Konten dari Pengguna

Katsumoto vs Omura di Palagan Danantara

Nasihin Masha
Wartawan senior, pemerhati ikhwal kebangsaan
23 Februari 2025 16:08 WIB
·
waktu baca 6 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Nasihin Masha tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi gedung Danantara. Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi gedung Danantara. Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
ADVERTISEMENT
Masih ingat film The Last Samurai? Film ini berlatar Jepang akhir abad ke-19, tepatnya tahun 1877. Sebuah film yang menceritakan masa akhir era keshogunan Tokugawa dan beralih ke era Meiji. Kaisar Meiji melakukan gerakan restorasi atau modernisasi.
ADVERTISEMENT
Film ini menceritakan perjalanan seorang kapten Amerika yang bernama Nathan Algren (dibintangi Tom Cruise). Algren adalah jagoan Amerika dalam perang melawan Indian. Ia dikontrak pabrik senjata Amerika yang mendapat proyek modernisasi persenjataan Jepang. Tugas Algren melatih tentara Jepang.
Saat itu Jepang sedang beralih dari senjata pedang ke senapan, pistol, dan mitraliur. Sebagai prajurit lapangan, Algren tak mengenal politik. Yang ia ketahui adalah jiwa keperwiraan. Nah, saat datang ke Jepang ia mendapati konflik politik antara kaum samurai dengan kaum modernis. Ia menyaksikan konflik itu campur aduk antara jiwa keperwiraan dan keculasan, antara pengabdian dan penjilatan, antara kesetiaan dan korupsi, antara baik dan buruk.
Hal itu dikontraskan dalam konflik antara Omura melawan Katsumoto. Katsumoto adalah samurai terakhir yang mengukuhi nilai-nilai tradisi, sedangkan Omura adalah petualang politik yang mengejar harta dan jabatan yang melihat modernisasi sebagai oportunitas.
ADVERTISEMENT
Restorasi Meiji mengakhiri kekuasaan para samurai, yang menguasai wilayah selama berabad-abad. Sebelum restorasi, kaisar hanya penguasa simbolik. Melalui restorasi, struktur pemerintahan tidak lagi melalui para daimyo, tapi langsung di bawah kaisar, dengan membentuk prefektur, semacam provinsi. Juga terjadi modernisasi di berbagai bidang: politik, ekonomi, budaya, militer, dan ilmu pengetahuan. Akibat modernisasi itu terjadi konflik dan pemberontakan yang dipimpin samurai. Katsumoto adalah pemimpin samurai tersebut. Namun di film ini, Katsumoto tidak digambarkan sebagai figur yang buruk. Ia hanya mengukuhi nilai lama dan menganggap dirinya tetap setia dan mendukung gagasan kaisar. Perang atau pemberontakan tersebut ia tafsirkan sebagai bentuk kesetiaan dan kejuangan. Ia menyatakan jika memang kaisar menyuruhnya bunuh diri melalui seppuku, merobek perut, maka ia akan lakukan. Katsumoto adalah guru kaisar di masa kecilnya.
ADVERTISEMENT
Saat Algren menghadap kaisar, setelah Katsumoto tewas dalam pertempuran, kaisar bertanya, “Ceritakan tentang bagaimana Katsumoto meninggal.” Algren menjawab, “Saya akan ceritakan bagaimana Katsumoto menjalani hidup”. Algren awalnya menjadi tawanan Katsumoto, namun kemudian ia ikut berperang dengan Katsumoto. Ia jatuh cinta pada jiwa keperwiraan Katsumoto.
Ia menyaksikan para samurai adalah orang-orang sederhana, berdisiplin, kebersamaan, cinta Tanah Air, dan setia pada kaisar. Selain hari-harinya diisi dengan bekerja dan berlatih samurai, mereka giat membaca kitab-kitab suci leluhur. Setelah perang berakhir, Algren menjadi petani di perdesaan Jepang bersama Taka, adik perempuan Katsumoto, yang suaminya mati di tangan Algren.

