news-card-video
6 Ramadhan 1446 HKamis, 06 Maret 2025
Jakarta
chevron-down
imsak04:10
subuh04:25
terbit05:30
dzuhur11:30
ashar14:45
maghrib17:30
isya18:45
Konten dari Pengguna

Sexual Harassment Dalam Media Sosial

Najwa Wafi
Communication Graduate
23 Januari 2021 21:56 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Najwa Wafi tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
<a href='https://www.freepik.com/photos/woman'>Woman photo created by cookie_studio - www.freepik.com</a>
zoom-in-whitePerbesar
<a href='https://www.freepik.com/photos/woman'>Woman photo created by cookie_studio - www.freepik.com</a>
Dizaman serba digital ini, manusia amat sangat dimanjakan oleh teknologi, salah satunya dengan adanya media sosial. Kemudahan yang ditawarkan oleh media sosial, membuat siapapun lebih memilih melakukan kegiatan secara online. Media sosial yang banyak digemari oleh remaja telah menghadirkan banyak sekali fitur. Hanya dengan bermain media sosial di handphone kita dapat memberi, menerima, berinteraksi, berbelanja, bekerja, bahkan mencari jodoh pun dapat dilakukan disini. Kini siapapun tanpa memandang drajat dan status sosial, dengan mudah dapat memiliki akun di media sosial.
ADVERTISEMENT
Interaksi yang berlangsung di dalam media sosial sama halnya dengan berinteraksi tatap muka, dimana tetap adanya aturan dan norma yang digunakan (Feryna dan Fadhil, 2018). Sama halnya dengan media sosial yang memiliki aturan seperti batasan umur dalam pembuatan setiap akun. Akan tetapi, dengan kemudahan yang ditawarkan seringkali hal ini dimanfaatkan oleh beberapa pihak untuk memanipulasi data, seperti anak dibawah umur yang kian memiliki akun dan oknum-oknum yang membuka akun di media sosial dengan tujuan yang tidak jelas. Hal ini menjadi salah satu faktor kurangnya kualitas seseorang dalam penggunaan media sosial dan meningkatnya cybercrime seperti, kasus bullying, penipuan, bahkan pelecehan seksual.
Sexual harassment atau pelecehan seksual merupakan tindakan seksual yang tidak diinginkan dan dapat terjadi oleh siapa saja dan dimana saja, bahkan di media sosial sekalipun. Seperti yang menimpa pangeran Mateen, di awal tahun 2020. Pasalnya, banyak dari wanita Indonesia yang memuji ketampanan pengeran asal Brunei ini dengan melontarkan komentar di akun pribadi milik pangeran. Namun dirasa cukup agresif, komentar tersebut malah mengarah kepada pelecehan seksual. Menurut Komnas Perempuan dalam artikelnya yang menjelaskan pelecehan seksual, merupakan tindakan seksual melalui sentuhan fisik maupun non fisik dengan sasaran organ sesksualitas dari korban.
ADVERTISEMENT
Dengan meningkatnya jumlah platform yang ada di media sosial, semakin besar pula kemungkinan pelecehan seksual terjadi. Tidak hanya terjadi kepada public figure, masyarakat biasa pun kerap mendapatkan pelecehan seksual. Banyak dari masyarakat biasa yang mendapat ajakan seksual atau chat menggoda yang sering terjadi di dating apps. Seperti laporan dari investigasi program ABC, Four Corners and triple j Hack yang dikutip dari kompas.com, bahwa tinder yang merupakan aplikasi dating app membuat predator seksual semakin marak. Mayoritas dari 400 orang yang menjawab survey dari triple jack Hack mengaku pernah mendapatkan serangan atau pelecehan seksual.
