Krisis Finansial 2008: Gelembung Hipotek Meledak dan Menyebabkan Krisis Ekonomi

Nafidza Shadrina Diva Aulia
Seorang Mahasiswa Aktif di Jurusan Ekonomi Pemangunan Universitas Brawijaya
Konten dari Pengguna
19 Oktober 2023 9:27 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Nafidza Shadrina Diva Aulia tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi krisis ekonomi. Foto: Shutter Stock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi krisis ekonomi. Foto: Shutter Stock
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Krisis Finansial yang terjadi pada tahun 2008 merupakan salah satu krisis ekonomi terparah sejak tahun 1930-an di negara Amerika Serikat.
ADVERTISEMENT
Krisis ini terjadi karena melonjaknya macet kredit dan berujung jatuhnya institusi keuangan, kerugian triliunan dolar, banyak masyarakat yang kehilangan pekerjaan dan rumah, serta efeknya yang meluas seolah menjadi mimpi buruk yang tidak terlupakan.
Pada awal tahun 2000-an, Amerika Serikat mengalami perlambatan ekonomi karena ledakan gelembung dot-com dan Federal Reserve AS memutuskan untuk menurunkan tingkat suku bunga utama. Langkah ini bertujuan untuk merangsang pertumbuhan ekonomi.
Tingkat suku bunga federal turun dari 6.25% pada tahun 2000 menjadi sekitar 1% pada tahun 2003. Tingkat suku bunga rendah ini mendorong minat masyarakat untuk mengkredit rumah karena bunga pinjaman yang kecil.
Pasar hipotek memasuki era baru di mana munculnya Mortgage-Backed Securities (MBS). MBS merupakan sebuah instrumen keuangan, dimana bank dan lembaga keuangan dapat menggabungkan banyak hipotek menjadi satu, lalu menjualnya kepada investor.
ADVERTISEMENT
MBS menarik perhatian investor, karena menganggap bahwa membeli sekuritas hipotek lebih aman dibandingkan dengan membeli aset lain seperti obligasi. Karena ketika terjadi kasus terburuk yaitu kegagalan pembayaran kredit, pihak yang investor dapat menyita dan menjual rumah tersebut dengan harga yang lebih tinggi.
Ditambah agensi MBS diberikan peringkat AAA oleh badan pemeringkat kredit. Yang artinya pada saat itu, MBS dianggap sebagai investasi yang sangat aman. Hal ini yang menyebabkan terjadinya lonjakan permintaan investasi untuk MBS.

