Konten dari Pengguna

Efisiensi Anggaran: Solusi atau Ancaman bagi Ketimpangan Ekonomi Indonesia?

Najwah Basis
Mahasiswa PKN STAN
22 Februari 2025 16:55 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Najwah Basis tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Kementerian paling terdampak efisiensi anggaran 2025. Sumber gambar: Dokumen Pribadi
zoom-in-whitePerbesar
Kementerian paling terdampak efisiensi anggaran 2025. Sumber gambar: Dokumen Pribadi
ADVERTISEMENT
Pada awal tahun 2025, pemerintah Indonesia, di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto, mengeluarkan Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2025 yang menekankan efisiensi belanja dalam pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) serta Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Kebijakan ini bertujuan untuk mengurangi pengeluaran yang tidak perlu dan mengalokasikan dana secara lebih efektif guna mendukung program prioritas nasional.
ADVERTISEMENT
Salah satu langkah konkret yang diambil adalah pemotongan anggaran sebesar Rp306,69 triliun, yang mencakup pengurangan belanja operasional seperti perjalanan dinas, pengadaan alat tulis kantor, dan penggunaan listrik. Beberapa kementerian mengalami pemotongan anggaran yang signifikan; misalnya, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat serta Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian masing-masing mengalami pengurangan anggaran lebih dari 70% dan 50%.
Meskipun kebijakan ini bertujuan untuk mengoptimalkan pengeluaran negara, dampaknya terhadap pelayanan publik dan pertumbuhan ekonomi menjadi perhatian utama. Salah satu sektor yang terdampak adalah Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), yang menghadapi pemotongan anggaran lebih dari 50%, berpotensi mengurangi efisiensi dan kecepatan dalam memberikan peringatan dini bencana alam. Lebih lanjut, berdasarkan laporan Badan Pusat Statistik (BPS), indeks Gini Indonesia pada September 2024 mengalami kenaikan dari 0,379 menjadi 0,381, mengindikasikan kesenjangan ekonomi yang semakin melebar. Dengan efisiensi anggaran yang menekan belanja sosial, risiko semakin dalamnya ketimpangan ini menjadi lebih besar.
ADVERTISEMENT
Di sisi lain, pemerintah berkomitmen memastikan bahwa efisiensi anggaran tidak menghambat pelaksanaan tugas dan fungsi strategis. Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) menegaskan bahwa program terkait reformasi birokrasi, seperti asistensi reformasi birokrasi dan pembangunan zona integritas, tetap berjalan optimal dengan pendekatan yang lebih efektif dan inovatif.
Berdasarkan studi oleh Azzimonti dan Sarte (2023) dalam Journal of Economic Dynamics & Control menunjukkan bahwa pemotongan anggaran yang tidak terarah dapat memperburuk ketimpangan ekonomi. Oleh karena itu, anggaran untuk pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur vital harus tetap dijaga. Sejarah telah menunjukkan bahwa kebijakan penghematan anggaran yang tidak terarah sering kali menghambat pertumbuhan ekonomi dalam jangka panjang. Selain itu, berdasarkan Reinhart dan Rogoff (2010) dalam American Economic Review menunjukkan bahwa pemotongan belanja publik, terutama di sektor pendidikan dan kesehatan, dapat memperburuk ketimpangan sosial dan menurunkan daya saing suatu negara.
ADVERTISEMENT
Saat ini, pemerintah memang menjanjikan bahwa program sosial seperti Kartu Indonesia Pintar (KIP) dan Kartu Indonesia Sehat (KIS) tetap akan berjalan. Namun, tanpa alokasi anggaran yang memadai, efektivitas program ini patut dipertanyakan. Data dari Kementerian Keuangan menunjukkan bahwa anggaran subsidi kesehatan mengalami pemangkasan sebesar 15%, yang dapat berdampak langsung pada akses layanan kesehatan masyarakat miskin.
Alih-alih hanya fokus pada pemotongan anggaran, pemerintah seharusnya lebih aktif dalam mencari sumber pendapatan baru yang tidak membebani masyarakat miskin. Salah satu solusi yang dapat diterapkan adalah reformasi pajak berbasis digital dan pajak karbon.
