Merdeka Belajar: Komitmen pada Tujuan

Najelaa Shihab
Pendidikan adalah belajar, bergerak, bermakna. Pendidik adalah kita, Semua Murid Semua Guru
Konten dari Pengguna
28 Februari 2017 19:09 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Najelaa Shihab tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Ilustrasi guru di sekolah (Foto: geralt)
Komitmen seseorang yang merdeka belajar adalah ketekunannya dalam perjalanan menuju tujuan yang bermakna bagi diri sendiri. Ada beberapa pertanyaan yang langsung terbersit begitu mendengar definisi ini, terutama bagi kita yang jarang mempertanyakan tujuan, dan sekadar ikut saja dalam perjalanan.
ADVERTISEMENT
Ketidakpedulian dan ketidakberdayaan ini, sayangnya tidak aneh dalam pendidikan. Banyak murid maupun guru yang masuk kelas tanpa tujuan dan kejelasan. Tak heran saat ditanya bagaimana kelas hari ini, atau apa yang dipelajari hari ini, jawaban langganan adalah biasa saja atau tidak tahu.
Jarang murid yang menceritakan betapa topik bahasan tertentu menjawab rasa penasaran, atau guru yang menggambarkan suasana kelas yang mendorong kemahiran.
Kalaupun ada sebagian dari kita yang bisa menggambarkan tujuan, seringkali arahnya adalah bagaimana mencapai penilaian yang tinggi, dari standar orang lain dan bukan diri sendiri.
Kita bisa punya segudang nama; ranking, kriteria kelulusan minimum, rata-rata kelas, berbagai tolok ukur keberhasilan berada pada perbandingan antar orang per orang - jelas bukan tujuan murni belajar untuk belajar.
ADVERTISEMENT
Motivasi internal menguasai pelajaran, memahami konsep penting, melihat kaitan antar pengetahuan dan lain-lain yang berkaitan dengan pendidikan malah jarang terdengar di ruang kelas.
Kebanyakan tujuan yang seolah-olah relevan, berorientasi ego, mengalahkan orang lain dalam kompetisi di kelas yang tidak jelas menuju kemana. Padahal tujuan yang ideal mestinya tujuan perjalanan yang memastikan bahwa seseorang terus berkompetisi dengan dirinya sendiri, karena hanya pada saat itu, komitmen bisa terlatih dan terjadi.
Tujuan yang berkaitan dengan orang lain adalah tujuan jangka pendek yang tidak pernah bisa berkelanjutan, karena garis finishnya ditentukan oleh pihak eksternal. "Tak apa tidak bisa memahami bacaan, toh nilaiku sudah 7, lebih baik daripada teman yang hanya dapat 6 atau rata-rata kelas yang lebih rendah".
ADVERTISEMENT
Bandingkan dengan seorang murid lain yang terus mencari bahan bacaan yang makin menantang, karena ketagihan saat berhasil memahami konsep ilmu pengetahuan. Ingin bisa dan selalu lebih baik, tak peduli orang lain sampai di mana.
Murid-murid seperti ini betul-betul belajar, bukan sekadar kebebanan atau sebaliknya hanya mencari kenyamanan.
Ketidakjelasan tujuan belajar, selain membuat kita banyak berfokus pada perbandingan yang disederhanakan, juga membuat banyak murid dan guru hanya ingin cepat menyelesaikan atau bahkan menghindari pekerjaan. Yang penting cepat selesai, walau laporan hanya copy paste. Yang penting buku tamat, walau yang dibaca itu lagi tanpa paparan tantangan baru atau tak beda genre.
Bisa dibayangkan proses belajar-mengajar yang sekedar formalitas ini, menghasilkan RPP yang seadanya asal dikumpulkan walaupun sama dari tahun ke tahun. Menghasilkan assessment yang tidak bermanfaat untuk umpan balik, hanya sekadar syarat yang dilewati bersama.
