Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.88.1
Konten dari Pengguna
Sistem Pengendalian Internal pada Rumah Sakit Umum PKU Muhammadiyah Nanggulan
30 Maret 2024 18:44 WIB
·
waktu baca 6 menitTulisan dari Naomi Lennesia Lontaan tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Pengertian Sistem Pengendalian Internal Manajemen
Sistem Pengendalian Internal Manajemen (SPIM) merujuk pada rangkaian prosedur, kebijakan, dan praktik yang diterapkan oleh manajemen suatu organisasi untuk memastikan pencapaian tujuan organisasi dengan efektif dan efisien, serta meminimalkan risiko yang terkait dengan operasi organisasi.
Tujuan utama SPIM adalah untuk melindungi aset organisasi, memastikan akurasi dan keandalan informasi keuangan, mempromosikan efisiensi operasional, serta memastikan kepatuhan terhadap peraturan dan kebijakan yang berlaku. SPIM juga memberikan kerangka kerja untuk mengidentifikasi dan mengatasi risiko- risiko yang dapat mempengaruhi pencapaian tujuan organisasi.
Sistem Pengendalian Internal Manajemen Pada Rumah sakit Menurut COSO
Menurut COSO (Committee of Sponsoring Organizations of the Treadway Commission), Sistem Pengendalian Internal Manajemen (SPIM) pada rumah sakit mencakup lima komponen utama:
1. Lingkungan Pengendalian: Lingkungan pengendalian yang kuat di rumah sakit mencerminkan komitmen manajemen terhadap integritas, etika, dan nilai-nilai yang mendukung pengendalian internal. Faktor-faktor seperti struktur organisasi, tata kelola rumah sakit, dan budaya pengendalian yang diterapkan oleh manajemen berperan penting dalam menciptakan lingkungan pengendalian yang efektif.
2. Penilaian Risiko: Rumah sakit perlu melakukan penilaian risiko untuk mengidentifikasi dan mengevaluasi risiko-risiko yang mungkin timbul dalam operasionalnya. Hal ini mencakup analisis risiko terkait dengan pelayanan pasien, keuangan, kepatuhan hukum, keamanan, dan aspek lainnya. Dengan pemahaman yang baik tentang risiko-risiko ini, rumah sakit dapat merancang dan menerapkan pengendalian yang sesuai.
3. Kegiatan Pengendalian: Kegiatan pengendalian mencakup prosedur yang dirancang untuk mencegah, mendeteksi, dan mengatasi risiko-risiko yang telah diidentifikasi. Dalam konteks rumah sakit, kegiatan pengendalian dapat meliputi prosedur dalam pelayanan pasien, manajemen persediaan, pengelolaan keuangan, pengamanan data dan informasi, serta kepatuhan terhadap peraturan dan kebijakan yang berlaku.
4. Informasi dan Komunikasi: Rumah sakit harus memiliki sistem yang memadai untuk mengumpulkan, menyimpan, dan mengkomunikasikan informasi yang relevan dan akurat. Ini meliputi sistem pelaporan keuangan, sistem informasi manajemen, serta komunikasi yang efektif antara berbagai pihak terkait, seperti manajemen, staf medis, dan pasien. Informasi yang tepat waktu dan akurat sangat penting dalam pengambilan keputusan yang baik dan pemantauan yang efektif terhadap operasional rumah sakit.
5. Pemantauan: Pemantauan dilakukan secara terus-menerus untuk mengevaluasi keefektifan SPIM dalam rumah sakit. Ini melibatkan kegiatan seperti audit internal, pengawasan rutin, dan evaluasi yang dilakukan oleh pihak eksternal. Hasil pemantauan digunakan untuk mengidentifikasi kelemahan dalam SPIM dan mengambil tindakan perbaikan yang diperlukan.
Dengan menerapkan SPIM yang sesuai dengan kerangka COSO, rumah sakit dapat meningkatkan pengelolaan risiko, efisiensi operasional, kepatuhan terhadap peraturan, serta kualitas pelayanan pasien.
Sistem pengendalian internal yang dijalankan di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Nanggulan
1. Lingkungan Pengendalian:
• Rumah sakit sudah menerapkan peraturan tertulis mengenai etika dan kejujuran. Dengan mengadakan pelatihan Baitul Arqam bagi seluruh karyawan.
• Komitmen terhadap integritas dan etika sudah dikomunikasikan ke seluruh karyawan oleh manajemen rumah sakit dengan baik.
• Penerimaan karyawan baru di rumah sakit melalui kriteria dan kualifikasi. Pihak rumah sakit juga memiliki program pelatihan yang memadai untuk karyawan dan setiap karyawan baru mendapatkan supervisi dalam melakukan tugasnya.
• Struktur organisasi untuk Rumah Sakit PKU Nanggulan belum tertata dengan baik karena adanya pergantian posisi direktur yang belum lama mengundurkan diri karena keperluan studi lanjut.
• Belum ada struktur organisasi yang dituangkan dalam bentuk dokumen tertulis. Kekurangan ini tentunya bisa diminimalisir dengan melakukan evaluasi terhadap struktur organisasi secara
periodik untuk mengantisipasi perubahan eksternal maupun internal, tetapi sayangnya pihak rumah sakit juga belum melakukan hal tersebut.
