Nestapa Candi-Candi Kecil di Magelang, Potensi Wisata yang Terabaikan

Nasywa Putri Wulandari
Mahasiswa S1 Departemen Politik dan Pemerintahan, Universitas Gadjah Mada
Konten dari Pengguna
20 Juni 2023 15:08 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Nasywa Putri Wulandari tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Candi Mendut, Kecamatan Mungkid, Magelang. Foto: Nasywa Putri Wulandari
zoom-in-whitePerbesar
Candi Mendut, Kecamatan Mungkid, Magelang. Foto: Nasywa Putri Wulandari
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Di balik meriah dan sucinya Hari Raya Waisak yang jatuh pada tanggal 4 Juni lalu, kemegahan Candi Borobudur pun turut menjadi topik perbincangan hangat di kalangan masyarakat Indonesia, bahkan mancanegara. Candi yang berlokasi di Kabupaten Magelang ini mungkin menjadi salah satu dari peninggalan sejarah era Mataram Kuno yang terawat dan mendapat perhatian istimewa dari berbagai pihak, baik itu pemerintah ataupun masyarakat secara umum.
ADVERTISEMENT
Hal ini tentunya cukup wajar karena Candi Borobudur diketahui menjadi candi Budha terbesar di dunia dan telah menjadi salah satu warisan budaya yang diakui oleh Unesco sejak tahun 1991. Namun, di balik ketenaran Borobudur, nasib candi-candi kecil lain di sekitar Magelang masih jauh dari kata beruntung.
Sebagai wilayah yang pernah menjadi pusat pemerintahan Mataram Kuno, Kabupaten Magelang banyak memiliki situs cagar budaya. Merujuk pada data yang dipublikasikan oleh Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Magelang, cagar budaya yang ada termasuk candi, petirtaan, batu yoni, dan arca Nandi. Sejauh ini, tidak kurang dari 15 candi yang telah ditemukan dan teridentifikasi di daerah ini. Sebut saja Candi Ngawen, Candi Mendut, Candi Pendem, dan Candi Selogriyo. Cagar budaya yang terletak tidak jauh dari Candi Borobudur tersebut sayangnya masih jarang mendapat perhatian.
ADVERTISEMENT
Padahal, potensi pariwisata sejarah yang ditawarkan melalui peninggalan-peninggalan ini sangat besar jika dapat dikelola dengan baik. Pengelolaan yang kurang baik ini dapat dilihat dari kurangnya aksi pemerintah daerah untuk mempromosikan dan mengenalkan situs cagar budaya, terutama candi-candi kecil di Magelang kepada masyarakat luas. Pasalnya, tidak hanya wisatawan dari luar daerah, candi-candi kecil ini juga masih jarang diketahui oleh warga sekitar. Hal ini tentu akan berakibat pada stagnasi atau berkurangnya jumlah wisatawan yang berkunjung ke candi.
Data BPS Kabupaten Magelang menunjukkan adanya tren penurunan jumlah pengunjung candi di 2022, contohnya yang terjadi pada Candi Selogriyo. Jika pada tahun 2019 jumlah wisatawan domestik yang mengunjungi Candi Selogriyo berjumah 21.009 orang, pada tahun 2022 pengunjung candi ini hanya sampai pada angka 222 orang. Meski terdampak pandemi Covid-19, penurunan jumlah pengunjung Candi Selogriyo ini tentu masuk dalam kategori ekstrem, lantaran pada tahun 2022, aturan PPKM (Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Mayarakat) sudah lebih longgar dari tahun-tahun sebelumnya.
ADVERTISEMENT
Bahkan, candi-candi yang lebih kecil seperti Candi Pendem, Candi Asu, dan Candi Gunung Wukir belum tercantum pada data BPS. Tidak tercantumnya nama candi-candi lain di situs BPS ini menunjukkan bahwa Pemerintah Daerah Kabupaten Magelang belum serius dalam upayanya untuk menjadikan situs warisan budaya ini sebagai objek wisata dan edukasi.
Candi Ngawen, Kecamatan Muntilan, Magelang. Foto: Nasywa Putri Wulandari
Selain promosi dan agenda pengenalan kepada masyarakat yang minim, penjagaan di lingkungan candi pun masih jauh dari kata aman. Candi-candi kecil ini umumnya hanya dilindungi dengan menggunakan pagar yang tidak lebih tinggi dari manusia sehingga ada peluang terjadinya pencurian. Ditambah dengan kesadaran masyarakat yang rendah akan cagar budaya, nasib candi-candi ini patut dipertanyakan.
Masyarakat di sekitar candi belum menganggap keberadaan cagar budaya ini sebagai sebuah hal yang penting, bahkan keberadaannya cenderung diabaikan begitu saja. Masih muncul anggapan bahwa candi-candi yang ada hanyalah sebuah tumpukan batu tanpa menyadari tingginya nilai sejarah, teknologi, seni, dan budaya pada bangunan dan proses pendirian candi tersebut.
ADVERTISEMENT
Kasus-kasus yang terjadi ini tentunya menjadi isu tersendiri yang apabila tidak segera diatasi dapat mendatangkan dampak yang lebih buruk, seperti terlupakannya keberadaan candi-candi kecil di wilayah Kabupaten Magelang selain Borobudur oleh generasi mendatang. Oleh karena itu, pemerintah daerah, khususnya Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Magelang perlu melakukan berbagai upaya dan inovasi untuk menarik minat warga lokal ataupun wisatawan luar daerah untuk berkunjung dan mempelajari nilai budaya serta sejarah yang tersimpan di setiap relief dan pahatan candi.
Salah satu cara yang dapat dilakukan Pemerintah Daerah Kabupaten Magelang adalah dengan memperbanyak agenda pengenalan candi dan artefak peninggalan Mataram Kuno lainnya kepada masyarakat umum. Upaya ini dapat didukung dengan mengadakan pameran atau event budaya di candi-candi kecil, mengingat selama ini agenda-agenda yang dilakukan pemerintah ataupun swasta masih tersentral hanya pada Candi Borobudur. Dilakukannya event pameran ataupun pagelaran budaya dan sejarah di candi-candi kecil ini akan menambah daya tarik yang ada sehingga para wisatawan, baik itu lokal ataupun luar daerah untuk berkunjung dan memberikan atensi kepada candi-candi kecil ini.
ADVERTISEMENT
Meski tidak sebesar dan semegah Borobudur, candi-candi kecil yang tersebar di beberapa wilayah Kabupaten Magelang tetap memiliki nilai sejarah dan budaya yang tinggi. Tidak setiap daerah memiliki banyak cagar budaya seperti yang dimiliki oleh Kabupaten Magelang dan menjadikan wilayah ini unik dengan keberadaan candi-candi serta artefak sejarahnya. Oleh karena itu, sudah sewajarnya bagi Pemerintah Kabupaten Magelang untuk berusaha memanfaatkan kelebihan yang mereka miliki ini sebagai daya tarik pariwisata tersendiri yang berbeda dibandingkan dengan daerah-daerah lainnya.