ADVERTISEMENT
Kita juga bisa mengenali proses belajar-mengajar yang mendorong kemerdekaan lewat atribusi keberhasilan dan kegagalan pada pelajar yang bersangkutan. Bayi yang sedang belajar berjalan dan tak sengaja menabrak, maka yang diperlukan bukan memukul meja. Murid yang sedang belajar di kelas, juga tidak perlu melabel kesalahannya dengan alasan soal yang terlalu sulit atau menjustifikasi kesuksesannya karena kebaikan hati teman.
Proses yang memerdekakan terus menekankan pada kekuatan internal; setiap anak bisa memperbaiki kesalahan asal dijelaskan langkah menuju tujuan dan disiapkan bekal dalam perjalanan. Di sinilah fungsi guru yang sesungguhnya, memindahkan kompas dari tangannya ke tangan anak.
Dalam proses yang ideal, tidak seharusnya ada murid yang ketergantungan pada guru, murid yang menyalahkan nasib atau mengandalkan kecurangan. Komitmen berarti bertanggung jawab, dan sebagaimana namanya hal ini tidak mungkin terjadi instan.
ADVERTISEMENT
Untuk bisa menumbuhkan komitmen yang berkelanjutan, murid membutuhkan kemampuan memahami tujuan belajar dan peran guru dalam mengajar. Banyak dari kita yang masuk kelas, tanpa memberikan gambaran tujuan dan rute perjalanan kita pada murid, seberapa jauh mereka akan ikut serta dan kapan mereka akan mandiri.
Bahkan aktivitas rutin seperti membaca buku cerita di kelas bisa punya tujuan yang berbeda setiap hari. Mengkaitkan karakter dengan emosi diri, menarik kesimpulan dan memahami pesan, mengapresiasi dalam bentuk baru kreasi, semua tujuan bisa berawal dari bacaan.
Namun jarang sekali kita menjelaskan kerangka besar kegiatan harian, apalagi dalam satu tahun ajaran kepada murid. Sedihnya, kadang kita sendiripun tak paham dan melihat tugas mengajar hanya dari hari ke hari.
ADVERTISEMENT
Tak heran banyak yang tak sadar saat tersesat atau baru panik menjelang pengukuran/ujian. Padahal tujuan perlu terus ada di pikiran setiap kali masuk kelas, baik untuk guru maupun murid.
Apakah kita menggunakan kegiatan dan melakukan interaksi yang membantu mencapai tujuan adalah bagian dari percakapan harian. Tentu jawabannya tidak akan 100% sempurna, tapi terus membahasnya atau mengingatnya dengan menempel tujuan besar dan tujuan antara di mading kelas, akan membantu semua orang berkomitmen bersama.
Memberikan dan memahami instruksi bukan sekadar soal 2-3 poin di lembar kerja di setiap jam pelajaran, dalam belajar-mengajar instruksi demi instruksi adalah alat mencapai tujuan yang bukan sekedar menyelesaikan tugas atau mengikuti apa yang disuruh guru.
ADVERTISEMENT
Salah satu cara termudah yang saya lakukan setiap mengobservasi kelas adalah menjadi detektif belajar, bertanya pada anak yang sibuk bergerak, misalnya, "mengapa ia melakukan survey tentang makanan".
Terlihat sekali perbedaan antara murid-murid yang menjawab bersemangat, "Bu Elaa, aku ingin tahu apa betul makanan favorit orang itu makanan yang tidak sehat, karena kita akan membuat warung yang menjual jajanan saat istirahat", dengan murid yang menjawab sekenanya, "karena kelompok-ku memilih itu", atau lebih parah lagi, "karena di buku diminta mengerjakannya".
Untuk bisa menumbuhkan komitmen berkelanjutan, murid membutuhkan kemampuan memusatkan perhatian, berkaitan dengan pencapaian tujuan harian maupun jangka panjang.
Sebagian anak tidak mendapatkan latihan cukup untuk "terserap" penuh oleh pelajaran. Bisa karena tugasnya membosankan, sehingga tidak ada alasan berkonsentrasi sementara banyak hal lain yang lebih menarik perhatian di dalam maupun di luar kelas.
ADVERTISEMENT
Saya selalu membayangkan mengajar sebagaimana merancang pertunjukan, kita perlu menawarkan pancingan yang menarik buat anak, sehingga walaupun ada alternatif saluran lain ataupun jeda iklan, mereka akan dengan sukarela mengikuti pertunjukan sampai tuntas.
