Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 ยฉ PT Dynamo Media Network
Version 1.103.0
Konten dari Pengguna
Thrifting Mengancam Perekonomian
29 Februari 2024 13:15 WIB
ยท
waktu baca 3 menitTulisan dari Najma Afifa Hartania tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Indonesia benar-benar sedang dihadapkan dengan masalah yang serius. Maraknya thrifting pada beberapa tahun terakhir cukup menggoyahkan perekonomian. Sejak masuknya perdagangan barang bekas ke Indonesia sekitar tahun 2013, angka impor barang bekas tak kunjung menurun hingga saat ini. Hal ini menunjukkan bahwa thrifting atau kegiatan membeli barang bekas masih digemari masyarakat terutama dikalangan anak-anak muda.
ADVERTISEMENT
Ketika fenomena fast fashion merambah hingga seluruh dunia, manusia seakan dituntut untuk selalu berpakaian sesuai zaman. Para tengkulak baju bekas melihat tren ini sebagai peluang bisnis yang menguntungkan. Baju-baju bekas dari Australia, Jepang, Amerika Serikat, dan sejumlah negara di Eropa diimpor ke Indonesia dengan modal yang tidak begitu besar. Sehingga mereka dapat meraup keuntungan berkali-kali lipat. Namun, apakah keuntungan yang mereka peroleh lebih besar daripada kerugian yang menimpa negara dan masyarakat?
Bisnis yang menguntungkan bagi sebagian pengusaha tersebut, ternyata membawa ancaman bagi perekonomian. Pasar menjadi terganggu, bermula dari harga yang jauh lebih murah, hingga berdampak panjang untuk keberlangsungan industri tekstil. Produsen tekstil yang didominasi oleh industri kecil dan mikro dapat mengalami penurunan jumlah permintaan, dan kemudian dapat mengancam upaya pemerintah dalam mendorong penciptaan lapangan kerja. Padahal, ada sekitar 520.000 pekerja yang bergantung pada industri tekstil di Indonesia.
ADVERTISEMENT
Berdasarkan data yang dirilis Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah angka impor baju di Indonesia berfluktuasi dalam satu dekade terakhir. Angka tertinggi berada pada tahun 2019 dengan jumlah 392 ton, dimana angka ini lebih besar tiga kali lipat dari tahun sebelumnya 2018 yaitu 108 ton. Sedangkan, pada tahun 2020 angkanya turun drastis seiring dengan munculnya Covid-19, yaitu sebesar 66 ton, pada 2021 tercatat 8 ton, dan pada 2020 meningkat menjadi 26 ton.
Baju bekas tersebut termasuk barang ilegal, sehingga pendapatan negara mengalami kerugian, karena barang ilegal tidak membayar pajak dan bea masuk. Larangan thrifting pakaian impor telah diatur dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 51 Tahun 2015 tentang larangan impor pakaian bekas dan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 18 Tahun 2021 tentang barang dilarang ekspor dan barang dilarang impor. Pada pasal 2 ayat 3 tertulis, barang dilarang impor, yaitu kantong bekas, karung bekas, dan pakaian bekas.
ADVERTISEMENT
Menurut saya, untuk menjaga perekonomian Indonesia, dibutuhkan kerja sama antara pemerintah dan masyarakat. Pemerintah perlu mengawasi secara ketat titik-titik dimana impor pakaian bekas masuk ke Indonesia, serta memberikan sanksi tegas kepada para distributor atau tengkulak besar apabila melakukan perdagangan ilegal. Kita sebagai masyarakat perlu menumbuhkan kesadaran akan dampak buruk yang ditimbulkan dari thrifting. Dengan begitu kita dapat meninggalkan kebiasaan thrifting, dan membeli pakaian lokal sebagai bentuk mencintai produk dalam negeri, serta mendukung industri tekstil di Indonesia.