Konten dari Pengguna

Amil, Tesis dan Semangat Menulis

Nana Sudiana
Penulis, pembelajar, penyuka sejarah dan travelling. Aktivis filantropi dan kemanusiaan. Saat ini nyambi belajar sejarah di MSKI UIN Jakarta, sambil tetap aktif sebagai salah satu pimpinan di Inisiatif Zakat Indonesia (IZI) plus aktif di FOZ
28 Juni 2022 16:55 WIB
·
waktu baca 11 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Nana Sudiana tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Menjadi amil mungkin awalnya bukan pilihan. Apalagi profesi idaman. Sejumlah orang yang kemudian ditakdirkan menjadi amil, walau tak menjalani pendidikan secara khusus nyatanya bisa juga berhasil dengan baik.
ADVERTISEMENT
Sejumlah besar amil adalah produk otodidak yang lebih banyak dipengaruhi pengalaman aktivitas sebelumnya dan sedikit insting untuk mencoba terus bertahan. Selebihnya adalah amil-amil baru yang di didik oleh para amil senior yang sebelumnya belajar secara otodidak tadi dan kemudian berhasil bertahan sebagai amil.
Ditengah situasi inilah, diperlukan legacy yang memadai dari para amil senior yang bisa menjadi panduan atas apa yang boleh dan tidak dikerjakan, apa yang secara strategis seharusnya menjadi prioritas dalam mengelola lembaga zakat serta bagaimana seharusnya amil bersikap ditengah beragam isu dan persoalan yang tak kunjung selesai.
Sayangnya, ditengah dunia zakat, tak banyak amil yang rajin menulis. Menceritakan beragam gagasan serta membawa sejumlah ide atau inovasi yang sudah dilakukan atau malah sedang di impikan. Banyak memang tulisan tentang zakat, namun ternyata bila kita hitung dan cermati, lebih banyak ditulis dari dunia kampus yang berbasis riset dan penelitian semata. Kadang tanpa memahami esensi dan kebutuhan dunia zakat sendiri. Tak peduli apakah tulisan yang dibuat diperlukan, yang penting, jurnal atau karya tulisnya selesai dan dinilai baik.
ADVERTISEMENT
Di sinilah diperlukan kemampuan para amil untuk bisa menulis dengan baik. Berbasis realitas sebenarnya dunia zakat, bahkan didukung dengan data dan fakta yang semakin akan meningkatkan bobot tulisan yang dibuat seorang amil. Masalahnya, kegiatan menulis sendiri tak mudah, apalagi kemudian menulis dalam standar sebuah tesis. Para amil memang banyak yang sarjana, namun tak banyak yang berniat melanjutkan kuliah dan bertemu tantangan menulis tesis untuk tugas akhirnya di studi lanjut atau sekolah paska sarjana mereka.
Dalam tulisan singkat ini, akan dipaparkan secara sederhana, bagaimana amil harus punya ambisi kuat untuk terus meningkat pendidikan-nya, dan tak puas hanya mampu meningkatkan sisi kompetensi teknisnya semata. Amil harus kuat belajar, memahami dunia akademik dan berani menulis gagasan-gagasan terbaiknya dalam dimensi sebuah tesis.
Amil yang kuliah lagi mengambil jenjang paska sarjana sejatinya bukan untuk gagah-gagahan, juga bukan untuk sebuah kebanggaan yang kemudian dipamerkan. Amil dengan spirit pembelajar akan mempercepat proses perbaikan dunia zakat dan menguatkan tradisi dan wawasan akademik yang bagus.
ADVERTISEMENT
Keputusan-keputusan penting yang akan diambil nanti oleh seorang amil yang berpikiran maju dan terdidik akan berimplikasi pada kebaikan-kebaikan yang terus terjaga dan bisa berlangsung secara kontinyu.
Amil yang bisa sekolah paska sarjana memang bukan segalanya, namun setidaknya ia akan terasah kemampuan dan wawasan-nya manakal ia menghadapi situasi-situasi sulit yang bisa jadi datang secara tiba-tiba menerpa lembaga mereka. Ini bukan soal tekanan dari luar semata, seperti situasi pasar, regulasi maupun ekosistem di tengah berjalan-nya dunia zakat. Namun bisa juga situasi tak mudah justru datang dari dalam, seperti perpecahan, ketidakpuasan sebagian elemen lembaga atau adanya ketidakmampuan menghadapi situasi yang terus berubah.
