news-card-video
13 Ramadhan 1446 HKamis, 13 Maret 2025
Jakarta
chevron-down
imsak04:10
subuh04:25
terbit05:30
dzuhur11:30
ashar14:45
maghrib17:30
isya18:45
Konten dari Pengguna

Analisis Pemikiran Al Maqrizi Tentang Inflasi dan Peristiwa Ekonomi Indonesia

Naira Inayah
Mahasiswa - Ilmu Ekonomi Syariah - IPB
12 Maret 2025 15:37 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Naira Inayah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Sumber: Towfiqu barbhuiya/Pexels
zoom-in-whitePerbesar
Sumber: Towfiqu barbhuiya/Pexels
Dalam ilmu makroekonomi konvensional, inflasi pada umumnya diartikan sebagai sebuah proses kenaikan harga barang atau jasa secara menyeluruh selama suatu periode waktu tertentu. Berdasarkan sumbernya, inflasi dapat dibagi menjadi dua: inflasi yang terjadi karena tarikan pemerintah atau demand full inflation dan inflasi yang terjadi karena dorongan biaya atau cost push inflation. Inflasi yang terjadi karena tarikan pemerintah biasa disebabkan oleh persediaan barang tidak cukup untuk memenuhi tingginya permintaan. Sedangkan inflasi yang terjadi karena dorongan biaya terjadi apabila harga proses produksi naik sehingga produsen juga harus menaikkan harga.
ADVERTISEMENT
Salah satu cendekiawan Muslim yang telah mengembangkan teori inflasi syariah adalah seorang ilmuwan Mesir bernama Taqiyuddin Al-Abbas Ahmad bin Ali Abdil Qadir Al-Husaini, atau biasa disebut Al-Maqrizi. Beliau merupakan pengkritik keras dari kebijakan-kebijakan ekonomi Bani Mamluk Burji yang dianggap dapat mengganggu kestabilan perekonomian Mesir. Menurut beliau, permasalahan ekonomi saat itu berakar dari pencetakan uang fulus atau uang berbentuk tembaga pada masa pemerintahan Sultan Kamil di Dinasti Ayyubiyah. Pada awalnya, nilai 48 fulus setara dengan satu dirham. Tapi, setelah wafatnya Sultan Kamil, nilai tukar tersebut turun menjadi 24 fulus per satu dirham. Sehingga terjadi devaluasi mata uang yang berakibat inflasi.
Secara makroekonomi, peristiwa di atas dapat dijelaskan dalam teori kuantitas uang. Rumus dasar dari teori kuantitas uang adalah:
ADVERTISEMENT
MV = PQ
dimana:
M= jumlah uang beredar;
V= kecepatan perputaran uang;
P= tingkat harga;
Q= jumlah komoditas yang diperdagangkan.
Ketika nilai tukar fulus mengalami perubahan dari 48 fulus per satu dirham menjadi 24 fulus per satu dirham, maka jumlah uang beredar meningkat. Apabila jumlah komoditas yang diperdagangkan tetap, maka tingkat harga harus meningkat untuk menyeimbangkan persamaan. Sehingga, harga komoditas di pasar pada saat itu mengalami kenaikan sebanyak dua kali lipat. Hal itu disebut inflasi akibat monetary expansion atau perluasan jumlah uang beredar.
Peristiwa seperti ini terus menerus terjadi sepanjang sejarah umat manusia. Salah satu contoh kontemporernya adalah Krisis Moneter Asia pada tahun 1997-1998. Imbas dari krisis tersebut banyak dirasakan oleh berbagai negara, salah satunya Indonesia. Meski penyebab dari fenomena ekonomi tersebut sangatlah kompleks, namun tingkat depresiasi rupiah Indonesia yang relatif rendah, berkisar antara 2,4% (1993) hingga 5,8% (1991) antara tahun 1988 hingga 1996 merupakan salah satu penyebabnya.
ADVERTISEMENT
Tingkat rupiah tersebut berada di bawah nilai tukar nyatanya, sehingga rupiah terkesan overvalue atau terkesan bernilai lebih tinggi dari nilai aslinya. Oleh karena itu, membeli barang impor dari luar negeri pun terkesan lebih mudah. Sehingga banyak orang yang beralih ke produk-produk asing yang menyebabkan industri-industri lokal sulit untuk berkembang. Indonesia pun mengalami kesulitan untuk melakukan ekspor karena produk-produk dalam negeri dinilai kurang kompetitif dibandingkan produk-produk luar negeri.
Hal ini mengakibatkan terjadinya depresiasi nilai rupiah yang memiliki efek berlawanan. Karena kurs rupiah turun, harga barang dari luar negeri menjadi lebih mahal dalam rupiah. Nilai rupiah yang melemah ini merugikan bisnis yang harus membayar biaya dengan mata uang asing, misalnya untuk membeli bahan baku impor. Karena rupiah melemah, mereka perlu lebih banyak rupiah untuk membeli barang yang sama, sehingga arus kas (cash flow) mereka menjadi lebih tertekan.
ADVERTISEMENT
Untuk menghindari risiko nilai tukar, eksportir dan importir dapat menerapkan biaya lindungi nilai atau hedging cost ke dalam harga jual, sehingga harga akan naik secara umum. Menurut ratchet effect, harga yang sudah naik akan sulit untuk turun kembali. Hal ini terjadi karena pelaku usaha memiliki kecenderungan untuk mempertahankan atau meningkatkan margin keuntungan. Sehingga inflasi terus terjadi.
Peristiwa tersebut memiliki kemiripan dengan perubahan nilai tukar mata uang yang terjadi pada Kekhalifahan Mamluk. Seperti halnya pencetakan fulus (uang tembaga) yang berlebihan dapat menyebabkan devaluasi mata uang, nilai rupiah yang overvalue juga pada akhirnya berujung depresiasi sehingga terjadi inflasi. Kondisi ini menunjukkan bahwa ketidakseimbangan moneter dapat memicu lonjakan harga yang berdampak luas pada perekonomian suatu negara.
ADVERTISEMENT
Dalam perspektif ekonomi Islam, pemikiran Al-Maqrizi mengajarkan bahwa stabilitas nilai mata uang sangat penting untuk menjaga kesejahteraan masyarakat. Kebijakan moneter dan nilai tukar yang tidak dikelola dengan baik dapat menimbulkan inflasi berkepanjangan, seperti yang dijelaskan dalam konsep ratchet effect. Oleh karena itu, pengendalian inflasi memerlukan kebijakan yang memperhatikan keseimbangan antara jumlah uang beredar, kestabilan nilai mata uang, serta dukungan terhadap sektor produksi domestik agar perekonomian tetap kuat dan berdaya saing.