Menurut studi IMF (2024), pajak berbasis emisi dapat meningkatkan penerimaan negara hingga 1,5% dari PDB, sekaligus mendukung keberlanjutan lingkungan. Sayangnya, hingga saat ini, kebijakan pajak karbon dan digital masih dalam tahap perencanaan tanpa implementasi yang jelas. Padahal, jika diterapkan secara efektif, kebijakan ini dapat membantu menyeimbangkan defisit anggaran tanpa harus memangkas belanja sektor penting.
ADVERTISEMENT
Agar kebijakan efisiensi anggaran tidak menjadi bumerang bagi perekonomian, pemerintah perlu dapat melakukan langkah-langkah strategis sebagai berikut:
1. Selektif dalam Pemotongan Anggaran
Pemerintah harus lebih selektif dalam melakukan pemangkasan anggaran dengan memastikan bahwa sektor-sektor vital seperti pendidikan, kesehatan, dan kesiapsiagaan bencana tetap mendapatkan alokasi dana yang cukup. Misalnya, pemangkasan anggaran di Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) dapat mengurangi efektivitas peringatan dini bencana, yang pada akhirnya dapat meningkatkan risiko korban jiwa dan kerugian ekonomi yang lebih besar. Oleh karena itu, perlu dilakukan evaluasi menyeluruh sebelum memangkas anggaran untuk memastikan bahwa efisiensi yang diterapkan tidak merugikan masyarakat luas, terutama kelompok rentan.
2. Mengembangkan Sumber Pendapatan Alternatif
Alih-alih hanya berfokus pada pemotongan anggaran, pemerintah juga perlu mengembangkan sumber pendapatan baru untuk menjaga keseimbangan fiskal. Salah satu caranya adalah dengan menerapkan pajak digital dan pajak karbon yang telah terbukti efektif di berbagai negara dalam meningkatkan penerimaan negara tanpa membebani masyarakat miskin. Berdasarkan laporan IMF (2024), penerapan pajak karbon di beberapa negara berkembang mampu meningkatkan pendapatan negara sebesar 1,5% dari PDB serta mendorong transisi menuju ekonomi berkelanjutan. Selain itu, optimalisasi pajak dari sektor ekonomi informal dapat membantu meningkatkan penerimaan negara tanpa perlu menaikkan pajak yang sudah ada.
ADVERTISEMENT
3. Menjaga Stabilitas Sosial dan Ekonomi
Pemerintah harus memastikan bahwa kebijakan efisiensi anggaran tidak memperburuk ketimpangan sosial dan ekonomi. Program bantuan sosial, seperti Kartu Indonesia Sehat (KIS) dan Kartu Indonesia Pintar (KIP), harus tetap berjalan dengan anggaran yang cukup untuk melindungi kelompok rentan. Selain itu, pemangkasan anggaran tidak boleh menghambat pertumbuhan ekonomi, terutama di sektor-sektor yang berperan dalam menciptakan lapangan kerja, seperti industri padat karya dan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Jika efisiensi anggaran dilakukan tanpa mempertimbangkan dampaknya terhadap stabilitas sosial, kebijakan ini justru dapat memperburuk ketimpangan pendapatan dan meningkatkan angka pengangguran.
Efisiensi anggaran merupakan langkah yang diperlukan untuk mengoptimalkan penggunaan dana publik, tetapi implementasinya harus dilakukan secara hati-hati dan strategis. Pemangkasan anggaran yang tidak tepat sasaran dapat merugikan sektor-sektor esensial dan memperburuk ketimpangan ekonomi. Oleh karena itu, pemerintah perlu menyeimbangkan efisiensi dengan kebijakan yang memastikan kesejahteraan masyarakat tetap terjaga. Dengan pendekatan yang lebih selektif, pengembangan sumber pendapatan baru, serta perlindungan terhadap program sosial, kebijakan efisiensi anggaran dapat menjadi alat yang efektif untuk memperbaiki kondisi ekonomi tanpa mengorbankan layanan publik yang krusial.
ADVERTISEMENT