news-card-video
7 Ramadhan 1446 HJumat, 07 Maret 2025
Jakarta
chevron-down
imsak04:10
subuh04:25
terbit05:30
dzuhur11:30
ashar14:45
maghrib17:30
isya18:45
Konten dari Pengguna

Ketegangan Diplomatik: Trump vs Zelensky Ancaman Baru Bagi Stabilitas NATO

Najwa Azfa Wibowo Putri
Active student of International Relations programme (UNMUL), part of social and funding (HIMAHI), delegate of IR Mulawarman University at PNMHII XXXVI Lampung.
6 Maret 2025 13:34 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Najwa Azfa Wibowo Putri tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Pertemuan Trump-Zelensky (sumber: Shutterstock)
zoom-in-whitePerbesar
Pertemuan Trump-Zelensky (sumber: Shutterstock)
ADVERTISEMENT
Pada 28 Februari 2025, pertemuan antara Presiden AS Donald Trump dan Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky di Ruang Oval berakhir dengan ketegangan yang tinggi. Insiden ini dimulai dengan jabat tangan yang formal, namun segera berubah menjadi cekcok ketika Trump mengungkapkan ketidakpuasannya terhadap sikap Ukraina yang dianggap tidak menunjukkan rasa terima kasih atas dukungan yang telah diberikan oleh Amerika Serikat. Wakil Presiden AS, JD Vance, bahkan menyebut Zelensky “kurang ajar” dan menilai bahwa pemimpin Ukraina tersebut tidak menghargai bantuan militer yang diterima.
ADVERTISEMENT
Juru bicara Kremlin, Dmitry Peskov, mengomentari insiden tersebut dengan menyatakan bahwa cekcok semacam itu belum pernah terjadi sebelumnya dan menunjukkan kurangnya kemampuan diplomasi dari Zelensky. Dikutip dari wawancara di saluran TV pemerintah Rossiya-1, yang dipublikasikan pada 2 Maret 2025, Peskov menyoroti bahwa kebijakan luar negeri AS di bawah kepemimpinan Trump semakin selaras dengan kepentingan Rusia. Ia juga menekankan bahwa pemerintahan AS dengan cepat mengubah konfigurasi kebijakan luar negerinya yang selaras dengan visi Rusia.
Setelah insiden tersebut, Trump mendesak Zelensky untuk lebih menghargai bantuan yang telah diberikan AS, ia juga mengatakan bahwa “pemimpin Ukraina itu tidak akan bertahan lama tanpa perjanjian gencatan senjata dengan Rusia.” Insiden ini pun menarik perhatian dunia dan memicu berbagai reaksi dari para pemimpin global.
ADVERTISEMENT
Bagaimana tanggapan NATO atas insiden tersebut?
Sekretaris Jenderal NATO, Mark Rutte, dalam konferensi pers pada 1 Maret 2025, menyampaikan permintaan agar Zelensky segera memperbaiki hubungannya dengan Trump. Rutte menekankan pentingnya kerjasama antara Ukraina, AS, dan Eropa dalam menghadapi ancaman global, dan menyatakan bahwa dengan memperbaiki hubungan antara Trump dan Zelensky akan berkontribusi pada stabilitas NATO.
Bendera NATO (sumber: Shutterstock)
Negara-negara anggota NATO, termasuk Belanda dan Prancis pun turut menanggapi setelah terjadinya insiden tersebut. Mereka menegaskan komitmen mereka untuk terus membantu dan mendukung kebebasan Ukraina, dengan Belanda berperan aktif dalam mencari jalan menuju perdamaian dengan tetap menjunjung kedaulatan dan keamanan Ukraina.
Bagaimana dengan stabilitas NATO setelah insiden tersebut?
Tentu saja, NATO telah menghadapi berbagai ancaman strategis dan signifikan yang mempengaruhi stabilitas NATO. Insiden ini telah menimbulkan ketegangan internal dalam NATO. Banyak negara anggota mengalami ketidakpastian politik sehingga menjadi tantangan tersendiri bagi aliansi. Di Eropa, pengaruh partai-partai sayap kanan yang meningkat juga dapat melemahkan solidaritas di antara anggota NATO.
ADVERTISEMENT
Selain itu, mengenai arah kebijakan Trump ke depan, yang dianggap mulai selaras dengan visi Rusia dan cenderung menguntungkan Moskow, semakin mengkhawatirkan. Salah satu kebijakannya yaitu penangguhan bantuan militer ke Ukraina oleh Trump sebagai upaya untuk menekan Zelensky menambah kekhawatiran di kalangan anggota Uni Eropa, terutama negara-negara anggota NATO.
Dengan situasi yang semakin kompleks ini, masa depan stabilitas NATO dan kerjasama internasional dalam menghadapi ancaman global menjadi semakin tidak pasti. Maka dari itu NATO perlu untuk melakukan beberapa langkah agar stabilitas NATO tetap terjaga.
Najwa Azfa Wibowo Putri, Mahasiswi Hubungan Internasional Universitas Mulawarman.