Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Strategi Mencegah Terjadinya Bullying
22 Juli 2017 23:21 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:17 WIB
Tulisan dari Nardis tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Masih ingat dengan kasus bullying anak SMP di Thamrin City? Korban dan pelaku yang merupakan teman akrab terlibat perkelahian hanya karena ada kata atau kalimat yang menyinggung perasaan.
ADVERTISEMENT
Pelaku yang baru memasuki pendidikan jenjang SMP dan teman-temannya yang berjumlah sembilan orang ini akan dikeluarkan dari sekolahnya. Inilah langkah pemerintah dalam menyelesaikan kasus bullying di pendidikan. Namun, apakah cara ini bisa menyelesaikan masalah bullying yang makin hari makin banyak di kalangan pelajar indonesia? Tentu tidak. Tapi, setiap masalah pasti ada solusi.
Pertama, kita harus tahu dulu kira-kira yang mempunyai peran besar dalam meminimalisir kasus bullying ini, terkhusus di bidang pendidikan. Jawabanya pasti orang tua atau guru.
Akan tetapi jika kita berharap kepada orang tua, realita yang ada sekarang adalah orang tua lebih menyibukkan dirinya kepada pekerjaan di banding mendidik anaknya sendiri. Sehingga seakan-seakan, sudah menjadi tanggung jawab sekolah terkhusus guru dalam mendidik siswanya, untuk menjadi pribadi yang baik tanpa bullying.
ADVERTISEMENT
Namun, kasus bullying yang terjadi di Thamrin City tadi bisa menggambarkan bahwa peran guru dalam mendidik anak masih kurang. Ini menjadi tugas besar bagi pendidikan indonesia dalam melahirkan guru-guru yang profesional sehingga kasus-kasus bullying seperti ini tidak terjadi lagi.
Bullying ini terjadi ketika terjadi konflik antara kedua belah pihak. Sehingga yang menjadi titik masalah dalam Bullying ini adalah konflik awal baik melalui perkataan ataupun tindakan.
Inilah tugas guru, mampu menyelesaikan konflik yang terjadi pada siswanya. Thomas Lichona (2016) mempunyai strategi dalam menyelesaikan konflik yang terjadi antar siswa, baik di luar kelas maupun di dalam kelas. Strategi yang digunakan adalah tidak serta merta guru yang menyelesaikan, namun bagaimana guru mengajar anak-anak untuk menyelesaikan konfliknya sendiri. Adapun strateginya adalah:
ADVERTISEMENT
1. Penggunaan kurikulum resolusi konflik untuk mengajar siswa tentang penyebab-penyebab dari konflik dan jalan tanpa ada kekerasan untuk menyelesaikan masalah mereka
2. Melatih murid dalam kebutuhan keterampilan sosial khusus, untuk menghindari dan menyelesaikan konflik
3. Menggunakan pertemuan kelas untuk mendiskusikan sebab-sebab dari konflik dan untuk menegakkan nilai bahwa konflik harus diselesaikan dengan adil dan tanpa kekerasan
4. Keterliabatan dibutuhkan ketika membimbing siswa dalam menggunakan kemampuan resolusi konflik yang baru dipelajari
5. Menyediakan pelatihan khusus untuk murid-murid yang mengabdi sebagai manajer konflik di lapangan bermain
6. Mendorong instruksi dalam kelas dengan menggunakan proses mediasi konflik bersama murid-murid yang dikirimkan ke kantor karena bertengkar
7. Menolong murid yang memiliki kemajuan dalam mencapai tujuan menyelesaikan konflik tanpa mediasi dari luar.
ADVERTISEMENT
Strategi di atas bisa dilakukan guru ketika menyelesaiakan konflik yang terjadi antar siswa. Guru harus mengetahui karakter-karakter yang dimiliki oleh siswanya. Sehingga guru dalam mengajar menyelesaikan konflik, tidak menerka-nerka, murid mana yang perlu mendapat perhatian khusus. Namun yang perlu ditekankan, pendidikan ini dapat diselesaikan bukan tergantung dari gurunya saja, namun peran orang tua sangat besar dalam pendidikan dan perkembangan anak.