Konten dari Pengguna

Transisi Energi: Perjalanan Panjang Menuju Lepas dari Energi Fosil

Naomy Ayu Nugraheni
Mahasiswa S-2 di Departemen Politik dan Pemerintahan Universitas Gadjah Mada
1 Desember 2024 13:10 WIB
·
waktu baca 8 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Naomy Ayu Nugraheni tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Transisi Energi | Sumber: www.freepik.com
zoom-in-whitePerbesar
Transisi Energi | Sumber: www.freepik.com
ADVERTISEMENT
Dewasa ini, transisi energi menjadi isu supaya didorong sebagai norma di tingkat global. Hal ini dilakukan untuk menumbuhkan kepatuhan dan komitmen negara-negara di seluruh dunia ikut serta dalam rangka memerangi permasalahan global yang semakin masif terjadi sejak abad ke-19, yakni perubahan iklim dan peningkatan emisi karbon (Drewello, 2022; Grigoryev & Medzhidova, 2020). Dua masalah tersebut dinilai menjadi ancaman kehidupan manusia di masa depan sehingga perlu dilakukan tindakan preventif secara kolektif. Gagasan utama transisi energi ialah penekanan secara sistemik akan pergeseran penggunaan energi bebasis fosil menjadi energi bersih dan terbarukan (Taufik, et al, 2023). Indonesia turut menjadi salah satu negara yang berkomitmen transisi energi melalui pengintegrasian nilai-nilai transisi energi, baik di level kebijakan publik tingkat nasional maupun lokal di dalamnya (Kementerian ESDM RI, 2022). Akan tetapi, implementasi transisi energi di Indonesia sangat kompleks. Pasalnya, pemerintah secara aktif gembar-gembor soal transisi energi tetapi pada saat bersamaan, penggunaan energi fosil masih menjadi prioritas utama di beberapa sektor krusial. Tulisan ini berupaya untuk melihat praktik transisi energi di Indonesia yang masih penuh terjal karena sifatnya fleksibel sehingga pemaknaan akan transisi energi menjadi sangat beragam. Barangkali sebenarnya Indonesia tidak benar-benar bertransisi perihal energi karena penerapannya di tingkat permukaan semata.
ADVERTISEMENT
Sejak kemunculan transisi energi sebagai wacana global, Indonesia terbilang sebagai salah satu negara yang turut merespons positif akan keberadaanya. Hal ini terlihat dari komitmen Indonesia untuk turut serta menandatangani kebijakan internasional bernama Perjanjian Paris yang dicetuskan pada 2015 (Pristiandaru, 2024). Keberadaan kebijakan ini menjadi penting karena menjustifikasi urgensi percepatan pergeseran akan ketergantungan energi fosil ke energi terbarukan yang bersih. Untuk menindaklanjutinya, adopsi nilai-nilai transisi energi mulai terimplementasikan di produk kebijakan. Misalnya, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menetapkan target energi baru dan terbarukan (EBT) dalam bauran energi nasional sebesar 2% (dua persen) pada 2025 mendatang (Kementerian ESDM RI, 2020). Kebijakan ini dikombinasikan dengan tekad Indonesia untuk menurunkan emisi pada 2025 paling sedikit 23% dan pada 2050 menjadi 31% berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2014 tentang Kebijakan Energi Nasional (KEN).
ADVERTISEMENT
Seharusnya, transisi energi menjadi keniscayaan bagi Indonesia karena didukung oleh kondisi sumber daya alam yang memadai untuk dikembangkan sebagai energi alternatif, bersih dan terbarukan (Adrian, et al, 2023). Beberapa jenis sumber daya alam tersebut antara lain sinar matahari, gelombang laut, panas bumi; serta air (Solikah & Bramastia, 2022, Budiarto, et al, 2019) Apabila diakumulasi, Indonesia mempunyai potensi energi terbarukan mencapai 443.208 MW (443,2 GW) (Budiarto, et al, 2019; Siagian, et al, 2023). Terlebih, keberadaan sumber energi terbarukan tersebut tersebar di berbagai area sehingga membuka peluang warga terlibat untuk memenuhi kebutuhan energi secara mandiri sehingga sistem energi berkelanjutan terbentuk (Ciawi, et al, 2024).