Terkadang juga, anak bisa gagal memusatkan perhatian karena tuntutan perhatian yang terlalu panjang, tidak dipecah menjadi lebih kecil dan sederhana sesuai tahapan perkembangan. Setiap aktivitas kelas perlu dipikirkan, bahkan yang sudah setiap hari kita lakukan, anak per anak tidak bisa disamaratakan.
Bagaikan air time pertunjukan yang luar biasa mahal, perhatian dan kesempatan anak belajar adalah sesuatu yang luar biasa dan tidak boleh disia-sia. "Sekedar" membaca buku fiksi maupun non fiksi misalnya, membutuhkan tingkat konsentrasi yang berbeda di tiap usia.
ADVERTISEMENT
Topik bacaan yang relevan, panjang teks yang masuk akal, teknik yang digunakan untuk menarik perhatian, perlu dibedakan di tiap jenjang kelas dan kemampuan.
Belajar-mengajar yang berkomitmen pada tujuan pasti mampu menetapkan prioritas, bahkan di saat tujuan seolah-olah bertentangan atau tidak saling berkaitan. Kita seringkali tidak sadar bahwa anak di dalam kelas bisa jadi terbebani oleh banyak sekali hal.
Tujuan antar satu jam pelajaran dengan yang lain yang seolah tidak berhubungan atau bahkan saling menghambat karena waktu untuk menyelesaikan semuanya bersamaan sangat terbatas. Guru yang tidak saling berkoordinasi, bahkan kadang terkesan saling berkompetisi, dalam menarik minat murid, dalam menuntut pretasi lebih.
ADVERTISEMENT
Ekosistem sekolah yang baik selalu berpusat pada tujuan besar, melihat apa yang dilakukan guru ataupun cakupan materi pelajaran sebagai cara yang memperlancar proses menuju apa yang disepakati. Saat ditekan tenggat waktu, dihimpit tugas administrasi dan diserang kekhawatiran orang, bahkan kita pendidik orang dewasa pun sering kalang kabut.
Bayangkan anak yang belum dewasa, dengan pengalaman dan daya terbatas, yang harus mengalami hal yang sama. Tak heran yang terjadi adalah saling serang; antar guru dengan kepala sekolah, antar guru, antar murid atau bahkan orangtua dan pengawas.
Bukannya menguatkan komitmen pendidikan, yang terjadi adalah mengutamakan tujuan diri sendiri, karena takut disalahkan. Bukannya terus saling membantu mencari cara, yang terjadi saling berkomplot untuk jalan pintas.
ADVERTISEMENT
Tujuan-tujuan jangka pendek yang kalau dalam situasi normal dianggap tidak berharga, mendadak menjadi sangat penting dan utama. Demi akreditasi, demi menang sendiri, demi pentas seni, selalu ada alasan, kegiatan atau kemasan menarik yang seringkali seolah "mendukung" tujuan.
Pertanyaannya, kapan kita berkomitmen berjalan ke jangka panjang, kalau pilihan harian dan jangka pendek kita bukannya mendekatkan, malah menjauhkan dari tujuan?
Tiga hal esensial yang menumbuhkan komitmen merdeka belajar, jelas menunjukkan bahwa komitmen bukan soal orang per orang, komitmen terhadap tujuan bisa dan harus ditularkan. Dari kepala sekolah ke guru, dari guru ke guru lain, dari guru ke anak, dari satu anak ke anak lain, satu orangtua ke orangtua lain.
Karenanya syarat pertama adalah pendidik yang memahami pentingnya tujuan pendidikan, memahami peran dirinya dalam pencapaian tujuan dan bisa melibatkan paling tidak 1-2 orang di lingkungan secara bertahap sampai semua kita bisa diyakinkan.
ADVERTISEMENT
Karena merdeka belajar adalah hak setiap guru dan setiap anak.
#SemuaMuridSemuaGuru
Tulisan ini adalah bagian dari surat kabar #GuruBelajar II Tahun Kedua: Komitmen pada Tujuan Belajar. Silakan unduh di link ini.