Seorang amil, dengan begitu banyak tekanan, idealnya ia harus mampu terus tumbuh baik dari waktu ke waktu. Dan saat yang sama ia juga harus mampu meninggalkan legacy yang baik untuk generasi penerusnya. Setiap situasi yang ia hadapi, akan lebih baik bisa diceritakan dan diberi ulasan, juga diberikan solusi atau jalan keluarnya. Bila tidak sejauh itu, setidaknya, apa yang dialami, dirasakan dan ditempuhnya, bisa ia ceritakan. Sesederhana apapun, itu akan sangat bermanfaat bagi mereka yang akan melanjutkan tongkat estafeta gerakan zakat di bumi pertiwi ini.
ADVERTISEMENT
Kemampuan literasi amil memang belum cukup ideal. Banyak para amil lebih suka bekerja, dan bekerja, daripada bekerja sambil menuliskan apa yang mereka kerjakan. Apa yang diimpikan dan apa yang seharusnya dilakukan di masa depan. Beragam alasan sering dikemukakan, entah sibuk, tak punya waktu atau merasa tak mampu.
Dan bagi amil yang "nekad" lanjut kuliah, seringkali hambatan terbesarnya ada pada penyelesaian tugas akhir strata dua, yakni tesis. Sebagaimana kita tahu, penulisan tesis pada akhir masa studi mahasiswa program paska sarjana atau magister menjadi kewajiban yang harus dibuat dan diselesaikan.
Tesis Yang Menghantui
Dimana-mana, yang namanya hantu pasti akan membuat takut. Bagi mahasiswa paska sarjana, yang berhasil mengikuti kuliah di kampus, hantu itu bernama tesis. Kuliah S2 sendiri tidaklah mudah. Apalagi bagi mereka yang sudah berkeluarga dan juga bekerja. Kadang, ada saja hambatan yang muncul. Entah soal biaya, waktu keluarga yang menjadi berkurang, atau malah adanya tanggung jawab di kantor sebagai pekerja.
ADVERTISEMENT
Sudah begitu, masih harus menjalani kuliah dengan rajin, ditengah gempuran tugas-tugas dan ujian yang tak sedikit jumlahnya. Dulu saja ketika menjalani sekolah sarjana, tak semua kita nyaman melewati proses skripsi. Menyelesaikan-nya saat itu adalah sebuah beban yang terasa sulit. Faktanya, skripsi ternyata belum ada apa-apanya dibanding tesis mahasiswa S2. Ketika di kuliah S1, semester pertama adalah masa bulan madu yang asyik dan santai, di S2 begitu memulai kuliah akan langsung ditodong dosen dengan judul tesis.
Penderitaan mahasiswa S2 terjadi sepanjang masa kuliah, masa yang berat untuk dijalani dengan kepala tegak. Ada begitu besar beban di pundak, belum lagi soal kadang adanya rasa iri melihat teman-teman yang ada di pekerjaan yang tidak mau tahu urusan kita sebagai mahasiswa. Belum lagi soal banyaknya pengeluaran untuk buku-buku, jurnal, dan beragam kebutuhan kuliah lainnya. Sementara tak ada jaminan gaji akan naik setelah kuliah berhasil diselesaikan.
ADVERTISEMENT
Tiga Langkah Praktis Amil Menulis Tesis
Sejumlah amil kadang iseng guyon, mengatakan bisa sekolah lagi saja beruntung, apalagi bisa selesai tesisnya. Faktanya memang, ada sejumlah amil yang mengambil sekolah lanjut namun mentok di tesis. Mereka akhirnya tak lulus dan tak jelas akhir studinya. Alasan-nya tentu saja beragam, namun sejauh ini, yang paling banyak adalah alasan soal kesempatan untuk melakukan penelitian yang tidak dimiliki karena terbatasnya waktu atau karena kesulitan bahan.
Benarkah soal bahan dan tak ada waktu tepat menjadi kambing hitam tak selesainya tesis seorang amil. Dalam tulisan sederhana ini, ada 3 langkah yang harus diambil seorang amil ketika ia akan studi lanjut dan akan menyelesaikan tesisnya sesuai waktu studi-nya.
ADVERTISEMENT
Pertama, soal niat. Semakin kuat niat seorang amil menempuh studi S2, semakin ia punya energi untuk menikmati proses pendidikan-nya, termasuk menjalani semua tekanan tugas perkuliahan, termasuk soal penyelesaian tesis yang akan dikerjakan. Sejak awal, sebelum memutuskan untuk kuliah lagi, pastikan niat yang dimiliki oleh amil yang akan mengambil sekolah lagi benar-benar telah bulat. Telah sangat yakin untuk maju dan maju terus sampai menuju finish. Ia sudah harus bertekad memulai kuliah hingga tesis selesai dan diwisuda.
Ketika niat yang ada semakin kecil, atau lemah tekadnya, apalagi sejak awal tak jelas fokusnya, bisa jadi akan semakin memperbesar problema yang dijalani selama ia menjalani masa studinya. Soal waktu saat harus kuliah, soal ujian dan tugas-tugas yang terus berdatangan. Belum lagi soal keharusan membaca jurnal dan sejumlah penelitian terkini. Semua seakan air bah, yang datang silih berganti dan terus menekan fisik dan psikis amil pembelajar ini.
