Konten dari Pengguna

The Architecture of Love : Luka Yang Melahirkan Cinta

Najlaa Aura
Mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas Sebelas Maret
23 Oktober 2024 14:08 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Najlaa Aura tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Foto pribadi : Credit Scene The Architecture of Love
zoom-in-whitePerbesar
Foto pribadi : Credit Scene The Architecture of Love
ADVERTISEMENT
The Architecture of Love : Luka yang melahirkan cinta
New York selalu menawarkan keajaiban dan inspirasi bagi siapapun yang mengunjunginya. Dengan jajaran gedung pencakar langit, jalanan yang sibuk, dan budaya yang kaya, New York menjadi saksi luka dan cinta.
ADVERTISEMENT
New York juga mengenalkan tentang ada banyak cara untuk menyembuhkan luka. Di kota itulah Raia Risjad (Putri Marino), seorang penulis best seller memutuskan untuk memulai kisah barunya. Dengan semangat yang baru, ia meresapi keunikan setiap kawasannya. Mulai dari hiruk-pikuk Time Square yang penuh warna, hingga keheningan taman-taman kecil yang tersembunyi di balik gedung-gedung tinggi.
Petualangan Raia ke New York didasari oleh rasa sakitnya ketika mengetahui bahwa sang suami, Alam (Arifin Putra), berselingkuh di malam pemutaran perdana filmnya. Kejadian itu lalu membuatnya mengalami kesulitan melakukan pekerjaannya sebagai penulis, ia kehilangan inspirasi. Sebagai sahabat yang baik, Erin (Jihane Elmira), mendukung penyembuhan luka Raia dengan memberikan tumpangan tempat tinggal untuknya selama di New York.
ADVERTISEMENT
Dua bulan menyusuri setiap sudut kota New York setiap hari, Raia masih belum menemukan inspirasi. Hingga suatu hari Erin yang muak melihat Raia tak kunjung membaik, memutuskan untuk mengajaknya datang menghadiri pesta. Secara kebetulan, ia bertemu dengan seorang arsitek yang sama-sama terluka, River Jusuf (Nicholas Saputra). Pertemuan ini yang akhirnya membuka jalan bagi keduanya untuk menyembuhkan luka.
The Architecture of Love merupakan sebuah film drama romansa yang disutradarai oleh Teddy Soeriaatmadja. Film ini merupakan adaptasi dari novel best seller karya Ika Natassa dengan judul yang sama. Dibintangi oleh aktor dan aktris ternama, Putri Marino, Nicholas Saputra, Jerome Kurnia, Jihane Almira dan Omar Daniel.
Film ini meningatkan kembali bahwa proses menyembuhkan luka dapat berbeda pada setiap orang. Raia, meskipun trauma, dapat melihat bahwa tak ada salahnya untuk memulai hubungan baru. Berbeda dengan River yang masih sulit melepaskan trauma masa lalu dengan mendiang istrinya, Andara (Agla Artalidia). Andara yang sedang mengandung anak mereka, tewas akibat kecelakaan mobil yang dikemudikan River. Pergolakan batin, rasa frustasi karena dirinya yang dituntut melanjutkan hidup, serta trauma-trauma atas kehilangan inilah yang River bawa ke New York. Perasaan bersalah atas kematian Andara dan ketidaksiapan River menjalin hubungan dengan orang baru menjadikan relasi keduanya turut bergejolak.
ADVERTISEMENT
Kini New York tak hanya menjadi pelarian, tapi juga tempat keduanya menyelesaikan luka. Arsitek yang melihat gedung-gedung sebagai simbol kekuatan dan cerminan sejarah manusia, serta penulis yang mencoba memahami hati arsitek. River telah mengubah persepsi Raia bahwa menulis tak melulu berisi ungkapan hati seseorang, mungkin ia adalah ruang-ruang yang merekam kenangan.
Perjalanan River menunjukkan New York dengan cara berbeda kepada Raia juga turut memanjakan mata penonton. Film ini berhasil menyoroti arsitektur New York dengan menghadirkan cerita di baliknya. Sejak saat itu, film ini terasa sederhana lewat plot dan chemistry keduanya sehingga dapat dinikmati dengan nyaman.
Chemistry antara Putri Marino dan Nicholas Saputra juga mampu membuat penonton salah tingkah dengan adegan manis mereka. Meski melalui adegan sederhana dan tanpa dialog filosofis, interaksi mereka menghadirkan suasana hangat ketika sedang kasmaran.
ADVERTISEMENT
Pada awalnya, subplot yang terlihat seolah hanya menjadi pelengkap dalam cerita Raia dan River tanpa dampak signifikan. Namun, dengan munculnya setiap pengungkapan cerita dalam film ini, penonton akan menyadari bahwa elemen yang dianggap sekadar hiasan sebenarnya menjadi krusial untuk pengembangan cerita Raia dan Riveer, bahkan hingga menjelang akhir cerita.
Pesan yang disampaikan terasa matang dan tidak berlebihan, menggambarkan proses penyembuhan luka batin yang dialami masing-masing karakter dengan sangat realistis. Karakter pendukung seperti Erin, Aga, dan Diaz juga mendapatkan kesempatan untuk berkembang. Dengan kata lain, film ini berhasil memastikan bahwa karakter pendukung tidak sekadar hadir sebagai figuran.
Seperti kebanyakan film drama romansa, The Architecture of Love juga mendapat sejumlah kritik. Kebetulan-kebetulan yang sering terjadi dalam film terkesan pretensius, serta beberapa bagian yang tidak dijelaskan secara detail sehingga tidak tersampaikan dengan baik.
ADVERTISEMENT
Pada akhirnya, film mengajarkan bahwa proses penyembuhan luka memerlukan waktu dan kesabaran, serta bagaimana koneksi dengan orang lain dapat menjadi bagian penting dari perjalanan tersebut.
Raia dan River menunjukkan bahwa luka tak harus dilupakan, tetapi dijadikan pelajaran untuk membangun hubungan yang lebih kuat. Bahwa luka bisa melahirkan cinta.