Hipotek Subprime

Untuk mengimbangi tuntutan MBS yang tinggi, beberapa bank dan lembaga keuangan menerapkan kebijakan hipotek subprime. Di mana mereka mulai memberikan hipotek kepada peminjam kredit rendah atau subprime, yang memiliki risiko gagal bayar yang tinggi. Hipotek subprime mencapai puncaknya pada tahun 2006 dengan lebih dari 20% dari total hipotek di AS.
ADVERTISEMENT
Kebijakan peminjaman yang longgar, permintaan yang kuat, dan tingkat suku bunga yang rendah mendorong kenaikan harga rumah, yang membuat MBS tampak seperti investasi yang baik, padahal sebenarnya tidak. Harga rumah terus meningkat secara tidak realistis.
Melonjaknya Kredit Macet dan Terjadinya Krisis
Sumber: Freepik
Peminjam subprime mulai mengalami gagal bayar yang menyebabkan banyak MBS yang didukung oleh hipotek subprime mengalami kerugian besar. Awalnya institusi pemberi pinjaman tidak terlalu memperhatikan hal ini, karena mereka bisa menyita dan menjual rumah tersebut sehingga dapat menghasilkan uang. Namun, menjadi masalah ketika terdapat banyak gagal bayar kredit sehingga menyebabkan kredit macet yang besar.
Jumlah rumah di pasaran meningkat karena adanya kredit macet ini. Hal ini menyebabkan jumlah supply rumah melonjak sedangkan tidak ada yang ingin membeli rumah, yang pada akhirnya menyebabkan turunnya harga rumah.
ADVERTISEMENT
Pemilik hipotek yang tersisa tentu akan berpikir ‘Untuk apa membayar hipotek ketika harga rumah turun? Bukankah harga hipotek menjadi lebih mahal daripada harga rumah sebenarnya’. Sehingga mereka memilih untuk berhenti membayar hipotek dan memperparah krisis.
Ketika hal ini terjadi, lembaga keuangan besar berhenti membeli hipotek subprime, dan pemberi pinjaman subprime terjebak dalam keadaan kredit macet. Pada tahun 2007 beberapa pemberi pinjaman besar telah menyatakan kebangkrutan.
Masalah menyebar ke para investor besar yang telah menyerahkan sebagian besar uangnya untuk membeli sekuritas hipotek. Ketika terjadi permasalahan ini, mereka kehilangan hampir seluruh uangnya.
Selain itu terdapat instrumen keuangan lainnya yang terdampak krisis ini, yaitu credit default swaps, yang pada dasarnya dijual sebagai asuransi terhadap sekuritas berbasis hipotek. Instrumen ini kemudian dijual dalam bentuk sekuritas lain kepada pihak lain, yang memungkinkan para pedagang untuk berspekulasi tentang apakah nilai sekuritas hipotek akan naik atau turun dengan risiko besar.
ADVERTISEMENT
Semua pertaruhan dan instrumen keuangan ini menghasilkan jaringan yang sangat rumit. Sehingga ketika keadaan menjadi buruk, maka akan berdampak buruk pada hampir seluruh kegiatan perekonomian ini. Beberapa institusi keuangan besar menyatakan kebangkrutan. Lehman Brothers menjadi salah satu institusi keuangan besar yang menyatakan kebangkrutan.

Undang-Undang Dodd-Frank

Sumber: Freepik
Untuk mengatasi dampak krisis, Amerika Serikat memperkenalkan Undang-Undang Dodd-Frank pada tahun 2010. Undang-undang ini bertujuan untuk mengatur dan mengawasi sektor keuangan dengan lebih ketat dan mencegah bank-bank agar tidak mengambil risiko yang terlalu besar.
Dodd-Frank Act mewajibkan perdagangan derivatif keuangan dilakukan di bursa yang dapat diawasi oleh semua pelaku pasar, sambil menciptakan mekanisme agar bank-bank besar dapat gagal dalam kondisi yang dapat diprediksi dan terkendali.
ADVERTISEMENT

Kurangnya Intervensi Pemerintah dalam Pengelolaan Kredit Hipotek

Sumber: Freepik
Pemerintah kurang melakukan regulasi dan pengawasan yang memadai terhadap lembaga keuangan dan instrumen keuangan yang mengarah pada perburuan liar dan praktik yang tidak sehat. Pada saat itu, banyak orang berpikir bahwa pasar akan mengatur dirinya sendiri dan lembaga keuangan mampu mengawasi dirinya sendiri, seperti yang diperkirakan dalam pemikiran klasik.
Penurunan suku bunga yang terlalu rendah ini awalnya memang bertujuan baik untuk mendorong perekonomian yang sedang terpuruk. Namun, ternyata menjadi sebuah bumerang ketika permintaan hipotek meledak. Di mana kurangnya intervensi dari pemerintah dalam mengendalikan kredit hipotek dan kepercayaan yang terlalu besar pada "pasar yang mengatur dirinya sendiri" semakin memperburuk keadaan. Dalam situasi seperti ini, regulasi yang lebih ketat dan pengawasan pemerintah akan menjadi kunci untuk menghindari penyalahgunaan dalam sektor keuangan.
ADVERTISEMENT
Krisis Keuangan 2008 adalah hasil dari sejumlah faktor, termasuk tingkat suku bunga rendah, subprime hipotek, kredit macet, dan kurangnya intervensi pemerintah dalam mengelola kredit hipotek. Dampaknya meluas ke seluruh dunia, menyebabkan kehancuran ekonomi dan memaksa tindakan drastis untuk menghindari krisis serupa di masa depan. Dari krisis ini kita belajar bahwa pentingnya pengawasan yang ketat, pengaturan pasar yang efisien, dan pemahaman yang lebih baik tentang risiko dalam keuangan.