KING: Menari untuk Menjaga Pesona Cenderawasih

NARASASTRA
#Narasastra | Kirimkan karyamu ke [email protected] | narasastra.wixsite.com/narasastra
Konten dari Pengguna
1 April 2018 20:03 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari NARASASTRA tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
KING: Menari untuk Menjaga Pesona Cenderawasih
zoom-in-whitePerbesar
ADVERTISEMENT
Populasi burung Cenderawasih di Indonesia sungguh memprihatinkan. Hewan ikonis tanah Papua ini mengalami penurunan jumlah seiring berjalannya waktu. Seperti yang dilansir Kompas, pada tahun 2012, burung Cenderawasih hanya ditemukan 2--3 ekor setiap satu kilometer persegi di habitatnya.
ADVERTISEMENT
Padahal, pada tahun 2000--2005 masih ditemukan 10--15 ekor di wilayah tersebut. Penurunan populasi burung Cenderawasih dapat disebabkan oleh pemekaran kabupaten baru, pembangunan jalan, penggundulan hutan, dan perburuan.
Burung Cenderawasih sering disebut-sebut sebagai burung surga karena warna bulunya yang indah. Warna hitam, cokelat, oranye, merah, hijau, dan ungu menjadi ciri khas dari the bird of paradise ini. Selain itu, Cenderawasih merupakan seekor penari. Ia dapat menari dengan elok juga gagah.
KING: Menari untuk Menjaga Pesona Cenderawasih (1)
zoom-in-whitePerbesar
KING: Menari untuk Menjaga Pesona Cenderawasih (2)
zoom-in-whitePerbesar
Inilah yang digagas oleh Maha Dance. Di bawah pimpinan Maharani Ayu, mahasiswa-mahasiswa Institut Seni Budaya, Tanah Papua menggetarkan sekian hati di Galeri Indonesia Kaya dalam program Ruang Kreatif (Sabtu, 31/04/18). Setelah melewati seleksi panjang dan mentoring oleh Garin Nugroho, serta Subarkah Hadisarjana, Maha Dance membawakan sendratari berjudul KING yang para pemainnya bukan hanya memainkan peran, tapi menjelma burung Cenderawasih.
KING: Menari untuk Menjaga Pesona Cenderawasih (3)
zoom-in-whitePerbesar
KING: Menari untuk Menjaga Pesona Cenderawasih (4)
zoom-in-whitePerbesar
Salah satu penari, Anjar Noak, menjadi simbol raja dalam KING dengan kostum bersayapnya. Burung jantan Cenderawasih ditonjolkan bukan demi mengangkat konsep patriarki, namun karena keahliannya dalam menari. Didukung oleh musik yang minimalis, penari-penari dalam KING harus menguras banyak stamina dalam menjelma Cenderawasih. Kira-kira selama enam bulan, mereka melatih napas untuk bergerak dinamis dan kaki untuk terus berjinjit.
KING: Menari untuk Menjaga Pesona Cenderawasih (5)
zoom-in-whitePerbesar
KING: Menari untuk Menjaga Pesona Cenderawasih (6)
zoom-in-whitePerbesar
Cerita dalam KING mengajak penonton untuk mendalami kehidupan burung Cenderawasih. Di dalamnya ada gejolak percintaan, rasa cemburu, dan ketakutan atas perburuan. Secara utuh mereka berdialog dengan bahasa yang betul-betul asing. Sesekali diselipkan pula nyanyian-nyanyian elegis dengan bahasa daerah Papua.
ADVERTISEMENT
Dapat dibilang, pertunjukan ini jauh dari kesempurnaan teknik. Namun rasa merupakan hal yang luar biasa telah tersalurkan. Sorot mata dan energi setiap penari begitu menggemakan pesan pada para penonton.
KING: Menari untuk Menjaga Pesona Cenderawasih (7)
zoom-in-whitePerbesar
Eksploitasi terhadap burung Cenderawasih dilukiskan oleh penari yang membawa busur panah, seolah memburu keindahan the bird of paradise. Menjelang akhir pertunjukan, sendratari KING kemudian memanfaatkan layar proyektor untuk menampilkan video dan gambar terkait pengeksploitasian burung Cenderawasih. Maka setiap insan dalam GIK seperti hanyut, tersentuh, bahkan tergerak untuk menjaga kekayaan satwa di Indonesia, salah satunya ialah Cenderawasih.
#IndonesiaKaya #RuangKreatifSeni
Penulis: Yudhistira/ Narasastra
Foto: Yudhistira dan Gayatri Mega Arinda/ Narasastra