Konten dari Pengguna

Khitan Perempuan: Antara Agama, Budaya, dan Hak Asasi Manusia

Naila Isthofani L
Mahasiswi Universitas Brawijaya Jurusan Sosiologi
17 Desember 2024 15:20 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Naila Isthofani L tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Sumber: Freepik.com
zoom-in-whitePerbesar
Sumber: Freepik.com
ADVERTISEMENT
Praktik khitan perempuan, atau Female Genital Mutilation (FGM), masih menjadi bagian dari tradisi di beberapa negara, termasuk Indonesia. Di tengah keberlangsungan tradisi ini, muncul perdebatan sengit terkait dampak kesehatan, hak asasi perempuan, dan pengaruh agama yang melestarikannya.
ADVERTISEMENT
Di Indonesia, khitan perempuan dipandang sebagai tradisi yang memiliki makna budaya dan agama mendalam. Praktik ini sering kali dianggap sebagai kewajiban religius dan tanda kesucian, serta dilakukan dalam upacara peralihan kehidupan seorang perempuan. Beberapa komunitas percaya bahwa khitan perempuan dapat mengontrol perilaku seksual, menjaga kesuburan, dan memastikan kelancaran persalinan.
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1636/Menkes/PER/XII/2010, khitan perempuan didefinisikan sebagai tindakan menggores kulit yang menutupi bagian depan klitoris tanpa melukainya. Tradisi ini dipandang sebagai bagian dari identitas sosial yang diwariskan secara turun-temurun. Namun, globalisasi dan meningkatnya kesadaran akan hak anak menimbulkan pertanyaan tentang relevansi praktik ini.
Dalam konteks agama, praktik khitan perempuan seringkali dikaitkan dengan ajaran Islam. Majelis Ulama Indonesia (MUI) melalui Fatwa Nomor 9A Tahun 2008 menegaskan bahwa khitan, baik bagi laki-laki maupun perempuan, merupakan fitrah dan syiar Islam. Namun, banyak pihak mempertanyakan apakah praktik ini sesuai dengan prinsip hak asasi manusia, yang menuntut penghormatan terhadap tubuh individu tanpa adanya paksaan atau trauma fisik.
ADVERTISEMENT
Di banyak daerah, khitan perempuan juga dianggap sebagai cara untuk menjaga moralitas dan kehormatan perempuan. Proses ini mencerminkan nilai-nilai budaya patriarki yang mengikat perempuan dalam norma sosial tertentu. Secara sosiologis, praktik ini dapat dilihat melalui teori konstruksi sosial, di mana budaya dan norma terbentuk melalui interaksi sosial dan diwariskan secara kolektif.
Organisasi seperti WHO dan UNICEF menganggap FGM sebagai pelanggaran hak anak dan kesehatan perempuan. Praktik ini dapat menyebabkan cedera fisik serius, infeksi, serta dampak psikologis jangka panjang. Dalam resolusi internasional, PBB menargetkan penghapusan FGM pada tahun 2030, dengan memperingati 6 Februari sebagai Hari Tanpa FGM Se-Dunia untuk meningkatkan kesadaran akan dampak negatif praktik ini.
Praktik khitan perempuan mencerminkan ketegangan antara nilai-nilai tradisional dan tuntutan modern untuk melindungi hak individu. Di satu sisi, budaya dan agama memainkan peran besar dalam melestarikan praktik ini. Di sisi lain, advokasi internasional menyoroti dampak negatif terhadap kesehatan dan kesejahteraan perempuan.
ADVERTISEMENT
Meski tradisi ini masih bertahan di berbagai komunitas, dampak buruk FGM, seperti infeksi dan trauma psikologis, menjadi alasan utama untuk meninjau ulang praktik ini. Langkah untuk menghapus FGM menjadi tantangan besar, terutama di negara-negara seperti Indonesia, di mana tradisi dan agama memiliki pengaruh kuat dalam kehidupan masyarakat.
Perdebatan tentang khitan perempuan menyoroti benturan antara nilai-nilai budaya dan agama dengan perlindungan hak perempuan dan anak dalam masyarakat modern. Dengan semakin kuatnya advokasi internasional, diperlukan perubahan sosial yang lebih mendalam untuk melindungi hak perempuan dan anak dari dampak negatif praktik ini.
DAFTAR PUSTAKA
Fatmawati, & Demartoto, A. (2017). Konstruksi Sosial atas Praktik Khitan Perempuan di Kelurahan Kreo Selatan Kecamatan Larangan Kota Tangerang. Jurnal Sosiologi DILEMA, 32(1).
ADVERTISEMENT
Fatwa Majelis Ulama Indonesia Nomor 9A Tahun (2008). Tentang Hukum Pelarangan Khitan Terhadap Perempuan.
Hikamlisa, H., & Iballa, D. K. M. (2022). Perspektif Kesetaraan dan Keadilan Gender Husein Muhammad dalam Silang Pendapat Khitan Perempuan. Wahana Islamika: Jurnal Studi Keislaman, 8(1).
Peraturan Menteri No 1636 Tahun (2010). Tentang Sunat Perempuan. Jakarta: Kementerian Kesehatan.
Sulistyawati, F., & Hakim, A. (2022). Sunat Perempuan di Indonesia: Potret terhadap Praktik Female Genital Mutilation (FGM). Jurnal Hawa: Studi Pengarus Utamaan Gender dan Anak, 4(1).

Khitan Perempuan, Female Genital Mutilation (FGM), Tradisi Budaya, Hak Asasi Perempuan, Hak anak, Kesehatan Reproduksi, Kontroversi Agama, Norma sosial, Konstruksi sosial.