Berikut beberapa kegiatan yang masuk kedalam kategori pelecehan seksual non verbal di media sosial:
1. Komentar dan lelucon seksual yang mengarah kepada tubuh seseorang
ADVERTISEMENT
2. Ajakan berhubungan intim atau tindakan seksual lainnya
3. Menyebarkan gambar atau video seksual di media sosial
Meskipun pelecehan seksual di media sosial sudah dilindungi oleh Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik Pasal 27 ayat (1) UU ITE, dan terhadap pelanggaran Pasal 27 ayat (1) UU ITE, Pasal 45 ayat (1) UU 19/2016 menyatakan bahwa “Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusislaan sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).” Tetapi masih banyak orang yang tidak berhati-hati. Seperti kasus yang pernah tranding di twitter pada akhir tahun 2020 mengenai tersebarnya video syur dari artis berinisial GA, masyarakat malah berbondong-bondong mencari dan menyebarkan video tersebut secara luas. Media sosial yang seharusnya bisa menjadi sarana hiburan maupun memperluas pertemanan, malah menjadi tempat paling rawan terjadi pelecehan seksual.
ADVERTISEMENT
Pelecehan seksual baik secara fisik maupun non fisik dapat mengganggu psikologis dari korban. Banyak faktor mengapa para korban kesulitan untuk mengindetifikasi kasus yang menimpa mereka, seperti merasa kebingungan (tidak tahu bagaimana caranya menggambarkan apa yang sedang terjadi), melakukan penyangkalan (tidak mau percaya bahwa hal tersebut terjadi kepada dirinya), defence mechanism (mengatakan pada diri sendiri bahwa “itu bukanlah persoalan besar”, atau “saya terlalu sensitive saja.”), maskulinitas (bagi laki-laki yang menjadi korban), dan memiliki pemikiran bahwa tidak akan ada orang yang mempercayainya (Endah,2007). Selain itu banyak dari mereka yang malah takut disalahkan. Perspektif yang menjamur dikalangan masyarakat, mengenai cara berpakaian korban membuat korban lebih mimilih bungkam. Seringkali para korban disalahkan atas pakaian yang mereka kenakan, “itu mah dianya aja yang make pakaian terlalu terbuka”, “siapa suruh fotonya sexy banget” padahal jika dilihat-lihat, banyak dari korban yang sudah berpakai tertutup dan tidak mengundang syahwat tapi masih saja menjadi korban pelecehan seksual di dunia maya.
ADVERTISEMENT
Meskipun korban berhasil melalui masa sulit dan akhirnya melaporkan apa yang terjadi, dampak terhadap gangguan psikologisnya tidak hanya sampai situ. Kemungkinan ia akan lebih berhati-hati bahkan cenderung menutup diri dan menghindari berkomunikasi dengan orang lain yang memiliki kesamaan gender dengan pelaku. Berikut tips yang dikutip dari Halodoc dalam menghadapi pelecehan seksual:
1. Jika mendapat ajakan seksual, katakanlah “tidak” secara tegas
2. Mencari tahu siapa yang bertanggung jawab dalam menangani pelecehan seksual di wilayah kita, hal ini dilakukan untuk pencegahan kasus yang sama dikemudian hari.
3. Jangan menyimpan pengalaman pelecehan seksual seorang diri.
4. Jika mengalami tekanan psikologis, segeralah berbicara kepada psikologi/psikiater.
Setelah mengetahui langkah apa yang harus diambil untuk menghadapi pelecehan seksual, perlunya pembekelan pengetahuan mengenai sikap bijak dalam penggunaan media sosial khususnya kepada para remaja yang lebih aktif berselancar di jejaring sosial ini.
ADVERTISEMENT
Seperti dalam konsep Dramaturgi, kehidupan sosial seperti pertunjukan drama dimana didalamnya terdapat aktor yang memainkan peran. Sama halnya dengan bermedia sosial, mereka akan menampilkan diri terbaik mereka dan menyajikan suatu gambaran diri yang akan diterima oleh oranglain (Feryna dan Fadhil, 2018). Namun karna sifat labil yang masih dimiliki oleh remaja, tak jarang dari mereka yang menyajikan diri secara belebihan hanya untuk mendapatkan atensi, hal ini lah yang akan mempermudah para oknum-oknum pelaku pelecehan seksual dalam menjadikan remaja target.
Maka dari itu, diperlukannya bimbingan maupun arahan untuk para remaja dalam penggunaan media sosial secara bijak. Hal ini dapat bermula dari arahan orangtua maupun keluarga.