Danantara

Saat ini, pemerintahan Prabowo sedang membentuk Danantara. Sebuah superholding BUMN. Idenya meniru Temasek (Singapura/1974), Khazanah (Malaysia/1993), dan Sasac (China/2003). Namun pembentukan superholding ini juga bagian dari mewujudkan ide Sumitro Djojohadikusumo, saat menyusun Rencana Urgensi Perekonomian pada 1951. Gagasan ini juga sudah ditulis di dua buku Prabowo – Paradoks Indonesia dan Strategi Transformasi Bangsa.
ADVERTISEMENT
Untuk itu, Burhanuddin Abdullah dan Muliaman Hadad, yang menjadi tim pakar Prabowo, sudah menyiapkannya. Karena itu, setelah dilantik menjadi Presiden dan kemudian melantik para menteri, Prabowo juga melantik Muliaman sebagai kepala Danantara. Namun rencana peluncuran Danantara batal.
Pembatalan launching Danantara itu akibat banyak tarik-menarik politik. Ada kekuatan oligarki yang ingin menyabot di tengah jalan. Dalam situasi inilah Burhanuddin terpontal-pontal. Mereka tak ingin duet Burhanuddin-Muliaman mengendalikan Danantara. Keduanya bukan politisi dan bukan pemain seperti Omura.
Mereka hanya seperti Katsumoto, tak bisa bersiasat politik. Karier mereka sepenuhnya di Bank Indonesia (BI). Kebetulan Burhanuddin pernah terantuk kasus korupsi saat ia menjadi gubernur BI. Poin inilah yang dikapitalisasi lawan-lawannya. Burhanuddin menyetujui penggunaan dana untuk membiayai proses hukum yang menimpa gubernur BI sebelumnya.
ADVERTISEMENT
Dalam persidangan, terbukti tak ada dana yang tersalur ke kantong pribadi Burhanuddin. Ia merasa terhina seperti sampah karena sepanjang kariernya ia mengaku telah bekerja dengan sejujur-jujurnya. Karena itu ia menyamakan dirinya seperti Amir Sjarifuddin, Sjafruddin Prawiranegara, Hamka, maupun Mochtar Lubis yang terkena sesuatu untuk apa yang tidak dilakukannya. Sambil berseloroh, ia menyatakan, untuk menebang rumpun bambu memang yang ditebang bambu yang lurus dulu. Ajip Rosidi, sastrawan ternama, menulis, “Burhanuddin dijatuhi hukuman karena pada hari ke-11 dia menjadi gubernur BI memimpin rapat Dewan Gubernur BI tanggal 3 Juni 2003, menyetujui kesimpulan rapat-rapat sebelumnya untuk menggunakan dana YPPI”.
Burhanuddin memang ada noda hitam semacam itu. Tapi rasa-rasanya ia tetap jauh lebih bersih daripada orang-orang yang hendak menyingkirkannya. Memang perumpamaan Burhanuddin dengan Katsumoto terkesan terlalu ekstrem. Namun tak salah-salah amat. Buktinya Prabowo mempercayainya, Ikopin juga mengangkatnya menjadi rektor setelah ia keluar dari penjara.
ADVERTISEMENT
Burhanuddin seperti umumnya satria Sunda: tak banyak bicara, setia, bekerja dengan sebaik-baiknya, sederhana, dan tak pandai ‘menari’. Mungkin kita masih ingat pada Juanda Kartawijaya, orang kepercayaan Presiden Sukarno. Atau Edi Sudrajat, mantan KSAD dan Panglima TNI. Tak heran jika Gus Dur pernah mendapuk Burhanuddin sebagai menko perekonomian.
Dalam statusnya di Facebook, Yanuar Rizky, seorang pengamat ekonomi yang kritis, mencatat kiprah Burhanuddin di masa ia menjadi gubernur BI. Dialah orang pertama yang melakukan repatriasi devisa hasil ekspor (DHE), yakni kewajiban menyimpan devisa ekspor ke perbankan di dalam negeri. Karena selama ini uang tersebut ditaruh di luar negeri, terutama Singapura. Ini yang membuat ekonomi Indonesia tak bisa sekuat semestinya. Saat itu, kata Yanuar, Burhanuddin mendapat tekanan dari IMF.
ADVERTISEMENT
Lembaga multilateral ini menilai Indonesia tidak komitmen pada letter of intent yang ditandatangani Soeharto di masa krisis. Awalnya, pemerintah saat itu juga tak mendukungnya. Namun, tanpa cangcingcong panci bolong, pada 2006, Burhanuddin tetap melunasi utang Indonesia ke IMF dengan nilai sekitar 13 miliar dolar. Ada yang bilang, gara-gara inilah Burhanuddin masuk penjara. Seorang cendekiawan terpandang menitip pesan kepada seseorang untuk disampaikan ke Burhanuddin bahwa tindakannya pasti akan dibalas, dicari kesalahannya.
Memang, ia kemudian dikandangi menjelang berakhirnya masa jabatan (2008) dan ada kemungkinan ia terpilih kembali. Kini, Presiden Prabowo sudah mengeluarkan Peraturan Pemerintah yang mewajibkan 100 persen DHE untuk ditaruh di perbankan Indonesia dengan durasi penyimpanan minimal satu tahun.
Burhanuddin dan Prabowo, dan tentu Sumitro, adalah penganut ekonomi yang lebih dekat ke Keynes. Yakni menyertakan peran negara dalam sistem ekonomi dan menolak sistem pasar bebas ala liberal klasik (Adam Smith) maupun neo-liberal (Milton Friedman). Kita mengenal kesuksesan negara-negara berkembang untuk menjadi maju karena keterlibatan negara seperti Singapura, Malaysia, dan Tiongkok.
ADVERTISEMENT
Melalui superholding BUMN Danantara maka yang akan terjadi adalah ekspansi dan peran BUMN secara lebih optimal dalam menghela kemajuan ekonomi. Tentu butuh para pengelola yang total ingin memajukan ekonomi Indonesia. Bukan mereka yang ingin memajukan kelompoknya saja, apalagi memainkannya untuk pundi-pundi sendiri maupun untuk menghela diri menuju pemilu 2029. Kita menolak hadirnya manusia Omura yang sudah pasti akan mengulang stagnasi ekonomi, bahkan bisa membuat jebol kekayaan negara seperti terjadi di masa akhir Soeharto ketika bank-bank dibobol oligarki.
Pertarungan Omura vs Katsumoto begitu kentara dalam memperebutkan Danantara ini. Algren mengajarkan pada kaisar bahwa dalam menilai seseorang dengan melihat bagaimana seseorang menjalani hidup, bukan bagaimana proses kematiannya. Jejak seseorang tak bisa membohongi karakter asli seseorang. Tak ada oligarki yang lonely seperti elang. Oligarki itu sekumpulan hyena.
ADVERTISEMENT