Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.100.2
Konten dari Pengguna
Viral Dulu, Etika Belakangan
17 Maret 2025 11:39 WIB
·
waktu baca 3 menitTulisan dari Naomi Anakampun tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Oleh Naomi Anakampun
Etika adalah sikap dan tindakan yang diambil dengan kesadaran, bukan sekadar mengikuti aturan yang ada. Ini melibatkan pemahaman tentang dampak dari tindakan kita, baik bagi diri sendiri maupun orang lain. Etika memberikan pedoman tentang bagaimana seharusnya kita berperilaku, serta membantu kita menilai apakah tindakan tersebut baik dan benar atau sebaliknya, salah dan buruk.
ADVERTISEMENT
Di era digital saat ini, siapa pun dapat menjadi kritikus hanya dalam sekejap. Sebuah ulasan bisa menyebar dengan cepat, berpotensi mengangkat atau menghancurkan sebuah usaha atau produk. Namun, banyak anak muda saat ini terjebak dalam FOMO (Fear of Missing Out), yang membuat mereka cenderung mengikuti tren yang sedang ramai tanpa mempertimbangkan etika dalam tindakan mereka, khususnya saat memberikan ulasan tentang produk atau jasa.
Fenomena ini semakin marak di media sosial, di mana banyak content creator membuat ulasan negatif bukan semata-mata karena pengalaman buruk yang mereka alami, melainkan untuk mengejar engagement, jumlah penonton, dan keuntungan finansial dari konten viral tanpa mempertimbangkan dampak buruk dari konten yang tidak beretika terhadap pelaku usaha.
ADVERTISEMENT
Saat ini, platform media sosial dipenuhi dengan konten review yang tidak jarang melampaui batas, tidak hanya memberikan kritik tetapi juga menyudutkan produk atau usaha tertentu. Sering kali, konten ini dibuat secara berlebihan dan cenderung merendahkan. Saat video-video tersebut menjadi viral, baik penjual maupun pengulas bisa menjadi sasaran hujatan, dan sering kali berujung pada permintaan maaf atau bahkan konflik yang lebih besar.
Review buruk yang berlebihan
Faktanya, memberi komentar atau ulasan yang jujur adalah hak setiap konsumen. Namun tetap saja harus mengutamakan etika didalam setiap tindakan maupun ucapan. Ketika review tersebut dibuat secara berlebihan, tidak objektif atau bahkan dengan niat menjatuhkan, itu akan menjadi masalah yang serius.
Dibawah ini, ada beberapa kasus dimana sebuah usaha mendapat review buruk yang viral tanpa dasar yang jelas.
ADVERTISEMENT
1. Sengaja Mencari Kesalahan
Beberapa content creator bahkan sengaja mencari kesalahan dalam produk agar videonya menjadi viral dan mendapatkan viewers yang banyak, dan membuat konten yang dramatis.
2. Review Berlebihan
Seseorang creator mencoba sebuah produk, merasa kurang puas, lalu membuat konten dengan judul sensasional seperti “Jangan pernah beli di sini! Menyesal sekali” tanpa mempertimbangkan bahwa sikapnya itu membawa petaka bagi pelaku usaha.
3. Efek Domino pada Pelaku Usaha
Ketika sebuah review buruk menjadi viral, kepercayaan bisnis tersebut langsung merosot. Tanpa kesempatan untuk membela diri, pemilik usaha kehilangan pelanggan, mengalami penurunan pendapatan, dan bahkan harus gulung tikar.
Menjaga etika dalam membuat konten
Sebagai generasi muda yang tumbuh di era digital, kita sebagai anak muda perlu mengubah cara menyikapi tren agar tidak merugikan. Kritik dan ulasan memang bagian penting dalam dunia bisnis, tetapi harus dilakukan dengan etika yang baik. Bisa menerapkan beberapa langkah dibawah agar konten bermanfaat tanpa menjatuhkan usaha orang lain.
ADVERTISEMENT
1. Memberikan komentar yang konstruktif
Kalaupun ada kekurangan dalam produk, sampaikan dengan cara yang bersifat membangun. Daripada mengatakan “ini tidak enak” jauh lebih baik mengatakan, “rasanya kurang cocok di lidah saya, karena saya cenderung lebih menyukai makanan yang manis, sementara ini kurang dibagian manis, mungkin bisa meningkatkan adonan yang lebih merata.”
2. Berikan waktu untuk perbaikan
Sebelum mengunggah konten, coba sampaikan keluhan kepada pemilik atau admin usaha. Beri mereka kesempatan untuk memperbaiki sebelum kesalahan mereka dijadikan konsumsi publik.
3. Hindari sensasionalisme demi keviralan
Jangan mengorbankan etika hanya demi konten viral. Jika ingin viral dan mendapat perhatian, buatlah review yang informatif dan seimbang, bukan sekadar menjatuhkan tanpa alasan yang jelas.
4. Pahami dampaknya
ADVERTISEMENT
Sebelum memposting sesuatu ke publik, tanya pada diri sendiri, kru atau keluarga, apakah konten ini layak? Apakah ini akan membantu orang lain, atau justru merugikan? Kesadaran ini penting agar kita tidak sembarangan dalam menyebarkan opini.
Di jaman dimana viralitas ini sering diprioritaskan ketimbang kebenaran dan adab, maka kita perlu lebih berhati-hati dalam menggunakan media social. Memberi komentar atau review itu sah-sah saja, tetapi harus mendahulukan etika dalam ucapan dan tindakan serta dengan tanggung jawab.
Jangan sampai hanya karena ingin terlihat kritis atau mendapatkan engagement tinggi, kita malah menghancurkan usaha orang lain yang sudah berusaha membangun dari 0. Viral boleh, tapi etika jangan ditinggalkan. Karena dalam dunia yang semakin terkoneksi ini, satu klik bisa mengangkat dan menghancurkan seseorang.
ADVERTISEMENT
Penulis adalah seorang mahasiswi dari Universitas Katolik Santo Thomas Medan. Fakultas ekonomi dan bisnis, jurusan manajemen.