7 Langkah Penyusunan Resolusi Majelis Umum PBB

Nara Rakhmatia
Diplomat Indonesia
Konten dari Pengguna
20 November 2018 21:01 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Nara Rakhmatia tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Beberapa hari yang lalu, DPR meminta Pemerintah Indonesia mengajukan resolusi untuk mengutuk kekerasan di Gaza. Berbagai media massa nasional juga sering memberitakan informasi bahwa Indonesia mendukung resolusi yang dikeluarkan oleh PBB. Hal ini terkadang memunculkan keingintahuan mengenai proses dihasilkannya sebuah resolusi oleh PBB.
ADVERTISEMENT
Setiap organ di PBB dapat mengeluarkan resolusi, yaitu teks formal atas sebuah keputusan atau rekomendasi. Dalam perjalanan sejarahnya, organ PBB yang kemudian paling umum mengeluarkan resolusi PBB adalah Majelis Umum dan Dewan Keamanan.
Setiap tahun Majelis Umum PBB mengeluarkan sekitar 200-300 resolusi, sementara Dewan Keamanan PBB mengeluarkan sekitar 60-70 resolusi.
Foto: Ruang Pertemuan Sidang Majelis Umum PBB. Sumber: flickr.com
Berdasarkan pengalaman saya selama tiga tahun dalam penugasan di perutusan tetap RI untuk PBB di New York, proses penyusunan resolusi dapat dikatakan “susah-susah gampang”, tergantung pada isu yang diusung.
Jika isu yang diangkat merupakan sesuatu yang umum yang sudah menjadi pemahaman bersama, maka proses akan menjadi lebih cepat. Jika sebaliknya, isu yang diangkat menyangkut masalah sensitif bagi satu atau lebih negara, maka tentu proses akan memakan waktu yang lebih lambat.
ADVERTISEMENT
Resolusi Dewan Keamanan PBB adalah resolusi yang dibahas dan disepakati oleh lima belas anggota Dewan Keamanan PBB.
Proses pembahasannya cenderung tertutup dari negara anggota PBB lainnya atau bahkan publik. Rancangan resolusi Dewan Keamanan PBB harus disetujui oleh kelima anggota tetap Dewan Keamanan PBB (Amerika Serikat, Inggris, Perancis, Rusia, China) dan mayoritas anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB.
Jika salah satu dari lima negara anggota tetap Dewan Keamanan PBB menolak sebuah rancangan resolusi, atau mengajukan veto, maka meskipun didukung oleh sebagian besar atau seluruh anggota tidak tetap, resolusi tersebut tidak akan dapat diadopsi.
Sementara itu, resolusi Majelis Umum PBB dibahas dan disepakati oleh seluruh negara anggota PBB. Tidak ada sistem veto dalam resolusi Majelis Umum PBB. Sebuah resolusi Majelis Umum PBB dapat diadopsi jika disetujui oleh seluruh (konsensus) atau sebagian besar anggota PBB.
Ilustrasi bendera Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) (Foto: Pixabay)
Proses pengajuan dan pembahasan resolusi di Majelis Umum PBB lebih terbuka dari resolusi Dewan Keamanan. Secara umum, berikut 7 langkah penyusunan resolusi di Majelis Umum PBB yang sesuai dengan Rules of Procedure Majelis Umum PBB, praktik kebiasaan umum dan panduan yang telah disiapkan oleh Sekretariat PBB.
ADVERTISEMENT
1. Negara atau kelompok negara yang memiliki kepentingan terhadap sebuah isu membuat rancangan resolusi yang akan diajukan berdasarkan format yang telah disediakan oleh Sekretariat PBB.
Selain judul dan isi rancangan resolusi, negara-negara sponsor perlu menentukan di Komite berapa (dari 6 Komite yang ada di bawah Majelis Umum PBB) dan di bawah mata acara apa rancangan resolusi tersebut akan diajukan.
Beberapa mata acara berada langsung di bawah pleno Majelis Umum PBB, sehingga akan langsung dibahas dalam pertemuan Majelis Umum PBB, dan tidak lagi dibahas dalam pertemuan Komite.
2. Negara sponsor mendaftarkan rancangan resolusi ke Sekretariat PBB untuk dibahas di bawah mata acara PBB tertentu, dan apakah rancangan resolusi tersebut berada di bawah salah satu Komite PBB atau langsung di bawah pleno Majelis Umum PBB.
ADVERTISEMENT
Saat ini pendaftaran rancangan resolusi dapat dilakukan secara online. Rancangan resolusi yang telah didaftarkan ini kemudian terbuka untuk mendapat dukungan dari negara-negara lain yang bertindak selaku co-sponsor. Negara-negara co-sponsor kemudian menandatangani pernyataan dukungan dalam lembar dukungan yang telah disiapkan.
3. Setelah rancangan resolusi didaftarkan dan mendapat dukungan dari negara-negara co-sponsor, maka dimulailah proses negosiasi informal dari rancangan resolusi.