Namun, pemanfaatan energi terbarukan yang masih rendah di Indonesia menemukan sejumlah tantangan. Budiarto, et al, (2019) menjelaskan pembangkit listrik yang bersumber dari energi terbarukan hanya berkontribusi 15,06% atau 9.776,95 MW (9,8 GW). Sementara apabila dibandingkan dengan potensinya, pemanfataan energi terbarukan di Indonesia baru sebesar 2,21% saja. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor yang melatarbelakanginya. Pertama, Indonesia, masih bergantung terhadap terhadap sumber energi dan teknologi fosil untuk memenuhi kebutuhan energinya. Sejak 10 (sepuluh) tahun terakhir, sumber energi utama Indonesia sebagian besar ditopang oleh energi fosil dengan presentase sekitar 92% (Sianipar, et al, 2024). Pada 2050 mendatang, komposisi pemakaian energi fosil di Indonesia diprediksi masih mendominasi (CNN Indonesia, 2022). Fakta lainnya adalah energi fosil masih menopang sejumlah aspek kehidupan di tanah air. Indonesa pernah menjadi pengguna energi listrik tertinggi di Asia Tenggara pada 2013 (Hakim, 2020). Selain itu, Indonesia berperan aktif sebagai pengimpor dan pengekspor sumber energi fosil seperti minyak mentah, gas, dan batu bara (Wahyudi, 2018; CASE Indonesia, 2023). Bahkan, sektor energi fosil sebagai penggerak perekonomian di Indonesia secara signifikan (CASE Indonesia , 2023). Pada 2023, sektor mineral dan batubara (minerba) menyumbang secara signifikan terhadap produk domestik bruto (PDB) Indonesia, mencapai Rp2.198 triliun, atau sekitar 10,5 persen dari total PDB Indonesia yang mencapai Rp20.892 triliun (Kementerian ESDM, RI, 2024).
ADVERTISEMENT
Selanjutnya, kebijakan subsidi akan energi konvensional yang tinggi karena ketidakmampuan masyarakat membeli energi dengan harga wajar (Wahyudi, 2018). Jumlah anggaran subsidi mencapai Rp159,6 triliun pada 2023 (Setiawan, 2024). Akibatnya, pengembangan infrastuktur energi terbarukan terhambat karena biaya tinggi sehingga dianggap tidak menguntungkan dan tidak terjangkau (Susilowati, et al, 2024; CASE Indonesia, 2023). Studi Lo (2011) dan Akrofi (2011) menggambarkan tantangan terbesar pemanfaatan energi terbarukan ialah ketergantungan mutlak akan energi fosil. Terakhir, energi merupakan isu krusial, politis, dan kompleks sebab berkaitan dengan hajat hidup orang banyak. Proses politik dan kebijakan sangat berperan penting menentukan transisi energi sebab melibatkan banyak aktor dan kepentingan di dalamnya (CASE Indonesia, 2023).
Transisi Energi, Sebuah Anomali?
ADVERTISEMENT
Untuk menjelaskan sejauh mana transisi energi sebagai norma global bekerja dalam sistem energi di Indonesia secara politis, tulisan ini menggunakan perspektif yang ditawarkan oleh Biermann, et al, (2022). Ada tiga level untuk melihat dampak suatu wacana atau norma global bekerja, yaitu level diskursif, instrumen, dan normatif. Apabila suatu diskursus global mampu berpengaruh di tiga tingkatan tersebut, menandakan bahwa norma global telah beroperasi secara transformatif.
