Saat Dunia Bawah Laut Spongebob Menjadi Nyata

Nafira Alfi Zaini Amrillah
Mahasiswa - Universitas Ahmad Dahlan - Magang di Kementrian ESDM - Gerilyawan
Konten dari Pengguna
26 Februari 2022 17:43 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Nafira Alfi Zaini Amrillah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Sumber: https://esmap.org/sites/default/files/Infographics/FPV-infographic-final.png
zoom-in-whitePerbesar
Sumber: https://esmap.org/sites/default/files/Infographics/FPV-infographic-final.png
ADVERTISEMENT
Siapa yang tidak mengenal Spongebob Squarepants, tokoh utama dari dunia bawah laut Bikini Bottom, film kartun hiburan sejuta anak yang tayang di televisi setiap pagi, siang, sore, dan malam di layar Global TV menemani tumbuh kembang para generasi milenial. Tak hanya serialnya, tayangan kartun dalam bentuk movie juga sering menghiasi layar kaca berbagai stasiun TV sebelah hingga jadi tontonan wajib pengantar tidur anak-anak lewat kanal Youtube.
ADVERTISEMENT
Mungkin seringkali terlintas hal-hal tidak logis yang ada pada dunia Bikini Bottom. Misalnya, kenapa “Karen” si istri komputer Plankton bisa hidup di bawah laut atau kenapa Patcrik Star bisa hidup di bawah batu sambil menyalakan televisi. Apakah sering terpikir dari mana sumber listrik di bawah laut untuk menghidupkan alat elektronik tersebut? Rasanya sangat tidak mungkin untuk menempatkan sumber-sumber energi di dalam laut, meski kita tahu bahwa kabel-kabel besar untuk mengalirkan listrik saat ini banyak terdapat di dasar laut (kabel laut).
Tapi ternyata perkembangan teknologi yang ada di dunia “memudahkan” warga Bikini Bottom untuk menghasilkan listrik mereka sendiri. Beberapa dekade belakangan ini negara-negara di dunia berlomba untuk memanfaatkan sumber energi alternatif secara maksimal untuk menjaga kestabilan sumber energi listrik di negaranya.
ADVERTISEMENT
Kini tidak perlu susah-susah mengalirkan listrik dari sumber di atas daratan, tapi di atas lautan juga sudah bisa dibangun sumber listrik dari energi baru terbarukan, salah satunya energi surya yang kini sudah banyak dijumpai terapung di atas perairan, yang disubut Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Terapung. Selain hemat lahan (yang seringkali menjadi permasalahan dengan penduduk sekitar), PLTS Terapung juga memberi pemandangan indah tersendiri bagi penikmat wisata di daerah laut/danau yang dipasangi Pembangkit Listrik Tenaga Surya.
Pembangkit ini merupakan suatu model PLTS terpusat yang dipasang di atas permukaan air laut, waduk atau perairan lainnya. Secara struktur sistem PLTS terapung (Floating Photovoltaic System) sama dengan PLTS biasanya (Ground Photovoltaic System) kecuali fondasi yang digunakan dalam panel surya sedikit berbeda karena konstruksinya tidak diletakkan di daratan melainkan di perairan sehingga berbeda dengan panel surya pada umumya, model panel surya terlihat seperti pada gambar berikut.
Sumber: https://pv-float.com/english/
Ada beberapa persyaratan khusus dalam membuat konstruksi PLTS Terapung yaitu :
ADVERTISEMENT
• Struktur floating yang diberi pemberat dan dikaitkan dengan ground.
• PV module dan DC system dipasang di floater
• Inverter dan komponen AC dipasang di platform.
• Menggunakan PV module dengan dual glass.
• Komponen harus mempunyai rating IP 67.
• Kemiringan biasanya fixed, sesuai dengan design floating platform.
• Floater biasanya terbuat dari Fiber Reinforced Plastic (RFP), Medium Density Polyethylene (MDPE), atau High Density Thermoplastic (HDPE).
Dari Bikini Bottom kita pindah ke Indonesia yuk. Indonesia dikaruniai sumber daya alam melimpah dengan sumber air yang melimpah dan hampir tersebar di seluruh wilayah. Begitu juga dengan matahari yang memiliki potensi terbesar di antara sumber energi alternatif lainnya di Indonesia yaitu mencapai 207,8 GW.
ADVERTISEMENT
Dengan kedua potensi tersebut, PLTS terapung mulai populer dan bahkan salah satu perusahaan berbasis renewable energy Abu Dhabi yaitu Masdar akan memasang PLTS apung sebesar 145 MW di Indonesia yang akan menjadi PLTS Terapung Pertama di Indonesia yaitu PLTS Terapung Cirata telah resmi dibangun dan menjadi yang terbesar di Asia Tenggara. PLTS apung tersebut termasuk dalam Proyek Percepatan Infrastruktur Ketenagalistrikan Pemerintah Republik Indonesia melalui PT. PLN (Persero) dengan tujuan mencapai target bauran Energi Baru Terbarukan sebesar 23% di tahun 2025. Nilai investasi proyek ini mencapai US$129 juta atau sekitar Rp1,8 triliun, dengan komposisi saham 51% oleh PT PJBI dan 49% Masdar.
PLTS Terapung sendiri dapat dibuat menggunakan dua jenis solar cell, yaitu Bifacial PV dan Monofacial PV. Namun begitu penggunaan Bifacial PV lebih direkomendasikan sebab panel surya bifacial ini diharapkan dapat menghasilkan energi yang lebih besar karena memiliki dua sisi sel surya yang dapat menerima sinar matahari. Sisi depan panel surya sinar matahari dari pantulan di permukaan air tersebut.
ADVERTISEMENT
Memang, kontruksinya tidak akan semudah apa yang disampaikan. Pembelajaran juga terus dilakukan agar pembangkit energi terbarukan juga semakin andal ke depan, bisa menjadi tulang punggung ketenagalistrikan di Indonesia sehingga tidak lagi harus bergantung pada sumber-sumber energi fosil yang kini semakin langka dan juga tidak ramah lingkungan.
Jadi, kalau suatu saat terjadi krisis listrik di Bikini Bottom, mereka cukup belajar ke Indonesia bagaimana cara untuk membangun PLTS Terapung, sehingga bisa menjamin listrik di Bikini Bottom terjamin sepanjang tahun, dengan sumber yang tersedia dari matahari yang bersinar setiap harinya.