Konten dari Pengguna

Perisai Digital untuk Melindungi Anak dari Kekerasan Digital

Najlaa Chairinna Hyndrawan
Mahasiswa FIKOM Universitas Padjadjaran
22 November 2024 17:19 WIB
·
waktu baca 6 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Najlaa Chairinna Hyndrawan tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

Pentingnya Pengawasan Orang Tua dalam Melindungi Anak dari Ancaman Dunia Maya.

Design by Najlaa Chairinna H/Canva
zoom-in-whitePerbesar
Design by Najlaa Chairinna H/Canva
ADVERTISEMENT
Di zaman sekarang yang serba digital ini, anak-anak semakin dekat dengan teknologi dan banyak terlibat dalam interaksi online. Dari mulai bermain game, menonton video, sampai bertukar pesan dengan teman, serta aktivitas lainnya yang dapat mereka lakukan secara online. Namun, terdapat sisi gelap dari digital ini yang sering dihadapi oleh anak-anak, yaitu kekerasan digital. Kekerasan ini dapat berupa perundungan, ancaman, eksploitasi, serta paparan konten yang tidak pantas untuk anak-anak. Sayangnya, saat ini masih banyak anak yang menjadi korban tanpa tahu cara melindungi diri mereka.
ADVERTISEMENT
Salah satu contoh dari kekerasan digital adalah perundungan atau bullying online. Jika di dunia nyata, anak-anak mungkin mengalami bentuk perundungan ini seperti diejek atau dipermalukan didepan teman-temannya, namun di dunia maya kekerasan seperti ini dapat berupa teks, komentar jahat di media sosial, atau sebuah gambar yang sengaja diposting untuk mempermalukan. Contohnya, seorang anak mengunggah sebuah foto dan mungkin ia mendapatkan komentar jahat atau berisi kata-kata kasar. Karena sifatnya yang terbuka dengan semua orang dapat melihatnya, perundungan online seperti ini akan terasa lebih menyakitkan karena banyak yang bisa melihatnya dan jejaknya yang susah untuk dihilangkan. Anak-anak yang mengalami ini biasanya akan merasa malu, tertekan, bahkan kehilangan kepercayaan diri.
Selain perundungan, terdapat pula kekerasan digital yang lain seperti eksploitasi seksual. Di sini, predator online mendekati anak-anak dan mencoba untuk memanfaatkan mereka. Biasanya, predator seperti ini akan menggunakan suatu taktik seperti berpura-pura menjadi teman yang baik atau seseorang yang peduli kepada korban. Mereka mungkin mengirim pesan ramah, memberi pujian, atau mencoba memahami masalah pribadi korban. Biasanya, setelah berhasil mendapatkan kepercayaan, predator ini mulai meminta foto atau informasi pribadi dari anak tersebut, yang kemudian bisa ia gunakan untuk memeras atau mengancam korban. Anak-anak sering kali tidak menyadari bahaya ini karena mereka belum memiliki pengalaman atau pengetahuan tentang risiko interaksi . Akibatnya, mereka mudah terjebak dan merasa ketakutan atau malu untuk menceritakan apa yang terjadi.
ADVERTISEMENT
Paparan konten yang tidak pantas juga menjadi masalah besar bagi anak-anak di dunia digital. Saat menyelam di internet, anak-anak bisa dengan mudah menemukan video atau gambar yang berisi kekerasan, pornografi, atau hal-hal ekstrim lainnya. Konten seperti ini dapat berdampak buruk bagi perkembangan anak. Misalnya, anak yang sering melihat kekerasan bisa menjadi lebih agresif atau menganggap kekerasan adalah hal yang wajar. Sementara itu, anak-anak yang terpapar konten seksual bisa memiliki pandangan yang salah tentang hubungan antar manusia, bahkan merasa bingung atau terganggu secara emosional.
Di Indonesia sendiri, kasus kekerasan digital terhadap anak semakin meningkat. Menurut data dari Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), pada tahun 2021 tercatat 2.982 kasus yang melibatkan anak-anak. Dari jumlah tersebut, 126 kasus melibatkan anak sebagai tersangka dalam masalah hukum, 147 kasus berkaitan dengan eksploitasi ekonomi atau seksual. Serta 345 kasus melibatkan anak sebagai korban pornografi dan kejahatan siber. Dari data ini mempertegas pentingnya perlindungan anak di dunia digital, mengingat anak-anak yang masih dalam masa perkembangan sangat rentan terhadap dampak perilaku negatif yang mereka temui di lingkungan digital. Namun sayangnya, masih banyak anak yang takut atau malu untuk melapor kepada orang dewasa. Mereka mungkin khawatir akan disalahkan, tidak dipercaya, atau bahkan mendapat hukuman. Akibatnya, mereka menyimpan masalah ini sendiri, yang akhirnya mempengaruhi kesehatan mental mereka. Banyak anak yang menjadi korban kekerasan online mengalami stres, kecemasan, bahkan depresi.
ADVERTISEMENT