Wacana transisi energi menggunakan tiga tingkatan tersebut, transisi energi di Indonesia baru berkutat di level diskursif dan instrumen. Untuk level diskursif, pemerintah telah aktif dalam menarasi soal transisi energi, baik melalui pernyataan para birokrat di setiap pidatonya untuk mengajak masyarakat menyadari urgensi akan transisi energi sehinggga mendorongnya sebagai diskursus nasional. Sementara di tingkat instrumen, transisi energi telah dibingkai sebagai isu penting yang diintegrasikan ke sejumlah kebijakan dan birokrasi. Salah satu contohnya adalah terbitnya Peraturan Presiden Nomor 112 Tahun 2022 tentang Percepatan Pengembangan Energi Terbarukan Untuk Penyediaan Tenaga Listrik, untuk memperkuat komitmen Indonesia menerapkan transisi energi menuju Net Zero Emission (NZE).
ADVERTISEMENT
Penerapan ide transisi energi hanya di level diskursif dan instumen belum cukup tanpa dibarengi praktik-praktik konkret akan transisi energi. Kondisi ini terlihat dari inkonsistensi pemerintah dalam menerapkan transisi energi tetapi saat yang bersamaan ketergantungan energi fosil masih tinggi, melalui serangkaian kebijakan yang cenderung berorientasi terhadap energi fosil, seperti subsidi energi fosil, ketergantungan akan sumber energi fosil, terutama di sektor-sektor kehidupan krusial.
Dengan begitu, situasi di atas sekaligus memberikan refleksi kritis tentang ide global transisi energi ini. Perihal transisi energi sebagai wacana sejatinya tidak hanya mengubah kebiasaan, tetapi juga merekonstruksi ulang hubungan antara ekologi, ekonomi dan budaya di bawah kerangka baru (Nygren, 1998). Biermann, et al, (2022) menjelaskan, norma global sifatnya politis karena tidak mengikat. Setiap aktor berkesempatan mentranslasikannya disesuaikan dengan kepentingannya. Tidak menutup kemungkinan, makna transisi energi yang berkelanjutan menjadi pintu sejumlah aktor membawa kepentingan tersembunyi, termasuk untuk mengendalikan sumber daya alam tetap di bawah kontrolnya dengan dalih peduli dengan lingkungan dan pembangunan berkelanjutan.
ADVERTISEMENT
DAFTAR PUSTAKA
Adrian, M. M., Purnomo, E. P., Enrici, A., & Khairunnisa, T. (2023, June 1). Energy transition towards renewable energy in Indonesia. Heritage and Sustainable Development , 5(1), 107-118.
Akrofi, M. M. (2021). An analysis of energy diversification and transition trends in Africa. International Journal of Energy and Water Resources, 5(1), 1-12.
Biermann, F., Hickmann, T., Sénit, CA. et al. Scientific evidence on the political impact of the Sustainable Development Goals. Nat Sustain 5, 795–800 (2022).
CASE Indonesia . (2023). Mulai dari Sini: Memahami Transisi Energi di Indonesia. Jakarta: Project Clean, Affordable and Secure Energy for Southeast Asia.
Ciawi, Y., Ramona, Y., Tonyes, S. G., & Sucipta, M. (2024). Pengantar: Energi Baru dan Terbarukan. (N. M. Dwipayanti, Ed.) Denpasar: Udayana University Press.
ADVERTISEMENT
CNN Indonesia . (2022, Maret 18). DEN: RI Masih Bergantung pada Energi Fosil sampai 2050 Baca artikel CNN Indonesia "DEN: RI Masih Bergantung pada Energi Fosil sampai 2050" selengkapnya di sini: https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20220318095705-532-772974/den-ri-masih-bergantung-pada-e. Retrieved from CNN Indonesia : https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20220318095705-532-772974/den-ri-masih-bergantung-pada-energi-fosil-sampai-2050
Drewello, H. (2022). Towards a Theory of Local Energy Transition. Sustainability, 1-20.
