Konten dari Pengguna

Kematangan dan Kebijaksanaan Puan Maharani

Jack Separrow
Cukup dengan menjadi diri sendiri. Saja!
21 Agustus 2017 20:43 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:15 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Jack Separrow tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Kematangan dan Kebijaksanaan Puan Maharani
zoom-in-whitePerbesar
ADVERTISEMENT
Dulu, meski terkesan “dipermainkan” oleh orang-orang yang tidak suka terhadapnya dengan menegasikan dan secara ramai-ramai “menggugat” Puan Maharani sebagai menteri, kini, harus diakui, bahwa Puan Maharani tak bisa dianggap remeh lagi. Berbagai kerja dalam pembangunan manusia dan kebudayaan bangsa telah menemukan arah dan titik temu melalui program dan rangkaian kebijakan yang produktif dan bermanfaat.
ADVERTISEMENT
Tidak hanya itu, pada perkembangannya, orang-orang yang nyinyir terhadap Puan Maharani akhirnya harus mengakui kematangan berpolitik dan kebijaksanaan yang ditunjukkan dalam menghadapi persoalan, terutama yang memungkinkan terjadinya kegaduhan tak produktif dan mengganggu proses pembangunan.
Kematangan dan kebijaksanaan itu terlihat ketika Puan Maharani menanggapi soal “politik sarkas” yang dilakukan oleh dua politikus petinggi partai, yaitu Arief Poyuono dari Gerindra dan Viktor Laiskodat dari Nasdem. Untuk Arief Poyuono, bahkan menyamakan PDIP dengan PKI (atau sebagai “sarang” dan berafiliasi dengan PKI). Sesuatu yang sangat sensitif, berbahaya, dan merugikan karena nama baik partai tercemar.
Menaggapi itu, Puan Maharani lebih memilih untuk mempergunakan cara dingin dan “bermartabat”. Tak perlu ada “balasan”, apalagi saling melaporkan. Kader partai tak perlu bertindak gegabah apalagi marah-marah. Puan Maharani lebih saklek kalau setiap permasalahan diselesaikan dengan cara kekeluargaan.
ADVERTISEMENT
Tentu, kalah salah harus minta maaf. Harus. Maka selanjutnya Puan Maharani mengingatkan agar mendahulukan politik yang santun dan beretika. Tak perlu saling menegasikan sehingga tidak menjadi pelajaran politik yang buruk untuk rakyat. Sebab bagaimanapun politikus adalah figur, yang setiap tindak-tanduknya diketahui, bahkan diikuti oleh sebagian orang. Tegas Puan Maharani menyampaikan itu, dengan harapan, tidak akan terjadi lagi di masa yang akan datang. Tak elok rasanya ketika apatisme masyarakat terhadap politik tinggi, malah ditambah dengan perilaku yang tidak pantas.
Puan Maharani pun mendapatkan banyak pujian dan apresiasi, bahkan dari Arief Poyuono karena menunjukkan sikap negarawan dan politikus yang bijak, meski sah-sah saja kalau seandainya Puan Maharani, atau kader PDIP, mau menggunakan jalur hukum.
ADVERTISEMENT
Kematangan dan kedewasaan berpolitik Puan Maharani juga tampak ketika memberikan jawaban bijak terkait polemik pelaksanaan Full Day School (FDS) yang mendapatkan banyak sorotan, saling “menyerang” antara yang pro dan yang kontra. Bahkan berujung pada “memanasnya” hubungan NU-Muhammadiyah.
Menurut Puan Maharani, semua pihak harus benar-benar memahami, bahwa pelaksanaan FDS adalah bagian dari upaya untuk meningkatkan karakter siswa, dan sama sekali tidak ada kepentingan untuk mengunggulkan atau menghilangkan lembaga pendidikan tertentu, yang sejarahnya bahkan lebih awal dari berdirinya bangsa ini. Sama sekali tak ada kepentingan terselubung seperti itu. Apalagi, kebijakan FDS bukan kewajiban yang mutlak diberlakukan karena bergantung “selera” masing-masing. Suka, silahkan. Tidak, juga silahkan.
Lebih penting dari itu, menurut Puan Maharani, perlu memahami kebijakan FDS sedalam mungkin, sehingga tidak menilai dan menghakimi berdasarkan informasi yang tidak benar, apalagi yang sifatnya provokatif.
ADVERTISEMENT
Dalam konteks ini, kematangan dan sikap bijak Puan Maharani tampak karena lebih mengedepankan musyawarah, diskusi, dan cara-cara dingin untuk menyelesaikan friksi dan kegaduhan yang muncul. Puan Maharani hebat, matang secara politik dan bijak.