Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Konten dari Pengguna
Bromo dan Budaya Tengger: Harmoni Antara Manusia, Alam, dan Tradisi
24 November 2024 14:52 WIB
·
waktu baca 3 menitTulisan dari vivi naifah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Kawasan Bromo bukan hanya terkenal karena pemandangannya yang menakjubkan, tetapi juga sebagai tempat di mana tradisi, bahasa, dan budaya bertahan di tengah gempuran modernitas. Masyarakat Tengger yang telah mendiami dataran tinggi ini selama ratusan tahun terus menjaga warisan budaya mereka dengan penuh kebanggaan. Namun, tantangan zaman modern yang datang dengan kemajuan teknologi dan pariwisata massal mengancam kelestarian budaya yang sudah ada sejak lama.
ADVERTISEMENT
Tengger, sebuah komunitas yang kini tersebar di sekitar kawasan Bromo, punya cara hidup yang sangat erat kaitannya dengan alam. Bukan hanya karena mereka hidup di dataran tinggi, tetapi lebih dari itu, alam dan bahasa mereka saling berkaitan, tak bisa dipisahkan. Bahasa Tengger yang berasal dari bahasa Jawa Kuno memiliki banyak kata yang secara langsung terhubung dengan alam sekitar, seperti istilah untuk angin, cuaca, atau bahkan jenis-jenis rumput yang tumbuh di sana. Seolah, mereka berbicara langsung dengan alam, dan alam pun menjawab dengan cara yang sangat berbeda.
Namun, meski pesona alam Bromo selalu berhasil memikat wisatawan, tantangan terbesar bagi masyarakat Tengger adalah bagaimana menjaga warisan budaya mereka di tengah derasnya arus modernitas. Semakin banyaknya pendatang yang datang untuk menikmati keindahan Bromo, serta generasi muda yang mulai meninggalkan kampung halaman untuk mencari kehidupan di kota, menjadi ancaman tersendiri bagi kelestarian bahasa dan tradisi mereka.
ADVERTISEMENT
Namun, di balik tantangan tersebut, ada sedikit harapan. Ada mereka yang tetap gigih melestarikan budaya ini, bahkan jika itu berarti berjalan beriringan dengan dunia yang semakin modern. Mereka masih mengajarkan bahasa Tengger pada anak-anak mereka, di tengah hingar bingar perkembangan zaman. Sebagian bahkan menanamkan pentingnya menjaga tradisi lewat upacara Yadnya Kasada atau ritual tahunan yang menggabungkan doa dan persembahan kepada Dewa Roro Anteng dan Joko Seger, yang konon menjadi leluhur mereka. Dalam upacara ini, masyarakat Tengger tak hanya berdoa untuk panen yang melimpah, tetapi juga untuk menjaga kedamaian dan keharmonisan antara manusia, alam, dan Tuhan.
Savana Bromo, yang sering disebut sebagai "Bukit Teletubbies," juga memiliki peran penting dalam kehidupan masyarakat Tengger. Tempat ini bukan hanya hamparan hijau yang indah, tetapi juga menjadi ruang berkumpul, menggembalakan ternak, atau bahkan berbagi cerita. Cerita-cerita yang dibagikan sering kali berkisar pada mitos atau legenda tentang asal-usul Bromo. Masyarakat Tengger percaya bahwa kawah Bromo adalah tempat suci, rumah bagi dewa-dewa yang menjaga keseimbangan alam. Cerita ini terus diceritakan dari generasi ke generasi, menjadi cara untuk menjaga hubungan spiritual mereka dengan alam.
ADVERTISEMENT
Namun, tidak dapat dipungkiri bahwa pariwisata juga membawa dampak negatif. Sampah plastik, kerusakan ekosistem, dan perilaku wisatawan yang kurang menghormati adat sering menjadi masalah di kawasan ini. Oleh karena itu, komunitas lokal bekerja sama dengan pemerintah untuk mengelola pariwisata agar lebih ramah lingkungan dan berkelanjutan.
kesimpulan
Bromo bukan sekadar destinasi wisata, tetapi sebuah panggung bagi budaya dan bahasa yang terus dijaga meski dunia berubah. Bahasa Tengger yang tetap hidup di tengah derasnya arus modernisasi adalah simbol dari kekuatan tradisi dan koneksi manusia dengan alam. Keberhasilan masyarakat Tengger dalam mempertahankan identitas mereka di era global ini menjadi contoh bahwa tradisi dan modernitas bisa berjalan berdampingan, asalkan ada upaya yang sungguh-sungguh untuk melestarikannya.
ADVERTISEMENT