Zulkifli Nurdin, Zumi Zola dan Politik Dinasti di Jambi

Naik Ketek
Mengarungi Sungai Literasi Negeri Jambe
Konten dari Pengguna
4 Februari 2018 4:59 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Naik Ketek tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Zulkifli Nurdin, Zumi Zola dan Politik Dinasti di Jambi
zoom-in-whitePerbesar
ADVERTISEMENT
Woy, nak nengok rapor kau,” itu kata temanku, Ridwan. Saat itu, kami berdua baru saja naik dari kelas empat ke kelas lima setelah kami memastikan hasil rapor kami tak jelek-jelek amat.
ADVERTISEMENT
Mengapa Ridwan ingin melihat raporku? Ya, karena kami masih SD. Dia ingin tahu nama orangtuaku, dan nama orangtua adalah bahan hinaan paling menggembirakan saat SD dan salah satu cara untuk mengetahui nama orangtuaku ya, dari buku rapor ini.
Tentu saja, aku menolak tawarannya itu. Dan ketika aku menolak, Ridwan kemudian berkata.
Kau nak tahu dak, namo bapak aku siapo?” Aku kebingungan. Maksudku, apa maksudnya ia ingin memberi tahuku siapa nama ayahnya? Apa dia tak takut aku mengabarkan hingga satu kelas bahkan hingga ke kelas tetangga nama ayahnya siapa? Ini, jelas sesuatu yang aneh.
Namo bapak aku,” kata Ridwan. Kala mengatakannya, wajah Ridwan begitu menyebalkan. Aku memandanginya dengan keheranan. “…adalah Zulkifli. Iyo, macak gubernur tu na.”
ADVERTISEMENT
Setelah ia menjelaskan, aku baru paham maksudnya. Ridwan menyamakan ayahnya, yang bernama Zulkifli, dengan Zulkifli lainnya yang menjadi Gubernur Jambi. Zulkifli Nurdin, Gubernur Jambi yang dikenang bak pahlawan oleh siapapun yang pernah hidup atau memutuskan untuk tinggal di Jambi.
Seorang yang kemudian berhasil menikahi Ratu Munawwaroh. Lalu dari pernikahan itu, lahirlah dua orang anak. Salah satunya, seorang kini menjabat sebagai Gubernur Jambi: Zumi Zola.
Zulkifli Nurdin adalah Jambi dan Jambi adalah Zulkifli Nurdin
Orang macam Ridwan di Jambi tak hanya satu orang. Terlampau banyak orang di Jambi yang mengidolakan Zulkifli dan keluarganya sehingga sepuluh jari tangan dan jari kakimu takkan cukup untuk menghitungnya.
Zul – panggilan Zulkifli – sebelum jadi Gubernur Jambi, memang sudah terkenal sedari kecil. Ia anak Nurdin Hamzah, seorang pengusaha legendaris yang tak hanya punya jaringan yang sangat luas. Namun, juga dihormati karena sikapnya yang pemurah. Di masa jayanya, ia kerapkali memberikan santunan kepada mereka yang tak mampu.
ADVERTISEMENT
Adapun, citra Nurdin sendiri menurun dengan baik pada Zulkifli.
Di Jambi, ia turut serta dalam beberapa organisasi profesi semaca Kadin (Kamar Dagang dan Industri) Provinsi Jambi dan Gapensi (Gabungan Penguasaha Seluruh Indonesia) dan ia memiliki posisi yang strategis saat itu. Di tengah kesibukannya sebagai pengusaha, ia masih rajin bersedekah dan datang ke kampung-kampung bertemu dengan masyarakat. Serta, ia juga sosok yang religius. Tak jarang ia muncul di acara keagamaan.
Kombinasi maut itu membuahkan sebuah ilusi di benak pikiran masyarakat Jambi kebanyakan. Zulkifli adalah Jambi dan Jambi adalah Zulkifli. Formula maut itu membuat jalannya mulus ketika ia memutuskan untuk terjun ke dunia politik pada 1996.
Zulkifli Nurdin, Zumi Zola dan Politik Dinasti di Jambi (1)
zoom-in-whitePerbesar
Pada 1996, Zulkifli bergabung dengan Partai Golongan Karya (Golkar). Dan, kala ia bergabung, ia langsung diberi jabatan strategis. Ia langsung dinobatkan menjadi Bendahara Partai Golkar. Kemudian, pada 1998, saat reformasi terjadi dan saat peta politik dan ekonomi berubah drastis di Jambi, ia memilih pindah ke Partai Amanat Nasional (PAN).
ADVERTISEMENT
Sama seperti di Golkar, ia langsung diberi jabatan strategis. Ia ditunjuk sebagai Ketua Dewan Pimpinan Wilayah (PDW) PAN. Pada 1999 mencalonkan diri sebagai Anggota DPR RI tahun 1999, dan terpilih. Sebelum pada akhirnya memilih langkah nekat untuk mencalonkan diri sebagai Gubernur Jambi di tahun yang sama.
