Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Engkau, Cahaya Ibu Nak!
29 Mei 2022 17:05 WIB
Tulisan dari Najwa Avifah Octavia tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Kehidupan setelah menikah pasti menantikan hadirnya seorang anak. Memiliki seorang anak adalah sebuah anugerah terbesar bagi seorang perempuan, yang tadinya hanya sebatas nama kini memiliki gelar menjadi ibu, mamah, atau bunda. Seorang ibu pasti akan mementingkan kebahagiaan anaknya dibandingkan dirinya. Bisa kita katakan kasih sayang ibu melebihi luasnya alam semesta di dunia ini.
ADVERTISEMENT
Yati adalah sosok ibu yang sangat menyayangi dan mencintai anaknya. Ia rela berkorban demi kebahagian dan keselamatan Wanda putri tercinta. Wanda anaknya adalah seoranag remaja, yang memilki paras cantik dan tubuh sedikit berisi.
Benar adanya bahwa ibu adalah segalanya bagi anak, seperti kisah Yati yang memperjuangkan putri tercintanya agar bisa bertahan hidup.
Berawal dari sang anak yang mengalami gejala asam lambung cukup tinggi, mengakibatkan anaknya sering merasakan nyeri perut yang mendalam. Yati kira hal itu tidak terlalu dikhawatirkan karena ia pikir dengan hanya meminum antasida maka nyeri perut yang dirasakan oleh putri tercintanya akan hilang.
Penyakit anaknya kini semakin bertambah parah, yang tadinya hanya nyeri dibagian perut kini berangsur kepada rasa mual dan susah menerima makanan. Berat badan anak Yati turun drastis, munculah rasa ke khawatiran pada dirinya kepada anaknya. Di sebuah klinik desa dilakukan pemeriksaan kepada anaknya. dokter menyebutkan bahwa anaknya mengidap penyakit asam lambung dan kurangnya istirahat. Dokter pun memberikan obat-obatan sesuai dengan penyakit yang diderita oleh anak Yati.
ADVERTISEMENT
Hari terus berganti tetapi sang anak belum berangsur sembuh. Cemas rasa hati gelisah yang dirasakan oleh Yati. Ia bertanya-tanya mengapa anaknya belum bisa sembuh. Yati dan suaminya membawa putri tercintanya ke rumah sakit yang berada di kota.
Sesampai di rumah sakit anaknya mendapatkan penanganan yang cukup baik. Dokter mengambil darah untuk di uji pada laboratorium. Hasil medis belum keluar pada hari itu, tentu untuk mendapatkan hasil yang baik memakan waktu yang cukup lama. Akhirnya sebagai penangan pertama dokter memberikan beberapa obat penanganan sesuai dengan apa yang diderita oleh anak Yati.
Putri tercintanya kini berbaring lemas di kamar, tubuhnya semakin kurus namun senyum manis anaknya tak pernah luntur. Dengan bantuan selang oksigen pada tubuh Wanda agar ia tetap bernafas dengan baik. Yati tau anaknya sangat menderita, dirinya harus terlihat tegar agar tidak membuat khawatir sang anak.
ADVERTISEMENT
Yati dan suaminya hidup dengan kondisi ekonomi berkecukupan, suaminya bekerja sebagai buruh lepas di pasar dan dirinya bekerja sebagai penjaga toko. Untuk kehidupan makan sehari-hari saja sangat pas, kini ia harus mencari pekerjaan untuk biaya pengobatan sang anak.
Biaya untuk membeli oksigen cukup besar setara dengan biaya hidup mereka selama satu minggu. Tentu Yati dan suaminya mencari kerja tambahan dan terkadang mencari pinjaman kepada tetangga untuk memenuhi biaya perawatan sang anak. Malu?, itu yang dirasakan Yati saat meminjam uang kepada para tetangganya, tetapi semua perasaan itu ia buang jauh-jauh.
Hasil telah keluar dokter mendiagnosa Wanda memiliki penyakit autoimun lupus. Tamparan yang keras bagi Yati mendengar hal tersebut, tetapi ia harus tegar. Tentang penyakit pada anaknya hanya ia dan suaminya yang tahu, ia tidak memberitahu kepada anak agar sang anak tidak khawatir dan takut akan penyakit tersebut.
ADVERTISEMENT
Semua pengobatan sering Wanda lakukan, seperti mencuci darah dua kali dalam seminggu dan rawat inap. Yati selalu menemani anaknya ke rumah sakit, walau hanya berbekal uang yang cukup untuk pulang dan pergi dari desa ke kota tetap ia lakukan.
Bau obat-obatan mendominasi seisi ruangan rumah sakit. Beberapa selang telah dipasang kepada tubuh sang anak. Air mata Yati dan suami terus mengalir deras melihat kondisi anak yang terbaring lemah di kasur rumah sakit. Tak ada lagi senyum ceria pada putri tercintanya. Penangan yang dilakukan oleh dokter telah maksimal, namun tuhan berkata lain bahwa tuhan lebih sayang kepada anaknya.
Kehilangan anak cukup menyakitkan, ada rasa gagal dalam diri Yati sebagai orang tua. Semua telah ia lakukan demi kesembuhan anak. Kehidupan yang ia alami sekarang sangatlah begitu hampa. Tawa ceria, sifat manja pada anaknya, dan keributan karena perbedaan pendapat antar anak dan orang tua, kini tidak lagi ia rasakan. Bagaikan rembulan yang kini telah kehilangan cahayanya, yang redup tanpa adanya matahari. Begitu pula yang dirasakan Yati tanpa adanya putri tercintanya.
ADVERTISEMENT