Grigoryev, L. M., & Medzhidova, D. D. (2020). Global energy trilemma. Russian Journal of Economics 6, 437-462.
Hakim, R. R. (2020). l Energi Indonesia, Tinjauan Potensi Energi Terbarukan Untuk Ketahanan Energi Di Indonesia: Sebuah Ulasan. ANDASIH Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat, 1(1), 11-21.
Kementerian ESDM RI. (2020, November 26). Pemerintah Mendorong Transisi Energi Melalui Energi Baru Terbarukan dan Efisiensi Energi. Dikutip dari esdm.go.id : https://www.esdm.go.id/id/berita-unit/direktorat-jenderal-ketenagalistrikan/pemerintah-mendorong-transisi-energi-melalui-energi-baru-terbarukan-dan-efisiensi-energi
ADVERTISEMENT
Kementerian ESDM RI . (2022, Oktober 8). Pemerintah Perkuat Komitmen Transisi Energi Melalui Peraturan Presiden Pengembangan EBT. Retrieved from Kementerian Energi Sumber Daya Mineral: https://www.esdm.go.id/en/media-center/news-archives/pemerintah-perkuat-komitmen-transisi-energi-melalui-peraturan-presiden-pengembangan-ebt
Lo, L. (2011). Diversity, security, and adaptability in energy systems: a comparative analysis of four countries in Asia. Conference: World Renewable Energy Congress, 2401-2408. http://dx.doi.org/10.3384/ecp110572401
Nygren, A. (1998). Environment as discourse: searching for sustainable development. Environmental Values, 7(2), 201-222.
Pristiandaru, D. L. (2024, September 2). 9 Tahun Usai Perjanjian Paris, Transisi Energi Terganjal Kesenjangan Teknologi Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "9 Tahun Usai Perjanjian Paris, Transisi Energi Terganjal Kesenjangan Teknologi", Klik untuk baca: https://lestari.kompas.c. Dikutip dari Kompas.com: https://lestari.kompas.com/read/2024/09/02/140000886/9-tahun-usai-perjanjian-paris-transisi-energi-terganjal-kesenjangan
Solikah, A. A., & Bramastia, B. (2022). Systematic Literature Review : Kajian Potensi dan Pemanfaatan Sumber Daya Energi Baru dan Terbarukan Di Indonesia. JEBT: Jurnal Energi Baru & Terbarukan, 5(1), 27-43.
ADVERTISEMENT
Sianipar, R. J., Januar, R. R., & Silalahi, S. D. (2024). Analisis Pemetaan Potensi dan Realisasi Energi Baru Terbarukan (EBT) dengan Pemodelan Determinan Konsumsi dan Metode Grouping Analysis EBT di Indonesia. JEBT: Jurnal Energi Baru & Terbarukan, 30-49.
Susilowati,, I., Azzahra, E. R., & Nurcahyani, R. A. (2024). Strategi Diversifikasi Sumber Energi Sebagai Respons Terhadap Perubahan Iklim: Analisis Kerjasama China-Perancis. Salam; Jurnal Sosial dan Budaya Syar'i, 10(4), 1257-1270. 10.15408/sjsbs.v10i5.34766
Taufik, G. A., Sabillah, A., Angkawidjaja, M., & Reininda, V. (2023). Just Energy Transition in Indonesia: Analysis of Regulatory Gaps in The Aspect of Protection of Affected Group. Jakarta Selatan: Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK).
Wahyudi, M. Z. (2018, September 25). Indonesia Darurat Energi. Retrieved from Kompas.id: https://www.kompas.id/baca/utama/2018/09/26/indonesia-darurat-energi-2/?_t=uu1YsqFppNdKyo7wNvPa3lspVdDTQ53kKFs9O7093A5yVH6nbutsPgEqlqs3P1
ADVERTISEMENT