Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Mezra E Pellandou Sastrawan Mungil Indonesia
4 September 2017 9:30 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:15 WIB
Tulisan dari Ullank YA tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Tujuh belas tahun saya aktif memburu karya karya sastra Mezra E Pellandou.
ADVERTISEMENT
Tujuh belas tahun itu juga dia membawaku hanyut dalam imajinasi. Dari tujuh puluh tujuh kali tanpa bosan membaca naskah "Manusia Manusia Jendela". Hingga tujuh puluh tujuh kali saya mendapatkan ciuman hayalan dalam "Menjahit Gelombang" yang akhirnya menginpirasiku mengarungi selat Pukuafu untuk mengunjungi pulau Rote di ujung selatan Indonesia. Berharap bisa melihat langsung manusia manusia perahu di pantai Nemberalla yang terkenal itu. Apa yang ada dalam otak Mezra, yang membuat dirinya hebat? Apa yang bisa aku lakukan jika ingin seperti dia? Apa resep ide dan imajinasi melalui jari jari mungilnya selalu menghasilkan karya yang melenggang ke luar negeri. Setelah 17 tahun, akhirnya agustus 2017 kemarin. Kurang tujuh menit pukul satu malam dini hari. Bunda Mezra E Pellandou telah memerdekan diriku. Yah, 17 tahun di ibaratkan sebuah dendam, rinduku terbayar lunas. Subuh itu, aku di kagetkan dengan bunyi dering massenger yang sudah berisi kata dan kalimat yang menyapaku : Biasa saya terjaga jam segini, membaca atau mengetik sebentar dan membalas beberapa email. Maaf baru membalas WA mu saudara. Terima kasih. Semoga bisa berjumpa. Ini adalah kalimat pertama yang kudapatkan dari Sastrawan Indonesia ini, diantara seribu karya prosa yang telah dihasilkannya.
ADVERTISEMENT
Malam itu kembali asyik menghabiskan kata demi kata di salah satu halaman Majalah Sastra Horison terbitan 2006. Telah usang, namun saya tidak pernah bosan untuk terus membacanya : "Manusia Manusia Jendela" Karya Mezra E Pellandou. Seakan tidak pernah berhenti untuk menarik jiwa keingintahuanku akan sejarah sebenarnya. Sudah tujuh puluh tujuh kali saya membacanya. Meski, selama itu saya membaca, tetap saja yang namanya rasa penasaran akan kebenaran dan fakta ini hanya cerita fiksi semata atau nyata? bisa juga penulis hanya menyelipkan sejarah-sejarah nyata, entah sebagai bumbu penyedap atau penulis sebenarnya ingin menyampaikan tentang sejarah Indonesia dan Timor Leste. Saat itu, di tengah kecamuk gejolak politik. Mezra mengupas tentang luka saudara saudaranya yang hidup di perbatasan. Menghidupkan tokoh - tokoh imajinasinya. Namun satu adegan yang sampai hari ini selalu membuatku meneteskan air mata. Kenapa mesti peluru Aurea Baptisto yang menembus jantung Ines? kenapa harus anak yang mengakhiri hidup ibunya? Hanya sang penulislah yang tahu.
ADVERTISEMENT
Ternyata usaha melacak jejak Mezra E Pellandou tidak segampang mendapatkan karya sastranya. 17 Tahun bukan waktu yang sedikit untuk mencari jejaknya. Meski hasil karyanya hidup dan menggeliat serta mewarnai perkembangan dunia sastra Nusantara, tidak hanya di Indonesia namun juga ke berbagai belahan dunia. Namun harus di akui sangat susah menemukan jejaknya. Kendala utama yang kuhadapi adalah tidak adanya berita atau tulisan yang memuat profilnya sebagai referensi. Inilah yang menurutku sangat miris dalam dunia sastra Indonesia, Sastrawan Nusantara kurang terpublikasi dengan baik, Setelah melalui proses penelusuran yang panjang dan agak rumit terhadap sejumlah data dan informasi yang ada, akhirnya saya menemukan profil Mezra di media pos kupang, satu-satunya referensi yang saya dapatkan. Padahal hasil karya Mezra bukan hanya milik NTT saja, dia milik Indonesia, yang seharusnya terjaga dan diberi ruang untuk berkreasi dan dikenal secara luas.
ADVERTISEMENT
Nama Mezra E Pellondou. Perempuan Kelahiran Kupang 21 Oktober 1969 ini sudah tidak asing bagi penikmat sastra. Sebagai guru Bahasa Indonesia. Ibu dari dua anak lelaki dan seorang putri cantik ini tidak berhenti menuntaskan hasratnya dalam menggali kebudayaan NTT. Minat berurusan dengan kecenderungan hati yang tinggi terhadap sesuatu yang muncul dalam bentuk gairah, keinginan dan kesenangan dalam mengeluarkan karya karya imajinasinya telah menghasilkan beragam judul novel, puisi, cerpen dan Film. (Bersambung)