Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.100.8
29 Ramadhan 1446 HSabtu, 29 Maret 2025
Jakarta
imsak04:10
subuh04:25
terbit05:30
dzuhur11:30
ashar14:45
maghrib17:30
isya18:45
Konten dari Pengguna
Pergulatan Batin Prabowo: Kawan dalam Pertikaian (Bagian 2-Habis)
26 Maret 2025 14:51 WIB
·
waktu baca 6 menitTulisan dari Nasihin Masha tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Pada bagian pertama sudah dijelaskan tentang latar belakang kondisi Prabowo dan Jokowi, yang menjadi aktor utama dalam peta politik saat ini. Maka pada bagian kedua ini akan dijelaskan tentang dampak dari perbedaan itu dan implikasi-implikasinya. Mari kita mulai dari indikasi yang muncul akibat dari situasi tersebut.
ADVERTISEMENT
Ada sejumlah indikasi menarik ihwal pemerintahan Prabowo. Pertama, dari awal, Prabowo menjanjikan kabinet yang ramping dan efisien. Ternyata justru bengkak sebengkak-bengkaknya. Ada 48 menteri, 5 kepala badan, dan 56 wakil menteri. Jumlah menkonya saja ada tujuh, bandingkan dengan kabinet Soeharto yang cuma ada 3 atau 4 menko. Hal itu terjadi setelah Prabowo bertemu Jokowi di Solo.
Kedua, kabinet didominasi oleh orang-orang yang duduk di kabinet Jokowi. Prabowo hanya menempatkan sedikit orang. Ketiga, ada tiga tim juru bicara. Yaitu Biro Pers dan Media, yang merupakan organ resmi di Setneg. Lalu ada Presidential Communication Office (Kantor Komunikasi Kepresidenan). Terakhir tim komunikasi Prabowo, yang berasal dari Gerindra. Yang menarik, Dahnil Anzar Simanjuntak, yang selama ini menjadi juru bicara Prabowo justru tidak berada di posisi tersebut.
ADVERTISEMENT
Keempat, lembaga baru Danantara melenceng dari konsep awal yang dibuat tim Prabowo. Warna politik menjadi lebih dominan sehingga Danantara bukan lagi sebuah entitas bisnis.
Pada sisi lain, Prabowo justru mampu menunjukkan tajinya. Melalui Kejaksaan Agung–bukan melalui KPK–Prabowo membongkar kasus timah dan membongkar kasus bensin oplosan. Ia juga membongkar pagar laut dan mencabut status PSN PIK 2, BSD, dan Rempang.
Satu sisi Prabowo mengakomodasi kepentingan pihak lain, di sisi lain ia berlaku tegas. Dari indikasi-indikasi ini, terlihat bahwa Prabowo mengalah pada Jokowi, khususnya dalam langkah-langkah politik. Walaupun khusus untuk Pilkada Jakarta, Prabowo membiarkan calon dari PDIP melenggang menang dibandingkan dengan calon yang direstui Jokowi, yaitu Ridwan Kamil. Harus diingat, sesuai UU Daerah Khusus Jakarta, kawasan megapolitan Jakarta dan sekitarnya di bawah koordinasi Wakil Presiden. Namun kini situasi politiknya menjadi tidak mudah. Jakarta dipimpin gubernur dari PDIP yang berseberangan dengan Jokowi serta Jawa Barat dan Banten dipimpin gubernur dari Gerindra.
ADVERTISEMENT
Sedangkan yang menyangkut pundi-pundi dana gelap yang menjadi penggerak mesin politik didobrak Prabowo. Pertama, dana gelap migas dan tambang diacak-acak. Kedua, konglomerat yang biasa main di wilayah abu-abu juga sudah diterabas lalu dikumpulkan. Dengan demikian, Prabowo berharap pasokan dana gelap untuk politik menjadi berkurang. Satu langkah seperti melakukan pukulan hook, sebuah pukulan melengkung. Sedangkan langkah lain seperti rangkulan seorang petinju, yaitu membebani lawan dengan tubuh agar kelelahan. Sedangkan langkah-langkah politik Prabowo di fase awal seperti menerapkan jurus Tai Chi. Membiarkan lawan masuk dan menyerap energinya.
Namun pihak lawan pun tak tinggal diam. Program-program andalan Prabowo dibuat kacau. Danantara sudah tak sesuai ide awal. Muliaman Hadad yang sudah dilantik menjadi ketua diganti begitu saja sebelum bekerja. Program efisiensi yang ingin menempatkan anggaran untuk menghasilkan outcome optimal (ICOR yang ideal) menjadi tak jelas terjemahannya. Evaluasi subsidi elpiji dieksekusi dengan cara yang salah. Hal ini menunjukkan bahwa Prabowo lemah pada detail dan teknokrasi sekaligus lemah dalam kendali manajemen dan kendali politik, termasuk kacaunya komunikasi publik.
