Konten dari Pengguna

Pahatan Kayu dan Tulang Suku Maori: Simbolisasi Identitas

najla ardhia
Mahasiswa prodi Hubungan Internasional Universitas Airlangga
7 Juli 2022 18:19 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari najla ardhia tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Pakaian pernikahan Suku Maori. Foto. dok: Pixabay.
zoom-in-whitePerbesar
Pakaian pernikahan Suku Maori. Foto. dok: Pixabay.
ADVERTISEMENT
Sejarah Maori
Suku Maori merupakan penduduk asli Selandia Baru yang saat ini mayoritas bermukim di wilayah utara sebesar 86%, sedangkan sisanya bermukim di wilayah selatan. Maori menjadi suku pertama yang menetap di Selandia yang tercatat pada tulisan arkeolog setelah erupsi Gunung Tarawera pada tahun 1314 masehi (Jacomb et al., 2014). Maori sendiri berarti suku yang natural atau alami, dimana mereka bertahan hidup menggunakan bahan-bahan alam dan organik lainnya. Sebelum menetap di Selandia Baru, suku Maori hampir sepenuhnya bergantung pada pertanian, namun setelah Selandia Baru sepenuhnya bergantung pada hewan-hewan lokal karena pertanian tidak bisa bertahan di suhu dingin Selandia Baru (Orchiston & Orchiston, 2017).
ADVERTISEMENT
Sejatinya suku Maori merupakan kelompok yang berasal dari Polinesia Timur yang bermigrasi ke Selandia Baru pada abad ke-14. Migrasi ke Selandia Baru dilakukan menggunakan kapal kano dan dilakukan beberapa kali perpindahan sebelum akhirnya mendarat di Pulau Chatham, Selandia Baru (Davis, 2005). Selandia Baru menurut Maori disebut sebagai Aotearoa yang berarti tanah awan putih panjang (Orchiston & Orchiston, 2017). Perjalananan migrasi ini melalui beberapa wilayah meliputi Samoa, Hawaii, dan Tahiti yang sebelumnya telah dilakukan sejak tahun 700-an masehi. Menurut masyarakat Ngāpuhi, salah satu sub-suku Maori yang tinggal di wilayah utara, suku Maori menggunakan rasi bintang (Marama Taka) dan arus laut sebagai sumber navigasi pelayaran. Pada era modern, melalui sensus penduduk yang dilakukan pemerintah Selandia Baru pada tahun 2018 terdapat sekitar 700 ribu masyarakat Maori atau sekitar 16% total penduduk Selandia Baru, baik suku Maori asli maupun keturunan Maori.
ADVERTISEMENT
Budaya Ukiran dan Pahatan Maori
Masyarakat Maori dikenal sebagai kelompok masyarakat yang spiritual. Dimana mereka mempercayai konsep dewa dan kehidupan yang sementara, hal ini dibuktikan dengan artefak suku Maori yang mengandung arti-arti manifestasi kebaikan dalam hidup (Atkinson, 1982). Namun, setelah kemerdekaan Selandia Baru kebudayaan Maori perlahan mulai mengulang akibat kolonisasi Inggris pada abad ke-19. Dengan demikian, pada era kontemporer masyarakat Maori mulai kembali mendapat hak dalam menjaga budayanya kembali setelah pemerintah Selandia Baru menetapkan beberapa kebijakan dan program untuk pelestarian suku asli Selandia Baru. Hal ini dinyatakan dalam tulisan Mahuika (2015) yang menjelaskan bahwa pemerintah Selandia Baru mengupayakan pelestarian sejarah dan budaya Maori sebagaimana sejarah Maori berarti sejarah Selandia Baru dan masyarakatnya. Tipene O’Regan (1987 dalam Mahuika, 2015) menyatakan bahwa sejarah Selandia Baru merupakan milik penduduknya, termasuk masyarakat Maori. Dengan demikian sudah selayaknya sejarah tertulis Selandia Baru meliputi para imigran yang berasal dari Eropa, Asia, dan Pasifik.
ADVERTISEMENT
Ukiran dan pahatan merupakan budaya yang melekat pada identitas masyarakat Maori, sebagaimana bentuk-bentuk ukiran dan pahatan merupakan simbol nilai-nilai luhur serta harapan bagi masyarakat Maori. Kano yang digunakan masyarakat Maori untuk bermigrasi juga terdapat ukiran dan pahatan yang menandakan budaya mengukir sudah melekat pada identitas suku tersebut. Hingga saat ini, keturunan Maori di Selandia Baru masih menggunakan ukiran batu dan tulang sebagai liontin. Hal ini menyatakan bagaimana pentingnya budaya mengukir hingga saat ini masih menjadi budaya penting bagi suku Maori. Tulisan ini akan membahas mengenai sejarah budaya ukiran pada Maori, serta menjabarkan arti tiap pahatan dan kondisi budaya ukiran pada era kontemporer.