Untuk melindungi anak-anak dari kekerasan digital, tentu perlu adanya peran aktif dari orang tua, guru, dan masyarakat. Orang tua harus lebih terlibat dalam aktivitas online anak-anak mereka. Ini bisa dimulai dengan berkomunikasi secara terbuka tentang internet dan risikonya. Dengan begitu, anak-anak mengerti bahwa mereka bisa bercerita jika mengalami sesuatu yang tidak menyenangkan di dunia maya. Orang tua juga sebaiknya mengawasi perangkat yang digunakan anak-anak. Ada banyak aplikasi yang dirancang atau orang tua dapat mengaktifkan mode kontrol orang tua untuk membantu orang tua memantau aktivitas online anak-anak mereka, seperti membatasi waktu penggunaan atau memblokir situs tertentu yang tidak sesuai untuk anak atau dapat juga disebut “Perisai Digital”.
Konsep "Perisai Digital" adalah upaya untuk melindungi anak-anak dari berbagai ancaman di dunia maya. Perisai digital ini tidak hanya berupa pengawasan orang tua, tetapi juga mencakup bimbingan dan dukungan yang berkelanjutan bagi anak-anak. Anak-anak yang diajarkan tentang keamanan digital sejak dini akan lebih siap dalam menghadapi dunia internet yang penuh dengan tantangan. Mereka juga akan lebih percaya diri dalam melindungi diri sendiri, serta mampu mengenali situasi yang bisa membahayakan mereka.
ADVERTISEMENT
Selain itu, penting juga bagi orang tua untuk mengedukasi anak tentang cara menggunakan internet dengan aman. Anak-anak perlu tahu bahwa tidak semua orang di internet bisa dipercaya, dan mereka harus berhati-hati dalam membagikan informasi pribadi. Sekolah dan komunitas juga bisa berperan dengan mengadakan kegiatan edukasi atau pelatihan tentang keamanan digital. Anak-anak bisa belajar mengenali tanda-tanda bahaya, seperti jika seseorang meminta foto atau informasi pribadi secara tiba-tiba. Dengan memiliki pengetahuan ini, anak-anak akan lebih siap dalam menghadapi situasi yang tidak nyaman di dunia maya.
Selain pengawasan dari orang tua, pemerintah juga perlu membuat regulasi yang melindungi anak-anak di dunia maya. Misalnya, platform media sosial bisa dipaksa untuk membuat fitur pengawasan yang lebih ketat bagi pengguna anak-anak. Beberapa aplikasi bahkan sudah memiliki fitur kontrol orang tua yang bisa membantu membatasi akses anak ke konten tertentu. Pemerintah juga perlu bekerjasama dengan platform digital untuk memastikan bahwa situs-situs ini memiliki sistem pelaporan yang mudah, sehingga anak-anak yang mengalami kekerasan digital bisa melapor dengan lebih mudah dan cepat.
ADVERTISEMENT
Dukungan emosional juga sangat penting bagi anak-anak yang menjadi korban kekerasan digital. Anak-anak yang mengalami perundungan atau ancaman online perlu merasa bahwa mereka tidak sendirian. Orang tua dan guru bisa membantu dengan mendengarkan keluhan mereka tanpa menghakimi. Anak-anak yang merasa didukung akan lebih mudah untuk pulih dari dampak emosional yang mereka alami.
Pada akhirnya, kita semua bertanggung jawab dalam menciptakan lingkungan digital yang aman bagi anak-anak. Dengan adanya kesadaran dan kepedulian, kita bisa melindungi anak-anak dari kekerasan di dunia maya dan membantu mereka tumbuh dalam lingkungan yang sehat, baik di dunia nyata maupun dunia maya. Membekali mereka dengan pengetahuan tentang keamanan digital adalah langkah penting agar mereka bisa memanfaatkan teknologi dengan bijak dan bertanggung jawab.
ADVERTISEMENT
DAFTAR PUSTAKA
ANALISIS KASUS KEKERASAN TERHADAP ANAK DAN KEBIJAKAN DALAM PENCEGAHANNYA DI KABUPATEN KULON PROGO. (t.thn.). Dipetik November 5, 2024, dari Journal Student UNY: https://journal.student.uny.ac.id/index.php/sakp/article/download/18227/17393
Kahfi, A. H., Nugraha, F. S., Ridwansyah, & Nawawi, H. M. (2024). PELATIHAN PEMANFAATAN DIGITAL PARENTING CONTROL MENGGUNAKAN GOOGLE FAMILY LINK PADA IBUTAMAN KAMPUNG TANGGUH. Abdimas Nusa Mandiri, 28-33.
Simaremare, M. (2023). ProsidingSeminarNasionalpp.129-139,2023ISSN1234-5678OnlineSeminarNasionalUniversitasNegeriSurabaya2023|124Transformasi Pola Asuh dan Karakter Anak Berdasarkan Perkembangan Teknologi di Era Digital. Prosiding Seminar Nasional Ilmu Sosial, 123-133.
Mahka, M. F., Sagita, F., Umar, N., Zuhriyah, S., & Sukanda, N. L. (2023). Strategi Hukum Preventif dalam Meningkatkan Perlindungan Anak di Era Digital. Prosiding SISFOTEK IAII, 371-379.
Syam, R., Raf, N., Abbas, R. R., Ras, A., Rahim, H., & Lestari, A. E. (2024). SOSIALISASI NAVIGASI AMAN DI DUNIA MAYA: MEMBANGUN PERISAI DIGITAL UNTUK ANAK-ANAK. Proficio Jurnal Abdimas FKIP UTP Surakarta, 167-173.
ADVERTISEMENT