Negara sponsor perlu mendaftarkan kebutuhan ruang pertemuan di Markas PBB kepada Sekretariat PBB atau menyediakan ruang pertemuan di kantor Perutusan Tetap negara masing-masing.
Negara sponsor dan negara anggota PBB yang menjadi pengurus (Biro) pada Majelis Umum atau Komite PBB terkait, kemudian akan berupaya mencari negara anggota PBB yang berminat untuk menjadi fasilitator pembahasan rancangan resolusi melalui negosiasi informal.
ADVERTISEMENT
Fasilitator bertugas untuk memimpin pertemuan negosiasi informal hingga dicapai kesepakatan dari para negosiator masing-masing negara, atau kelompok negara yang terlibat terhadap isi rancangan resolusi.
4. Negosiasi informal melibatkan seluruh negara atau kelompok negara anggota PBB yang memiliki kepentingan terhadap isu yang dibahas dalam rancangan resolusi.
Setiap negara yang terlibat dalam proses negosiasi informal memiliki hak untuk memberi masukan dan revisi terhadap rancangan resolusi, serta melakukan tawar-menawar posisi dengan negara lain yang terlibat dalam negosiasi.
Negara-negara yang hadir dalam sebuah pertemuan negosiasi informal perlu mewakili seluruh kelompok kawasan negara-negara anggota PBB, seperti kelompok Afrika, Asia-Pasifik, Eropa Timur, Amerika Latin dan Karibia, Eropa Barat dan kelompok lainnya.
5. Setelah diperoleh berbagai masukan, negara sponsor dapat memulai tahap negosiasi untuk menyepakati rancangan resolusi per paragraf. Diharapkan pada tahap ini sudah tidak ada masukan baru terhadap rancangan resolusi.
ADVERTISEMENT
Namun, terkadang tetap ada negara yang nakal dan mengajukan masukan baru dengan alasan baru mendapat perintah dari Pusat/Ibukota.
6. Setelah seluruh paragraf disepakati, maka fasilitator akan mendaftarkan rancangan resolusi yang sudah disepakati ke Sekretariat PBB untuk proses penyuntingan dan penerjemahan ke lima bahasa resmi PBB.
Rancangan resolusi yang sudah disepakati dalam pertemuan informal yang dimaksud kemudian akan diadopsi sebanyak dua kali, yaitu dalam pertemuan Komite yang membawahi rancangan resolusi tersebut, dan dalam pertemuan pleno Majelis Umum PBB.
Jika mata acara yang membawahi rancangan resolusi tersebut berada langsung di bawah pleno Majelis Umum PBB dan bukan di bawah salah satu komite, maka rancangan resolusi akan langsung diadopsi pada pertemuan pleno Majelis Umum PBB. Rancangan resolusi yang disetujui oleh seluruh negara anggota PBB disebut sebagai resolusi yang diadopsi melalui konsensus.
Foto: Indonesia memimpin pertemuan Komite 2 Majelis Umum PBB. Sumber: Dok. pribadi.
ADVERTISEMENT
7. Terkadang dalam negosiasi informal ditemukan perbedaan pandangan dan posisi yang terlalu jauh berbeda antara dua, tiga, atau lebih negara. Jika pada batas waktu yang telah ditentukan tidak juga ditemukan jalan tengah yang disetujui setiap pihak, maka fasilitator negosiasi dapat mengeluarkan usulan teks fasilitator rancangan resolusi.
Teks fasilitator tersebut akan menjadi dasar pengadopsian pada pertemuan Komite dan pertemuan pleno Majelis Umum PBB. Negara yang tidak menyetujui isi teks fasilitator dapat mengusulkan proses voting/pengambilan suara terhadap rancangan resolusi. Jika mayoritas anggota PBB menyetujui rancangan resolusi, maka dikatakan bahwa resolusi diadopsi melalui voting.
Durasi pembahasan rancangan resolusi mulai dari negosiasi informal hingga pengadopsian bergantung pada isi dari rancangan resolusi itu sendiri. Resolusi yang isinya lebih prosedural biasanya membutuhkan tiga hingga lima pertemuan saja.
ADVERTISEMENT
Resolusi yang bersifat substantif tetapi tidak mengandung isu yang sensitif, umumnya dapat dibahas dalam lima hingga sepuluh kali pertemuan. Resolusi yang mengandung substansi yang sensitif dapat membutuhkan hingga belasan atau dua puluhan kali pertemuan.
Foto: Proses pengambilan suara untuk mengadopsi resolusi Majelis Umum PBB. Sumber: Dok. pribadi.
Proses pembahasan rancangan resolusi yang cukup panjang membutuhkan kegigihan dari para diplomat untuk terus mengikuti prosesnya dan mempertahankan posisi negara masing-masing.
Kemampuan menyampaikan argumentasi, menyusun narasi, dan mencari jalan tengah yang diterima semua pihak menjadi kemampuan utama yang perlu dipupuk oleh seorang diplomat. Semua ini demi membela kepentingan nasional dan menciptakan dunia yang lebih damai dan sentosa.
---
ADVERTISEMENT