Revolusi di Ruang Kelas, Dimulai dari Refleksi Strategi Hari Ini

Najelaa Shihab
Pendidikan adalah belajar, bergerak, bermakna. Pendidik adalah kita, Semua Murid Semua Guru
Konten dari Pengguna
19 Desember 2022 18:59 WIB
·
waktu baca 7 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Najelaa Shihab tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi pendidikan Foto: kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi pendidikan Foto: kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Dalam pengalaman interaksi bersama puluhan ribu penggerak, terutama di Jaringan Sekolah dan Madrasah Belajar serta Lingkar Daerah Belajar, saya menemukan beberapa strategi intervensi mumpuni untuk menerapkan personalisasi, membiasakan 5M dalam pekerjaan kita di kelas setiap hari, yang mungkin sekali sudah teman-teman lakukan ribuan kali. Untuk kepentingan dokumentasi, saya akan sebutkan beberapa yang dalam refleksi pribadi masih perlu saya lakukan lebih konsisten lagi:
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Guru mengembangkan kompetensinya dengan membuka pintu kelas pada teman sejawat, baik dalam bentuk observasi langsung dari pendidik lainnya, ataupun dengan merekam jalannya kelas, menonton dirinya bersama dengan rekan lain dan berefleksi bersama. Umpan balik yang berdasar kinerja otentik, amat istimewa untuk percepatan pengetahuan dan keterampilan kita. Sebagai psikolog klinis, saya amat terbiasa dengan setting kaca satu arah juga studi kasus di ruang praktik bersama senior maupun sebaya sesama psikolog dalam bekerja. Saya terperanjat pada saat masuk ke dunia pendidikan dan menemukan bahwa ruang kelas diperlakukan seolah tahta kerajaan yang dikuasai oleh satu atau dua orang tanpa adanya umpan balik konstruktif yang penuh keterbukaan. Kritik tak pernah dan tak seharusnya dipandang sebagai serangan personal dan dihindari dalam keseharian, menerima kritik sebagai dukungan adalah salah satu budaya yang amat sangat perlu kita sebarluaskan.
ADVERTISEMENT
Bukankah menghabiskan waktu untuk saling belajar dan mengamati adalah tanda peduli? Bahkan rapat rutin kolaboratif di kalendar akademik sekolah, bila dirancang dengan baik, menjadi senjata rahasia yang melipatgandakan kualitas pembelajaran kita. Agenda yang jelas, benchmarking lintas kelas dan penggunaan data yang akurat, semua prinsip manajemen dan pengambilan keputusan profesional sesungguhnya sedang diuji lewat apa yang terjadi dalam diskusi antarguru yang seringkali kita lalui sebagai kewajiban yang tak banyak berarti.
Lompatan aksi dan capaian yang lebih tinggi lagi dalam pembelajaran di banyak sekolah dan madrasah terjadi, begitu para pendidiknya bukan saja membuka diri dan pintu kelasnya untuk monitoring kinerja, tetapi juga memperluas audience dari luar sekolah pada pameran karya dan hasil belajar murid-muridnya. Standard eksternal dan evaluasi dari dunia di luar sekolah (oleh mata baru orangtua, guru satuan pendidikan berbeda, apalagi ahli dan praktisi di bidang yang berkaitan dengan materi yang dipelajari murid kita), secara langsung menjadi alat diagnosa yang membantu guru dan muridnya di saat yang sama.
ADVERTISEMENT
Salah satu strategi yang juga sering saya pakai untuk strategi asesmen adalah membalik peran murid dengan narasumber atau pembicara tamu di luar sekolah. Kalau biasanya murid mendengarkan mereka, ada periode-periode dimana mereka yang mendengarkan murid, bukan hanya sebagai juri kompetisi tetapi juga mitra diskusi atau bahkan mewawancara murid sebagai sumber data dan informasi. Kabar gembiranya, rekan-rekan baik hati dari luar sekolah yang datang dalam posisi “sebagai yang belajar” ini, selalu mengatakan bahwa pengalaman mereka jauh lebih menyenangkan dan ingin segera kembali ke satuan pendidikan bukan untuk melakukan sesuatu “pada murid” tetapi beraktivitas “bersama murid”. Reaksi muridnya? Juga sama antusiasnya dan terakselerasi proses belajarnya lewat interaksi dengan kelompok belajar yang “luar biasa” 😁
ADVERTISEMENT
Peningkatan pelibatan murid dalam proses perencanaan, sangat esensial untuk penerapan personalisasi secara utuh. Semua proses bersama murid ini akan susah di awal, dan akan diwarnai penolakan, bahkan oleh murid-murid yang bersangkutan, karena ada perpindahan tanggung jawab. Bahkan di level nasional pada pemangku kebijakan pun, desentralisasi ke daerah atau otonomi sekolah selalu tak mudah, sehingga kesulitan proses ini ke murid pasti butuh peningkatan kapasitas berkelanjutan untuk menjadi lebih berdaya dan sampai ke titik memanfaatkan otonominya terhadap cara dengan baik untuk mencapai cita-cita bersama. Bagi pimpinan di level satuan pendidikan, perlu juga melakukan pendampingan ekstra pada guru-guru yang bertekad melepaskan kontrolnya. Mereka butuh dukungan agar merasa aman, tidak sekadar dibiarkan tergantung pada niat baik melakukan perubahan.
ADVERTISEMENT
Sebagai guru dan kepala sekolah atau madrasah, kita selalu bisa memulai perubahan dengan perlahan. Revolusi yang terlalu cepat pasti menimbulkan ketidaknyamanan dan seringkali tidak menguntungkan dalam jangka panjang. Marmemulai dari satu kelas atau kelompok murid untuk percobaan, saya yakin penularannya akan terjadi dengan cepat dan gerakannya akan terus membesar.
Begitu banyak perubahan cara yang perlu kita upayakan, tradisi baru yang harus kita promosikan - karakter utama yang dibutuhkan di pendidik adalah keberanian, bukan kekakuan. Perubahan di pendidikan akan dan sudah terjadi, terlepas dari apakah kita pro perubahan ataupun anti. Kekuatan kita yang sesungguhnya diuji oleh bagaimana kita beradaptasi. Pesan yang terbukti efektif digunakan untuk membudayakan perubahan cara belajar-mengajar: Guru perlu terus belajar sebagaimana ia ingin muridnya belajar, guru harus terus mengajar sebagaimana dulu ia berharap diajar.
ADVERTISEMENT