ADVERTISEMENT
Inilah yang kemudian menimbulkan apa yang disebut Uni Lubis, pemred IDN Times, sebagai “Yoyo Policy”. Kombinasi jurus tai chi, pukulan hook, dan rangkulan dengan yoyo policy ini telah membuat semua pihak berada dalam posisi “wait and see”, namun dengan skor yang terus menyusut. Orang pun menilai macan telah menjadi kambing -- di antaranya muncul meme macan dimakan kodok.
Mengapa Begitu?
Ada banyak spekulasi tentang sikap Prabowo yang terlihat lemah. Prabowo pun menyadari hal itu. Karena itu ia menjawab pihak-pihak yang ingin memisahkan dirinya dengan Jokowi dengan satu kata: “Ndasmu!” Bahkan ia mengatakan bisa menang karena dukungan Jokowi, karena itu ia berterima kasih kepada Jokowi.
Apakah Prabowo hanya kelanjutan dari Jokowi dan kabinetnya sebagai kabinet jilid 3 Jokowi? Bagaimana ekonomi bisa tumbuh 8% jika tidak ada perubahan? Bagaimana akan terjadi transformasi bangsa dan pemerataan ekonomi jika tidak ada perubahan? Apakah buku-buku tebal dan besar itu hanya propaganda kosong?
ADVERTISEMENT
Politik selalu memiliki banyak wajah. Dan politik tak selalu dijelaskan oleh para pelakunya. Karena itu politik akan selalu menjadi misteri. Yang ada adalah upaya untuk memahami dengan merangkai fakta-fakta dan logika-logikanya.
Mari kita coba memahami kerumitan yang dihadapi Prabowo. Setidaknya ada 15 bom waktu yang ditinggalkan Jokowi:
ADVERTISEMENT
15 bom waktu itu dikombinasikan dengan tetap kokohnya jejaring kekuasaan Jokowi di pemerintahan Prabowo, seperti kepolisian, jejaring relawan, jejaring buzzer, dukungan penuh oligarki pemegang uang Indonesia, keberadaan Gibran sebagai wakil presiden, dan partai-partai pendukung Jokowi yang tetap lebih loyal ke Jokowi.
Pada sisi lain, Prabowo tak cukup kokoh mengkonsolidasi kekuatan politiknya. Secara sederhana ada lima kekuatan di pemerintahan Prabowo: Faksi J, Faksi D, Faksi S, Faksi TN, dan Faksi K. Yang riil bertarung adalah Faksi J melawan Faksi S, dan di tengah ada Faksi D yang hingga saat ini lebih condong ke Faksi J. Sedangkan dua faksi lain hanya mengikuti perintah Prabowo. Pertarungan itu begitu nyata saat penyusunan kabinet, saling telikung dalam pembentukan Danantara, kisruh pagar laut, dan akhirnya di kasus bensin oplosan. Di luar lima faksi tersebut, terdapat kekuatan para konglomerat dan kekuatan Megawati yang bertarung dari luar pemerintah.
ADVERTISEMENT
Dengan situasi itulah Prabowo tak mudah menjalankan roda kekuasaannya. Sedangkan publik menunggu realisasi janji-janji politiknya. Situasi ini membuat Prabowo berburu dengan waktu antara menunaikan janji politik dengan mengkonsolidasi kekuasaannya. Musuhnya adalah kesabaran rakyat yang tertekan secara ekonomi. Bagi yang tak sabar, waktu enam bulan adalah batasnya. Namun bagi yang sabar akan memberi waktu satu tahun bagi Prabowo untuk mengkonsolidasi kekuasaannya. Jika dalam waktu satu tahun tak bisa diselesaikan maka yang terjadi adalah business as usual, tak ada perubahan apa pun. Hanya ada polesan sana-sini.
Namun bagi pengadilan sejarah, Indonesia sedang berburu waktu dengan masa berakhirnya bonus demografi dalam 12 tahun ke depan. Artinya, jika Prabowo gagal melakukan transformasi struktur ekonomi maka Indonesia sedang menuju babak kehancuran. Tentu kita tidak ingin hal itu terjadi. Kita harus sebisa-bisa memberikan dukungan agar Prabowo memiliki nyali untuk bertindak dan melakukan transformasi struktural.
ADVERTISEMENT
Musuh Prabowo yang sejati sebenarnya cuma dua: mengalahkan trauma dirinya pasca 1998 dan ego kenikmatan menjadi penguasa. Namun menjadi pejuang sejati adalah kesadaran bahwa tak ada waktu untuk jeda bersenang-senang. Nasib para pembuat jembatan, apalagi menghubungkan dua tebing di jurang yang dalam, adalah uji nyali bertaruh nyawa. Jadi, “kawan dalam pertikaian” itu memang tak terelakkan. Tak bisa dijawab dengan diplomasi “ndasmu”.
Menutup pintu harapan adalah kegelapan yang nyata, apalagi di luar sana dunia sedang menggesa kemajuan teknologi yang luar biasa.