Konten dari Pengguna

Ketika Emosi Mengalahkan Logika: Apa yang Terjadi dalam Otak Kita?

Nasya Sofia Yasminda
Mahasiswa-Psikologi Fakultas Sosial dan Ilmu Politik Universitas Brawijaya
30 November 2024 19:20 WIB
·
waktu baca 6 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Nasya Sofia Yasminda tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Sumber Foto: https://www.istockphoto.com/id/vektor/konsep-ayunan-suasana-hati-banyak-emosi-mengelilingi-wanita-muda-dengan-gangguan-gm1286189024-382774459
zoom-in-whitePerbesar
Sumber Foto: https://www.istockphoto.com/id/vektor/konsep-ayunan-suasana-hati-banyak-emosi-mengelilingi-wanita-muda-dengan-gangguan-gm1286189024-382774459
ADVERTISEMENT
Pernahkah Anda mengambil keputusan yang akhirnya Anda sesali karena dipengaruhi emosi sesaat? Contohnya, saat marah lalu melontarkan kata-kata yang menyakitkan, atau saat bahagia berlebihan lalu membuat keputusan impulsif. Situasi seperti ini sering muncul dalam kehidupan. Pada saat tersebut, emosi mengambil alih, membuat logika yang seharusnya menjadi pengarah utama pengambilan keputusan tersisih.
ADVERTISEMENT
Otak manusia sebenarnya dirancang untuk memproses emosi sekaligus logika secara bersamaan. Namun, pada kondisi tertentu, salah satu aspek ini bisa mendominasi. Ketika rasa takut muncul, bagian otak bernama amigdala berperan aktif dan menghasilkan reaksi cepat tanpa melalui proses analisis panjang. Lalu bagaimana sebenarnya mekanisme otak ketika emosi lebih kuat dari logika? Apa alasan emosi sering menang? Mari kita pahami lebih jauh berdasarkan kajian psikologi dan studi tentang logika.
Emosi dan Logika dalam Otak: Amigdala serta Prefrontal Cortex
Dalam otak manusia, pengolahan emosi dan logika terjadi di bagian yang berbeda. Amigdala, bagian kecil berbentuk almond dalam sistem limbik, bertugas memproses emosi seperti takut, marah, maupun senang. Saat menghadapi situasi yang memicu emosi, seperti ancaman
ADVERTISEMENT
mendadak atau kejadian mengejutkan, amigdala segera bereaksi. Proses ini dikenal sebagai respons lawan atau lari (fight or flight), yang mempersiapkan tubuh untuk bertindak cepat.
Pernahkah Anda mengambil keputusan yang akhirnya Anda sesali karena dipengaruhi emosi sesaat? Contohnya, saat marah lalu melontarkan kata yang menyakitkan, atau saat bahagia berlebihan lalu membuat keputusan impulsif. Situasi semacam ini sering muncul dalam kehidupan sehari-hari. Pada saat tersebut, emosi mengambil alih, membuat logika yang seharusnya menjadi pengarah utama pengambilan keputusan tersisih.
Sementara itu, korteks prefrontal bertanggung jawab atas analisis logis dan pengambilan keputusan rasional. Area ini membutuhkan waktu lebih lama untuk memproses informasi. Dalam situasi penuh tekanan emosional, amigdala sering mendominasi sebelum prefrontal cortex menyelesaikan prosesnya. Kondisi ini yaitu saat reaksi emosional menguasai kemampuan berpikir logis.
ADVERTISEMENT
Mengapa Emosi Dominan?
Secara evolusi, emosi dirancang untuk melindungi manusia dari bahaya. Dalam masa prasejarah, reaksi cepat terhadap ancaman sangat menentukan kelangsungan hidup. Contohnya, rasa takut memicu seseorang segera melarikan diri dari predator.
Otak manusia sebenarnya dirancang untuk memproses emosi sekaligus logika secara bersamaan. Namun, pada kondisi tertentu, salah satu aspek ini bisa mendominasi. Ketika rasa takut muncul, bagian otak amigdala berperan aktif dan menghasilkan reaksi cepat tanpa melalui proses analisis panjang. Lalu bagaimana sebenarnya mekanisme otak ketika emosi lebih kuat dari logika? Apa alasan emosi sering menang?
Selain itu, pengalaman emosional cenderung lebih mudah diingat daripada pengalaman netral. Pengalaman senang atau menyakitkan membentuk pola berpikir seseorang, memengaruhi cara mereka merespons situasi serupa di masa depan. Oleh sebab itu, otak sering mengandalkan emosi lebih kuat dibandingkan data logis, terutama dalam situasi yang tidak pasti.
ADVERTISEMENT
Konflik Emosi dan Logika dalam Keputusan
Salah satu konflik ini terlihat dalam pengambilan keputusan finansial. Banyak orang membuat keputusan ekonomi yang kurang tepat karena terdorong emosi, seperti ketakutan akan kerugian atau keserakahan terhadap keuntungan besar. Padahal, data logis sering kali sudah menunjukkan risiko, tetapi emosi seperti rasa optimisme berlebihan justru menjadi penggerak utama tindakan.