Akan tetapi, kenekatannya ini berbuah hasil yang positif baginya. Ia, dengan nama-nama seperti Hasip Kalimudin Syam dan Ramlie Jalil yang lebih mapan dan matang dalam pengalamannya berpolitik di Jambi sebagai saingan, berhasil menjadi pemenang. Pada 1999, ia dilantik menjadi Gubernur Jambi.
Meski mulanya diragukan, namun pada akhirnya Zulkifli berhasil meyakinkan semua orang bahwa Jambi akan baik-baik saja di tangannya. Bahkan, Melvin Perjuangan Hutabarat, dalam tesisnya di Universitas Indonesia berjudul “Fenomena ‘Orang Kuat Lokal’ di Indonesia Era Desentralisasi”, menjelaskan bahwa Zulkifli berhasil membangun tim politik impian yang tidak punya lawannya.
ADVERTISEMENT
Mulai dari menguasai PAN, menarik aktivis gerakan 98 untuk menjadi staff pribadinya, merangkul hampir seluruh perwakilan etnis yang ada di Jambi, menempatkan sanak famili dan orang terdekatnya di jabatan strategis, hingga merangkul pers di Jambi.
Sehingga jangan heran, ketika pada 2005, Zulkifli kembali terpilih menjadi Gubernur Jambi dengan angka yang begitu mencolok. Ia menjadi gubernur dengan jumlah pemilih di Jambi dengan persentase di atas 70%.
Tentu saja, sama seperti politik di daerah lainnya, dalam politik Jambi juga ada pihak oposisi. Syarif Hidayat, dalam jurnalnya berjudul “Bisnis dan Politik dalam Penyelenggaraan Pemerintah Daerah Pasca Pilkada” menjelaskan bahwa kelompok oposisi begitu mengecam tindakan Zulkifli karena begitu dekat dengan korporasi.
Adapun, ini bisa dilihat dari tiga hal. Persatuan Petani Jambi (PPJ) merupakan organisasi paling vokal di Jambi perihal bagaimana konflik agrarian selalu menjadikan pihak mereka sebagai pihak yang selalu dirugikan.
ADVERTISEMENT
Misalnya, dalam kasus petani di Tanjung Jabung Timur, Jambi melawan Sinar Mas Group (SMG). SMG kemudian mengalhifungsikan status Area Pengguna Lain (APL) menjadi Hutan Tanaman Industri (HTI).
Alhasil, dengan pengubahan status ini, petani kehilangan lahan karena lahan yang harusnya bisa digunakan untuk publik, kini telah menjadi milik korporasi. Sialnya bagi para petani, Zulkifli tak memilih untuk memihak dengan PPJ.
Berikutnya, ada Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (SBSI) yang tak kalah berisiknya dengan PPJ. SBSI mengeluhkan bagaimana kesejahteraan buruh tak jua tercipta di Jambi.
Data dari Dinas Sosial Tenagakerja dan Transmigrasi mengungkapkan bahwa Upah Minimum (UMP) Provinsi Jambi dari 2009 ke 2010 hanya naik dari 800 ribu rupiah menjadi 900 ribu rupiah saja. Buruh, yang kebanyakan bekerja di bidang pertanian, punya beban yang berat dan digaji serendah itu. Ini, belum menyinggung soal status buruh yang kebanyakan dipekerjakan dengan status buruh kontrak.
ADVERTISEMENT
Terakhir, ada indikasi korupsi yang dilakukan oleh Zulkifli. Chalik Saleh, mantan Sekretaris Daerah Provinsi Jambi, menyebut berkali-kali nama Zulkifli dalam persidangan kasus pembangunan Waterboom di Pal Merah, Jambi. Zulkifli dibakarkan menerima uang 2 milyar rupiah dari Sudiro Lesmana, penguasa kaya raya di Jambi.
Selain soal waterboom, ada juga soal Mes Jambi di Jakarta, renovasi Kantor Gubernur, hingga pembangunan Jembatan Batanghari 2.
Namun, gema dari gaung oposisi tak pernah berdampak signifikan dengan opini publik. Orang-orang Jambi lebih memilih tak mendengar, atau justru, suara oposisi selalu terdistorsi dengan berbagai hal.
Dalam kasus pertanian, selain mencari ahli pelobi yang dapat memenangkan kasus ini, Zulkifli berusaha mendekati Irwansyah. Dalam jurnal Hidayat, disebutkan bahwa ada seorang buruh yang mengabarkan bahwa mereka mengamati perilaku Irwansyah yang kerapkali melakukan pertemuan rahasia di Jakarta dengan Zulkifli. Ini, membuat perpecahan dalam tubuh PPJ sendiri.
ADVERTISEMENT
Dalam kasus buruh, opini soal buruh tak pernah menjadi tajuk utama dari berbagai partai politik. Sehingga ini yang membuat perjuangan mereka terasa sangat berat. Di sisi lain, ada ancama pemecatan andaikata ketahuan ada buruh yang memberontak.