Pengaruh Ukiran dan Pahatan bagi Maori
Dijelaskan dalam tulisan Barrow (1956) bahwa masyarakat Maori percaya bahwa pahatan ini secara langsung diajarkan kepada masyarakat oleh dewa-dewa. Melalui situs Perpustakaan Christchurch (n.d) dijelaskan bahwa artefak ukiran seringkali disimpan oleh ketua adat yang memiliki keahlian memahat (Tohunga Whaikaro). Hal ini didasari atas suku Maori sebelum bangsa Eropa tidak memiliki tulisan, sehingga kisah-kisah mengenai dewa dibentuk melalui berbagai alternatif seperti pahatan kayu, tulang, kerang, dan permata. Setiap artefak memiliki kisah penting yang berbeda dalam sejarah peradaban Maori. Pernyataan ini juga didukung oleh sudut pandang umum Hamilton (1896) mengenai karya seni yang berada di bawah kepala; sebagai penerapan nilai, karakter atau identitas konservatif, dan penerjemahan yang berbeda atas setiap sub-suku disesuaikan dengan jenis budaya lokal. Selain itu, budaya pahatan juga menandakan pengaruh alam dan nilai-nilai kebumian dalam kehidupannya. Sebagaimana legenda yang dipercayai oleh Maori mencakup dewa-dewa yang melindungi aspek-aspek alam seperti pegunungan, hutan, perairan, serta makhluk dalam wilayah-wilayah tersebut. Kebanyakan hasil pahatan mengkombinasikan elemen-elemen alam tersebut yang berinteraksi dengan satu sama lain dan membentuk sebuah legenda. Sehingga, tiap elemen memiliki arti sendiri secara spesifik dan diwujudkan pada karakter uniknya.
ADVERTISEMENT
Simbolisme Ukiran dan Pahatan Maori
Melalui situs penjualan hasil pahatan Maori di Selandia baru terdapat beberapa cinderamata yang dipopulerkan melalui konsep yang telah dijelaskan sebelumnya, terdapat beberapa desain yang menjadi simbolisasi elemen-elemen yang dipercayai oleh Maori:
a. Koru atau desain spiral merepresentasikan siklus kehidupan sebagai awal yang baru. Hal ini juga mencakup pertumbuhan secara individu dan spiritual atas perubahan kedamaian dan harmonisasi;
b. Twist atau bentuk memutar melambangkan keabadian dalam perjalanan hidup seseorang yang melibatkan individu lain. Twist melambangka loyalitas dan bentuk kasih sayang yang bertahan selama hidup;
c. Hei-Matau yang berbentuk mata pancing sebagai apresiasi pada kekuatan kelautan. Maori mempercayai Hei-Matau memberikan keamanan dan keberuntungan selama melakukan perjalanan laut; dan
ADVERTISEMENT
d. Manaia yang berbentuk kepala burung dengan wujud manusia merepresentasikan jembatan antara nilai duniawi yang fana dan dunia roh. Hal ini dilakukan untuk menyeimbangkan kedua kekuatan dari dunia yang berbeda secara berdampingan antara spiritualitas manusia dan dunia roh.
Upaya Pelestarian Budaya Maori di Selandia Baru
Selama beberapa tahun terakhir dilakukan beberapa upaya oleh pemerintah Selandia Baru untuk menjaga artefak dan budaya yang ditinggalkan oleh Suku Maori asli. Salah satunya dilakukan dengan dibentuknya museum khusus Maori yang menjadi salah satu daya tarik wisatawan mancanegara (Britannica, 2021). Dalam museum yang tersebar di beberapa wilayah Selandia Baru tersebut terdapat hasil pahatan yang dipamerkan untuk dinikmati oleh wisatawan. Selain itu, hasil pahatan tersebut dipasarkan kepada masyarakat tidak hanya pada masyarakat keturunan Maori sebagai bentuk eksportasi budaya. Namun tentu saja dibutuhkan edukasi mengenai arti simbolisasi dari tiap bentuk untuk menjaga nilai yang terkandung sekaligus mencegah hilangnya estetika dari cinderamata identitas tersebut.
ADVERTISEMENT
Referensi
Atkinson, A. (1892). What is a Tangata Maori. The Journal of the Polynesian Society, 1(3), 133-136. Retrieved 5 July 2022, from http://www.jstor.org/stable/20701247.
Barrow, T. T. (1956). Maori Decorative Carving – An Outline. The Journal of the Polynesian Society, 65(4), 305-331.
Britannica. (2021). Maori, Encyclopaedia Britannica. Retrieved 5 July 2022, from https://www.britannica.com/topic/Maori.
Christchurch Library. (n.d). Toi Maori – Traditional Maori Art. Retrieved 1 July 2022, from https://my.christchurchcitylibraries.com/toi-maori-traditional-maori-art/.
Davis, D. (2005). Origins of Moriori people. Te Ara: The Encyclopaedia of New Zealand. Ministry of Culture Heritage of New Zealand.
Hamilton, C. (1896). The Art Workmanship of the Maori Race in New Zealand. New Zealand Institute: Dunedin, 438.
ADVERTISEMENT
Jacomb, C. et al. (2014). High-precision dating and ancient DNA profiling of moa eggshell documents a complex feature at Wairau Bar and refines the chronology of New Zealand settlement by Polynesians. Journal of Archaeological Science. doi:10.1016/j.jas.2014.05.023.
Mahuika, N. (2015). New Zealand History is Maori History: Tikanga as the Ethical Foundation of Historical Scholarship in Aotearoa New Zealand. New Zealand Journal of History, 49(1), 5-30.
Orchiston, W., & Orchiston, D. (2017). The Maori Calendar of New Zealand: A Chronological Prespective. Retrieved 28 June 2022, from https://www.researchgate.net/publication/320087736_The_Maori_calendar_of_New_Zealand_a_chronological_perspective.
Stats NZ Archieve. (2018). Maori Populations Estimates: 2017. Retrieved 28 June 2022, from https://www.stats.govt.nz/about-us/stats-nz-archive-website/.