun bisa tertidur. Tak habis di situ, Ayah harus dirujuk ke rumah sakit. Empat hari aku bolak-balik ke rumah sakit dan menginapnya di sana.
ADVERTISEMENT
Namun, hal itu terbayarkan. Ayahku saat ini sudah sehat dengan mengalami operasi pasang ring di jantung. Awalnya hanya Ibuku saja yang memiliki penyakit jantung.
Kini kedua orang tuaku mengidap penyakit jantung. Dua nyawa harus aku jaga demi kedamaian diriku sendiri. Dunia akan tetap baik-baik saja jika ada mereka.
Jadi inilah alasanku terjaga saat malam. Aku akan tidur jika Ayah dan Ibu sudah terlelap pulas. Menjaganya adalah salah satu kunci kebahagiaan hidupku. Jika saat kejadian itu aku terlelap dalam awam mimpi, tulisan ini akan berbeda.