Tentang Kartini dan Dua Hati Biru, juga Bagaimana Keluarga Bertumbuh

Najelaa Shihab
Pendidikan adalah belajar, bergerak, bermakna. Pendidik adalah kita, Semua Murid Semua Guru
Konten dari Pengguna
22 April 2024 19:31 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Najelaa Shihab tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Yang selalu melekat di memori, adalah kekuatan utama Kartini sebagai perempuan, untuk bertumbuh memenuhi potensi terbaik diri. Emansipasi memang tak pernah sekadar diberi. Namun banyak yang tak tahu, bahwa proses ini selalu terjadi dalam konteks interaksi - dengan orang-orang terdekat di sekeliling Kartini di masa lalu, yang juga bertumbuh.
ADVERTISEMENT
Yang sering luput dari percakapan juga, perjuangan "Kartini di masa kini", seperti Dara di film Dua Hati Biru, tak melulu jadi lebih mudah karena “zaman telah berubah”. Semua karakter dan cerita di film karya Gina S. Noer ini - menggambarkan gestur, emosi, juga observasi yang detil sekali tentang “gender equality”, semestinya bisa memantik refleksi bersama tentang apa yang kita lakukan sebagai keluarga dan anggota masyarakat setiap hari. Saya selalu percaya, sinema adalah salah satu strategi penting dalam meningkatkan literasi dan efektivitas paedagogi. Emansipasi memang selalu butuh narasi dan kolaborasi.
Tak ada kesetaraan dan penghormatan pada siapapun yang lemah secara posisi, tanpa melawan miskonsepsi tentang hak asasi dan otonomi. Siapa yang memiliki tubuh perempuan, seberapa besar kendali orangtua terhadap anak, apa hubungan antara kemampuan suami menghasilkan nafkah dengan perannya sebagai kepala keluarga? Penonton dan kita semua dengan peran yang berbeda dalam keluarga dihadapkan pada pertanyaan esensi dan jawaban yang “belum selesai” hingga 2024, sejak wafatnya Kartini di 1904.
ADVERTISEMENT
Mimpi Kartini adalah janji kita yang harus diwujudkan dalam aksi. Angka pernikahan dini, bahkan peran perempuan di pendidikan (termasuk politik dan pemerintahan) sudah mengalami peningkatan, namun batasan sosial, hukum dan ekonomi berkait dengan kesempatan dan penghasilan. Advokasi di level keluarga maupun di kebijakan publik sebuah negara tentang kesetaraan antara perempuan dan laki-laki selalu diwarnai kompleksitas emosi.
Menyaksikan Dara dan Bima juga ayah-ibunya terus mencari cara sebagai orangtua dan kakek-nenek bagi Adam di usia belia, mengingatkan saya bahwa pengasuhan bukan hubungan satu arah, tetapi sangat dipengaruhi oleh tempramen bawaan sang anak juga. Di antara segala tekanan finansial yang perlu diatasi, bahkan hambatan jarak yang harus diatasi - bagian yang paling saya nikmati adalah keasyikan main bersama dalam keluarga yang ditampikan di mayoritas adegannya - canda memang menguatkan formula utama dalam menavigasi isu “sederhana” seperti jadwal tidur di jam yang sesuai sampai isu rumit tentang pembagian tugas domestik antara suami dan istri.
ADVERTISEMENT
Menariknya, membaca yang tersirat di surat-surat Kartini, seperti menemukan benang merah proses berkembang sepanjang hayat yang bisa diterapkan untuk memengaruhi lingkungan dalam skala kecil maupun besar. Menunjukkan apresiasi adalah bagian mendasar dari hubungan reflektif dalam keluarga, sekaligus mengelola pemangku kepentingan dengan perspektif yang berbeda. Menyatakan maaf adalah proses tak terpisahkan dari disiplin positif di masa sekolah maupun rekonsiliasi konflik antarbudaya. Meminta pertolongan adalah keterampilan pokok untuk proses belajar efektif sebagai menantu dan mertua, juga merupakan modal mendapat dukungan agar gerakan terus berdaya.
Begitu banyak pola yang bisa kita hubungkan dari pemahaman tentang tokoh sejarah maupun karakter rekaan yang diciptakan dengan cita-cita mulia. Semoga perjalanan kita sebagai anggota keluarga selalu diperkaya dengan pengalaman bermakna. Sebagaiman Kartini yang menunjukkan kepeduliannya pada semua, salah satu tanggung jawab terpenting kita di masa di mana individualisme dan kompetisi makin mendominasi dunia, adalah terus menggemakan pengasuhan sebagai urusan bersama. Jasa Kartini akan abadi sepanjang masa, upaya dari semua yang terlibat di film “Dua Hati Biru” (dan sebelumnya di “Dua Garis Biru”) juga saya yakini akan membawa dampak jangka panjang pada perubahan paradigma dan di praktik pengasuhan kita!
ADVERTISEMENT
Yayasan Rangkul Keluarga Kita Berdaya (@KeluargaKita) menyelenggarakan pendidikan keluarga, dijalankan rutin oleh Relawan di ratusan kota/kabupaten di Indonesia. Beberapa bentuk kelasnya untuk berbagi cerita, ditampilkan dengan otentik di film “Dua Hati Biru”, salah satunya saat Bima dan Dara membaca buku serta berlatih teknik komunikasi efektif bersama orangtua di sekitar tempat tinggalnya.
Tidak ada orangtua dan keluarga yang sempurna, mari terus berkembang bersama demi dunia yang damai, berkeadilan dan berkelanjutan bagi anak laki-laki dan perempuan kita.