Hal serupa terjadi dalam hubungan antarmanusia. Ketika marah atau kecewa, seseorang sering bertindak atau berkata tanpa berpikir panjang, meskipun logika menyarankan meredakan emosi terlebih dahulu. Hal ini menunjukkan bahwa keterampilan menenangkan diri sangat penting untuk memberikan waktu kepada korteks prefrontal menganalisis situasi.
Sementara itu, korteks prefrontal bertanggung jawab atas analisis logis dan pengambilan keputusan rasional. Area ini membutuhkan waktu lebih lama untuk memproses informasi. Dalam situasi penuh tekanan emosional, amigdala sering mendominasi sebelum prefrontal cortex menyelesaikan prosesnya. Kondisi ini sering disebut "amygdala hijack", yaitu saat reaksi emosional menguasai kemampuan berpikir logis.
ADVERTISEMENT
Mengelola Konflik Emosi dan Logika
Psikologi menawarkan teknik untuk membantu individu mengatasi konflik ini. Salah satunya adalah mindfulness, praktik menyadari keadaan diri tanpa menghakimi. Dengan melatih mindfulness, seseorang belajar mengenali emosi yang muncul lalu memberi waktu pada otak untuk merespons dengan lebih rasional.
Pernahkah Anda mengambil keputusan yang akhirnya Anda sesali karena dipengaruhi emosi sesaat? Contohnya, saat marah lalu melontarkan kata-kata yang menyakitkan, atau saat bahagia berlebihan lalu membuat keputusan impulsif. Situasi semacam ini sering muncul dalam kehidupan sehari-hari. Pada saat tersebut, emosi mengambil alih, membuat logika yang seharusnya menjadi pengarah utama pengambilan keputusan tersisih.
Selain itu, kemampuan berpikir kritis juga berperan penting. Menurut jurnal tentang peran logika dalam berpikir, berpikir kritis melibatkan evaluasi informasi secara objektif dan identifikasi bias yang dapat memengaruhi keputusan. Dalam situasi emosional, berpikir kritis membantu seseorang membedakan apakah tindakan mereka berbasis fakta atau hanya asumsi.
ADVERTISEMENT
Pentingnya Pendidikan dalam Regulasi Emosi
Pendidikan memiliki peran besar dalam membantu individu memahami bagaimana otak memproses emosi sekaligus logika. Dengan memahami konsep seperti dominasi amigdala atau peran korteks prefrontal, seseorang bisa mengenali pola pikir mereka sendiri.
Otak manusia sebenarnya dirancang untuk memproses emosi sekaligus logika secara bersamaan. Namun, pada kondisi tertentu, salah satu aspek ini bisa mendominasi. Ketika rasa takut muncul, bagian otak amigdala berperan aktif dan menghasilkan reaksi cepat tanpa melalui proses analisis panjang. Lalu bagaimana sebenarnya mekanisme otak ketika emosi lebih kuat dari logika?
Program pembelajaran yang mengajarkan keterampilan regulasi emosi sejak usia dini terbukti efektif membantu anak-anak serta remaja mengenali emosinya. Selain itu, pendidikan yang menanamkan nilai berpikir kritis tidak hanya mendukung prestasi akademik tetapi juga membantu dalam kehidupan pribadi dan profesional.
ADVERTISEMENT
Kesimpulan: Harmoni Emosi serta Logika
Konflik antara emosi dan logika adalah bagian alami dari kehidupan. Namun, dengan pemahaman lebih dalam tentang mekanisme kerja otak, seseorang dapat mengelola konflik ini secara bijak. Emosi memberikan warna pada kehidupan, sedangkan logika membantu kita mengambil keputusan dengan lebih rasional.
Latihan regulasi emosi, mindfulness, serta berpikir kritis membantu menciptakan keseimbangan. Dengan harmoni ini, manusia dapat membuat keputusan yang lebih bermakna sekaligus rasional. Kehidupan modern membutuhkan kemampuan mengelola emosi tanpa kehilangan kontrol atas logika. Jika kedua aspek ini dapat bekerja selaras, manusia menjadi lebih siap menghadapi tantangan yang ada.
Referensi
Jung, N., Wranke, C., Hamburger, K., & Knauff, M. (2014). How emotions affect logical reasoning: evidence from experiments with mood-manipulated participants, spider phobics, and people with exam anxiety. Frontiers in Psychology, 5. https://doi.org/10.3389/fpsyg.2014.00570
ADVERTISEMENT
Lerner, J. S., Li, Y., Valdesolo, P., Kassam, K., Harvard University, University of California, Riverside, Claremont McKenna College, & Carnegie Mellon University. (2014). Emotions and Decision Making. In Annual Review of Psychology (pp. 1–5) [Journal-article].
Nagara, R. M. S., 13515128. (2016). Keterkaitan Logika dengan Emosi dan Perasaan. In Makalah IF2120 Matematika Diskrit – Sem. I Tahun 2016/2017 [Journal-article].