Terakhir, untuk urusan korupsi, Zulkifli tak terbukti bersalah. Selain Chalik, nyaris tidak ada orang lain lagi yang berani menyuarakan nada yang serupa.
Zul bilang bahwa uang tersebut sudah ia kembalikan kepada Sudiro. Dan kasus-kasus lainnya? Tak pernah terbukti bahwa ia bersalah. Hanya ada spekulasi bahwa koneksi Zul lah berhasil membuat ia tak bersalah. Semua masih simpang siur hingga sekarang.
Dan selain tiga cara itu, Zulkifli berhasil menjadikan organisasi seperti Pemuda Pancasila menjadi tameng terhadap organisasinya.
ADVERTISEMENT
Dalam laporan Melvin, ia juga sempat mewawancarai seorang jurnalis yang bekerja di Jambi dan berurusan dengan Zulkifli. Saat itu, ia sempat diculik selama empat jam dan diintrogasi perihal ini dan itu oleh orang-orang Pemuda Pancasila.
Dengan kondisi seperti ini, Zulkifli begitu kebal dengan kritik. Adapun, ini membuahkan politik dinasti yang dapat dirasakan dengan kuat oleh masyarakat Jambi. Bahkan, setelah ia turun jabatan pada 2010 karena sudah dua periode lamanya ia menjadi gubernur.
Ratu Munawwaroh, istri Zulkifli, tak perlu susah payah untuk menjadi anggota DPR RI pada tahun 2009. Hazrin Nurdin yang kemudian menjadi Ketua DPW PAN Provinsi Jambi setelah ia turun takhta pada 2010. Hingga Zumi Zola yang berhasil menjadi Bupati Tanjung Jabung Timur. Sebelum pada akhirnya menjadi Gubernur Jambi pada 2015.
ADVERTISEMENT
Saat Zumi Zola Mengenakan Sepatu Ayahnya, dan Kecewa Setelahnya
Sesungguhnya, Hasan Basri Agus punya modal untuk menjadi Gubernur Jambi selama dua periode. Ia menjadi Gubernur Jambi pada 2010, dan itu berarti, ia bisa punya kans untuk menjadi pembeda dari Zulkifli.
Akan tetapi, HBA – panggilan Hasan – gagal membangun ekonomi kerakyatan yang ia canangkan sendiri. Selama lima tahun ia menjadi gubernur, Jambi begitu-begitu saja. Perubahan mencolok dari Jambi hanya Bandara Sultan Thaha yang jauh lebih megah dan menara Gentala Arrasy beserta jembatan penyeberangan yang mengubungkan Jambi dan Seberang Kota Jambi.
Sehingga, ketika Zumi Zola mencalonkan diri menjadi Gubernur Jambi pada 2012, semua orang di Jambi merayakannya dengan suka cita. Padahal, pada saat ia menjadi Bupati, Zumi masih dibimbing oleh Zulkifi. Serta, HBA telah didukung oleh tujuh Bupati yang ada di Jambi.
ADVERTISEMENT
Satu hal yang berhasil ditawarkan Zumi kepada masyarakat Jambi: mimpi.
Zulkifli Nurdin, Zumi Zola dan Politik Dinasti di Jambi (2)
zoom-in-whitePerbesar
Munculnya ia ke ranah politik Jambi seperti reinkarnasi dari sosok ayahnya sendiri, Zulkifli Nurdin, di politik Jambi. Seorang yang hingga saat ini masih dicinta dan begitu dikenang. Orang-orang melihat banyak kemiripan antara Zumi dan ayahnya.
Mulai dari hal remeh-temeh seperti parasnya yang tampan. Tutur bicaranya santun. Religius dan sering muncul dalam acara budaya dan keagamaan. Hinga soal kekuatan finansial hingga koneksi yang luas.
Hal ini membuat Jambi demam Zumi selama bertahun-tahun. Bahkan, hingga menghadirkan komunitas seperti Kelompok Pengagum Zumi Zola (KPZZ) yang berlokasi di Jelutung, Kota Jambi.
Pada akhirnya, Zumi menang dengan selisih 18% suara dari HBA pada 2015.
Setelah dilantik pada 2016, sesungguhnya, tak banyak berubah dengan Jambi.
ADVERTISEMENT
Jambi tetap punya masalah dengan keberpihakan korporasi dengan buruh. Dan situasi ini, sebenarnya tak menjadi masalah bagi Jambi. Orang-orang senang saja dengan Zumi karena mereka melihat Zulkifli di wajah Zumi dan orang-orang Jambi merasa bahwa perubahan perlu sebuah proses.
Akan tetapi, kasus korupsi RAPBD Jambi 2018, yang menyeret Zumi juga, membuat fantasi itu hancur.
Mengetahui rumah dinas Zumi diperiksa KPK dan ia menjadi tersangka merupakan perasaan remuk redam yang dirasakan seluruh satu Jambi. Dan saat ini, orang-orang Jambi hanya bisa berdoa bahwa sang Gubernur tak terbukti bersalah agar mereka bisa kembali bermimpi.