ADVERTISEMENT
Soal niat ini terlihat sederhana dan sepele, namun bila niatnya tak lurus sejak awal, maka hasilnya juga mungkin akan bengkok. Cara curang dan manipulatif bisa saja ditempuh karena sejak awal hanya ingin gelar, tanpa.mau susah-susah belajar. Mau dapat titel-nya, tapi tak mau susahnya melewati pahitnya proses studinya. Kalau hanya untuk gelar, mending tak perlu susah-susah kuliah, beli saja di sekolah ruko, yang menjual gelar dengan murah tanpa sekolah. Mereka yang seperti ini hanya melakukan dua hal : bayar sejumlah uang dan ikuti wisudanya tanpa jelas isi kepalanya.
Dengan niat yang kuat dan terus terpelihara baik, akan melahirkan minat yang tinggi. Minat ini yang akan relevan dalam penyelesaian sebuah tesis. Dengan kuatnya minat seorang amil, ini akan membuat tulisan ilmiah atau riset yang ia buat bisa lebih cepat selesai. Dengan kuatnya minat pula, amil yang sedang akan menulis tesis memiliki kepekaan terhadap masalah yang terjadi di lingkungan sekitarnya. Kepekaan inilah yang pada akhirnya akan memperkuat keterampilan dasar menyusun tesis, yaitu lahirnya kebiasaan membaca dan menulis. Kebiasaan itu dipengaruhi oleh kuatnya rasa ingin tahu yang tinggi.
ADVERTISEMENT
Kedua, soal waktu. Banyak amil yang sekolah lanjut S2 tak selesai menulis tesisnya karena beralasan tak ada waktu untuk berpikir dan menulis. Tak ada ruangan khusus juga tak ada ketenangan ditengah target kerjaan dan gempuran masalah di kantor. Begitu ingat tesis, kadang badan sudah letih. Begitu sadar tentang tesis yang harus ditulis, pikiran seolah buntu dan tak menemukan satu katapun untuk ditulis.
Soal waktu khusus menulis, setiap orang bisa berbeda-beda. Namun rumusnya tetap sama, pastikan kita menyisihkan waktu secara khusus. Setiap penulis tesis harus memperhatikan time line-nya masing-masing. Setiap orang harus sejak awal mampu merencanakan kapan ia membuat table of content, abstract, title, introduction, related work, body, dan conclusion. Intinya, semakin detail jadwal yang dibuat, akan semakin baik proses penulisan-nya berlangsung. Karena setiap tahapan prosesnya, tentu saja walau mungkin tak nyaman namun ia akan memperkuat pondasi pemahaman dan pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki seorang amil.
ADVERTISEMENT
Ketiga, soal bahan riset atau penelitian. Sebagai amil, tentu saja ia punya lembaga tempat ia bernaung. Dan makin lama ia menjadi amil, bisa jadi juga berlatar belakang tak hanya satu lembaga. Dengan demikian, seorang amil penulis tesis ia punya bahan cukup memadai dari tempat-nya bernaung.
Seorang amil yang sedang menyusun tesis juga umumnya akan semakin lancar bila sejak awal ia telah memiliki 4 poin dalam merumuskan tema dan judul penelitian-nya yaitu interesting topic, passion, significant topic, value research, dan ketersediaan data. Dan soal ketersediaan data ini juga menjadi salah satu faktor yang akan mempercepat selesainya tesis yang ditulis seorang amil.
Seorang amil juga sejak awal menulis harus memahami dengan baik bahwa menulis tesis bukanlah menulis skripsi. Ia harus memilih tema yang baik dan berbobot, karena sejak awal ia sudah berniat tak sekedar lulus, namun memiliki legacy untuk dunia zakat di masa depan. Dengan situasi ini, tesis yang ia akan tulis haruslah yang menghasilkan tesis yang bermanfaat, khususnya bagi gerakan zakat dan filantropi Islam secara umum.
ADVERTISEMENT
Seorang amil, sejak awal harus memilah bahan yang relevan yang ada disekitarnya, sehingga kuat dalam mendukung gagasan atau argumen yang ia miliki dalam tulisan tesisnya. Dengan dukungan bahan-bahan yang bagus, baik dari bahan-bahan primer, sekunder ditambah bahan-bahan lain yang relevan, tesis yang ia hasilkan tak hanya akan berakhir di rak perpustakaan atau bahkan di gudang.
