Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Mengenal Tradisi Unik Jepang: Hatsu Tanjou
30 Maret 2023 10:36 WIB
Tulisan dari Naila Putri tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Budaya ialah suatu keseluruhan yang kompleks meliputi kepercayaan, kesusilaan, seni, adat istiadat, hukum, kesanggupan, dan kebiasaan lainnya yang sering dipelajari oleh manusia sebagai bagian dari masyarakat (E.B Taylor, 1871)
ADVERTISEMENT
Jepang, negara yang terkenal akan bunga sakuranya ini menjadi salah satu negara yang memiliki ciri khas pada budayanya. Budaya Jepang saat ini sering menjadi perbincangan di kalangan masyarakat di dunia, budayanya yang unik menjadi salah satu daya tarik dari negara kepulauan yang berada di timur laut Samudera Pasifik itu.
ADVERTISEMENT
Sejak awal abad 19, Jepang mulai muncul sebagai negara dengan masyarakat yang maju dan modern. Hal tersebut juga sejalan dengan budaya mereka yang telah berlangsung sejak lama, masyarakat Jepang terus mewariskan keterampilan, seni, tradisi, dan ritual secara turun - temurun dari generasi ke generasi.
Salah satu tradisi unik yang ada di Jepang adalah perayaan ulang tahun pertama atau disebut Hatsu Tanjou (初誕生). Mengapa harus ulang tahun pertama? Pada masa Perang Dunia kedua, bayi di Jepang banyak sekali yang meninggal sebelum mencapai usia satu tahun, entah karena sakit, kelainan, atau pun faktor eksternal lain. Awal mula terciptanya perayaan ini adalah sebagai bentuk rasa syukur karena bayi atau anak di Jepang berhasil menginjak usia satu tahun.
ADVERTISEMENT
Perayaan ini dirayakan untuk mendoakan dan meramal masa depan sang anak, diikuti dengan beberapa rangkaian prosesi yang memiliki makna dan tujuan tersendiri. Ada dua prosesi atau tradisi utama dalam perayaan hatsu tanjou, yaitu isshou mochi dan erabitori.
1. Isshou Mochi
Isshou mochi dapat diartikan mochi/kue beras pertama dalam bahasa Indonesia. Alasan mengapa harus menggunakan kue beras/mochi adalah karena di Jepang mochi merupakan bagian penting dalam budaya Jepang dan banyak digunakan dalam perayaan dan tradisi, seperti tahun baru dan hinamatsuri.
Dalam prosesi ini, anak diminta untuk membawa kue beras seberat 2 kg di hari ulang tahun pertamanya, bisa dengan menggendong atau menginjaknya. Tradisi ini tidak harus dilakukan pada hari ulang tahun si anak, tradisi ini dapat dilakukan seminggu sebelum atau setelah ulang tahun.
ADVERTISEMENT
Isshou dalam isshou mochi adalah satuan takaran. Isshou atau satu shou merupakan satuan takaran Jepang untuk menakar nasi atau sake, satu shou sama dengan 1,8 kg. Oleh sebab itu, kue beras yang digunakan merupakan kue beras spesial (tanjou mochi) yang dibuat dengan takaran pas satu shou atau 1,8 kg beras ketan.
Bentuk kue beras yang bulat dan pipih melambangkan hidup anak yang harmonis dan bahagia. Saat memilih kue beras untuk digendong di punggung, berat kue beras yang terlalu berat untuk anak usia satu tahun, menggendongnya melambangkan bahwa anak itu kelak mampu berdiri dengan kakinya sendiri dan mandiri dalam hidup.
Namun, saat ini beberapa orang tua tidak tega dan memilih cara menginjak kue beras sebagai gantinya. Menginjak kue beras atau yang disebut fumi mochi. Tindakan ini melambangkan hidup yang panjang, karena memiliki kaki yang kuat akan membawa seseorang sepanjang hidup.
Variasi Daerah
ADVERTISEMENT
Setiap daerah memiliki tradisi isshou mochi yang berbeda - beda. Berikut tradisi isshou mochi di beberapa wilayah Jepang.
Di Hokkaido, anak berusia satu tahun menggendong kue beras yang telah dimasukkan ke dalam furoshiki, kain khusus yang digunakan untuk mengangkut barang, lalu membawanya sambil berdiri dan berjalan.
Di Hokuriku, tradisi ini melibatkan anak berusia satu tahun yang membawa kue beras di punggungnya. Dalam beberapa kasus, ada juga orang tua yang melempar atau memukul anak - anak mereka dengan kue beras.
Mirip seperti di Hokkaido, anak - anak membawa kue beras dalam furoshiki. Di beberapa daerah, orang tua dengan sengaja membuat anak terjatuh karena dipercaya anak tersebut akan terpisah dari keluarga jika berjalan terlalu dini dan dinilai dapat menghilangkan hal buruk.
ADVERTISEMENT
Penduduk Choguku menjalankan tradisi ini sama seperti penduduk Kanto dan Hokkaido. Namun, setelah acara isshou mochi, anak - anak juga melakukan erabitori.
Berbeda dengan beberapa daerah lainnya, di Kyushu sang anak harus menginjak kue beras dengan menggunakan sandal jerami anyaman yang disebut waraji. Berbeda juga dengan daerah lain yang membiarkan anaknya berjalan sendiri, di Kyushu orang tua boleh membimbing sang anak saat berjalan di atas kue beras.
2. Erabitori
Erabitori diambil dari dua kata bahasa Jepang, yaitu erabu yang berarti memilih dan tori yang berarti mengambil. Dalam prosesi ini, anak berusia satu tahun diminta mengambil dan memilih barang yang sudah disiapkan oleh orang tua mereka.
Erabitori diyakini dapat meramalkan masa depan dan bakat sang anak berdasarkan barang - barang yang terpampang di depannya. Misalnya, benda pertama yang disentuh anak akan memprediksi kepribadian mereka, sedangkan yang kedua akan memprediksi karir masa depan mereka. Pada umumnya, barang yang digunakan akan didiskusikan terlebih dulu bersama keluarga sebelum melakukan erabitori.
ADVERTISEMENT
Beberapa barang yang umum digunakan untuk erabitori, ada gunting, kamus, kalkulator, dan lain - lain, yang memiliki maknanya masing - masing.
Masih banyak lagi barang - barang lain yang bisa digunakan saat erabitori, tetapi kembali lagi di awal bahwa hal ini bergantung pada keluarga masing - masing. Namun seiring perkembangan zaman, baru-baru ini banyak yang menggunakan kartu sebagai pengganti objek, selain aman untuk anak - anak, kartu erabitori mudah ditemukan.
ADVERTISEMENT
Terlepas dari ramalan masa depan atau profesi anak kedepannya, hatsu tanjou memiliki makna yang baik. Orang tua mengharapkan agar anak mereka bisa tumbuh sehat, kuat, dan bisa berbakti kepada kedua orang tua, juga diberkahi oleh Tuhan disepanjang hidup dan rejeki yang cukup. Walaupun terbilang tradisi yang cukup lama, namun sampai saat ini masih banyak masyarakat Jepang yang melakukan tradisi ini, diharapkan juga tidak tergerus oleh waktu dan tetap dilestarikan secara turun - temurun.