• Visi-Misi Rumah Sakit tidak terdokumentasi dan belum dipaparkan dengan jelas.
• Bagian Kas tidak terpisah dengan bagian akuntans.
• Belum ada job description secara jelas per bagian.
• Bagian adminsitrasi ikut membantu pekerjaan di bagian gizi ketika bagian gizi membutuhkan
bantuan. Bagian keuangan juga belum dipisah antara bagian kasir dan pembukuan.
• Pengambilan keputusan masih bersifat sentralisasi. Artinya proses menetapkan
pengambilan keputusan otoritas ketingkat yang lebih tinggi dari hirarki organisasi dan kurangnya otorisasi turun hirarki (up to bottom).
2. Penilaian Risiko:
• Bidang keuangan membuat back-up data secara teratur yang disimpan dalam file kemudian dan juga dalam bentuk print out.
• Kas yang ada di kasir ataupun di tangan belum diasuransikan oleh pihak Rumah Sakit.
• Sistem keuangan di RS PKU Muhammadiyah Nanggulan belum terkomputerisasi dan masih menggunakan cash basis.
• Pihak RS PKU Pusat sudah mensosialisaskan pembaruan sistem informasi manajemen yang baru tetapi masih perlu pendampingan secara intensif.
• Perencanaan belum dituangkan dalam dokumen tertulis berupa renstra dan renop sehingga rencana anggaran bulanan maupun tahunan juga belum dirumuskan.
• Penetapan tujuan dan program yang disepakati sepihak tanpa melibatkan manajer-manajer yang lain.
• Belum ada evaluasi secara periodik, tetapi untuk tahun ini mulai dijalankan..
3. Kegiatan Pengendalian:
• Bukti kas masuk dan Bukti kas keluar didesain
sederhana dan mudah digunakan serta terdapat
pembedaan warna.
• Belum ada otorisasi atau terdapat tempat tanda tangan.
• BKM dan BKK tidak bernomor urut tercetak.
• Dokumen ditulis rangkap tiga.
• Selama ini tidak ada bukti memo dari unit yang membutuhkan dana (misalnya unit dapur) sehingga kasir dengan mudahnya memberikan uang kepada unit dapur dan unit-unit lainnya untuk dibelanjakan.
• Otorisasi masih lemah artinya tidak ada pihak yang bertandatangan jika ada kas masuk maupun kas keluar.
• Belum adanya pemisahan tugas antar bagian.
4. Informasi dan Komunikasi:
• Keperluan terkait dengan program yang akan dilaksanakan pasti dirapatkan dahulu di lingkungan manajemen tingkat atas, karyawan tidak sepenuhnya dilibatkan, hanya yang berkepentingan yang dipanggil untuk rapat.
• Tidak ada permasalahan antara pihak internal terkait dengan komunikasi. Hanya saja mungkin
pengambilan keputusan penting masih bersifat sentralisasi.
• Dalam pencatatan penerimaan kas tidak diotorisasi oleh bagian kasir dan tidak membubuhkan cap ‘lunas’ pada bukti penerimaan kas.
• Bukti-bukti penerimaan kas tunai tidak bernomor cetak dan pemakaiannya tidak dipertanggungjawabkan oleh kasir.
• Belum ada bagian pemeriksa Intern yang bertanggungjawab dalam pelaksanaan perhitungan kas secara periodik.
• Tidak ada daftar piutang yang dibuat oleh bagian keuangan sehingga besar kemungkinan piutang tidak tertagih.
• Perhitungan kas tidak segera disetor ke bank
pada hari itu juga.
• Bagian keuangan tidak membuat voucher setelah dokumen diperiksa dengan benar.
• Cek tidak diberi nomor urut.
5. Pemantauan:
• Sejauh ini belum ada evaluasi kinerja karyawan
secara rutin. Evaluasi sifatnya masih subjektif.
• Ketua Bagian keuangan mengawasi kasir yang
memiliki akses terhadap kas.
• Kepala Bagian Keuangan mengkoreksi kesalahan yang
dilakukan oleh bagian keuangan.
• Pencatatan transaksi masih berbentuk cash basis, jadi saat ada kas masuk atau kas keluar baru dicatat sebagai transaksi.
Pengendalian Internal yang diterapkan oleh RS PKU Muhammadiyah Nanggulan secara keseluruhan belum sepenuhnya diterapkan. Hal ini terlihat pada komponen Lingkungan Pengendalian yaitu tidak adanya struktur organisasi serta pembagian tugas dan wewenang yang jelas di setiap bagian. Pada komponen perhitungan risiko, pihak RS belum
mempunyai strategik plan berupa rencana strategis dan rencana operasional sehingga pihak RS kesulitan dalam penyusunan rencana kegiatan dan anggaran tahunan. Terkait dengan aktivitas pengendalian, belum terdapat pemisahan tugas dan tanggung jawab secara memadai dan dituangkan dalam dokumen tertulis sehingga tidak ada evaluasi secara periodik yang dilaksanakan pihak RS. Dalam lingkup pemantauan kinerja (monitoring) belum ada evaluasi kinerja karyawan secara rutin. Evaluasi kinerja masih bersifat subjektif.
ADVERTISEMENT