Tesis yang dihasilkan amil, apalagi amil senior di gerakan zakat sangat mungkin memiliki publikasi ilmiah yang juga bernilai tinggi, selain tentu saja ia juga karya tulis yang secara langsung bisa bermanfaat bagi dunia zakat dan kehidupan masyarakat secara umum. Walau memang tidak mudah menghasilkan tesis yang berkualitas baik, apalagi yang masuk standar publikasi ilmiah yang tinggi, namun setidaknya apapun produk dari seorang amil dan dunia ilmiahnya, tentu saja tetap berharga dan pastinya akan memiliki bobot tersendiri.
ADVERTISEMENT
Soal pemenuhan standar menulis tesis ini, sejumlah kampus bahkan mempersyaratkan publikasi ilmiah sebagai salah satu ketentuan untuk lulus. Mengapa soal publikasi ini penting?, tak lain karena karya ilmiah yang telah terpublikasi dianggap lebih memiliki keunggulan kualitas serta dimaknai juga sudah masuk ranah sebuah karya ilmiah yang bisa mengembangkan ilmu pengetahuan, baik untuk diri penulisnya maupun publik.
Menulis Tesis dengan Bismillah
Pada dasarnya, menulis tesis memang tak mudah, namun pekerjaan paling beratnya justru adalah pada publikasinya. Hal ini disebabkan karena banyaknya standar-standar yang harus dicapai dalam melakukan publikasi terutama publikasi pada jurnal yang terindeks scopus. Dengan demikian, seorang amil yang sedang menulis tesis diharapkan benar-benar memahami bidang penelitian yang akan diteliti dan ditulisnya.
ADVERTISEMENT
Para amil yang akan menulis tesis juga harus bisa menanamkan mind set bahwa menulis tesis (dan bahkan disertasi sekalipun) pada dasarnya mudah. Dengan mindset yang seperti ini, akan berpengaruh pada beban psikologis yang tidak terlalu berat. Secara perlahan, ia akan merasa tak terlalu susah. Tahap demi tahap penulisan pun nantinya akan mudah dilalui. Walaupun harus tertanam bahwa menulis tesis ini mudah, tetap saja tesis yang ditulis harus mampu menghasilkan karya inovatif yang teruji, kreatif, dan original, serta mampu mengamalkan dan mengembangkan ilmu pengetahuan yang bermanfaat.
Bagi amil yang hendak menulis tesis, Bismillah, mulailah berniat memulai menulis tesis karena Allah. Semoga Allah memudahkan dan memberi banyak petunjuk dan jalan kebaikan, sehingga tesisnya lancar dan Allah mudahkan. Mulailah mempergauli tesis setiap hari, sedikit demi sedikit sehingga makin kuat pemaknaan dan arah tulisan yang akan dihasilkannya.
ADVERTISEMENT
Mulailah setiap hari, walau mungkin hanya sedikit-sedikit. Saat yang sama, ambil moment khusus sejenak, fokus pada tesis dan lupakan masalah-masalah lain yang ada. Lupakan urusan kantor, keluarga dan masalah biaya untuk sementara.
Dengan masa studi yang sangat singkat, kita harus segera menyelesaikan tesis ditengah deraan masalah kerja dan keluarga. Ambil moment-moment tertentu untuk fokus menulis dan pastikan kita ingat risiko bila tesis tertunda. Bukan hanya akan terus menghantui, namun ia akan menjadi beban seumur hidup kita. Bahkan bisa juga jadi cerita yang cukup memalukan dalam sejarah kehidupan kita nantinya.
Sekali lagi, mengambil S2 ini seperti kita menikah. Berani menikah, berani mengambil semua risiko di dalamnya. Juga bertekad mengarungi sampai selesai semua masalah yang muncul setelahnya. Begitulah mahasiswa S2 sejati, ia sejak awal siap kuliah, dan siap wisuda. Siap mendapat gelar master dan siap pula "menangis darah" menyelesaikan tantangan menulis tesisnya.
ADVERTISEMENT
Tesis bukan segalanya, apalagi bila dibandingkan disertasi. Justru karena ia bukankah segalanya, ia harus tuntas dan kita selesaikan dengan mudah. Jadi, pastikan tesis rampung ditulis dan dipublikasikan, dan bayangkankanlah wisuda berlangsung meriah dengan hadirnya orang-orang tercinta yang bukan hanya akan bangga, namun mereka bersedia menempuh "jalan samurai" untuk juga menjadi manusia pembelajar dan terus mendeklarasikan bahwa hidup tidak hanya untuk bertahan hidup, namun hidup adalah proses menjadi lebih baik sepanjang hayat. Menjadi lebih berguna untuk bangsa dan umat.
Wallahu'alam Bishowwab.
*). Nana Sudiana (Mahasiswa yang masih sedang menulis tesis, Direktur Akademizi & Associate Expert FOZ)
**). Ditulis sepanjang perjalanan kereta api semarang-jakarta, senin 27 Juni 2022.