Konten dari Pengguna

Golput vs Partisipasi: Menjaga Pancasila dalam Pemilihan Kepala Daerah 2024

Nasywa Zauti Zahra
Mahasiswa Pendidikan Biologi Universitas Muhammadiyah Surabaya
11 November 2024 15:32 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Nasywa Zauti Zahra tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Potret sendiri
zoom-in-whitePerbesar
Potret sendiri
ADVERTISEMENT
Sebentar lagi Indonesia akan mengadakan pemilihan kepala daerah (pilkada) secara serentak 2024. Pilkada merupakan bagian dari sistem demokrasi di Indonesia. Setiap rakyat boleh memilih calon pemimpin idealnya masing-masing. Semua memiliki wewenang, hak dan kewajiban untuk mencoblosnya, asalkan memenuhi kriteria dan verifikasi yang ketat. Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) merupakan salah satu penerapan dari Sila Ke-4 Pancasila, yaitu "Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan". Pilkada adalah salah satu proses yang akan menjadikan rakyat untuk memilih secara langsung pemimpin serta wakilnya untuk menjalankan pemerintahan. Dalam Pancasila, Pilkada merupakan aplikasi konkret dari ajaran bahwa kebijaksanaan dan musyawarah merupakan landasan dalam membentuk suatu pemerintahan. Dalam pilkada tahun 2024 ini dipastikan terdapat banyak pemilih pemula yang terdiri atas pelajar, mahasiswa atau pemilih dengan rentang usia 17 sampai 21 tahun, inimenjadi segmen yang memang unik sebab perilaku pemilih pemula dengan antusiasme tinggi, relatif lebih rasional, haus akan perubahan dan tipis akan kadar polusi pragmatisme. Sebagian besar pemilih pemula mudah dipengaruhi oleh orang terdekat seperti anggota keluarga, seperti orang tua hingga kerabat dan teman. Selain itu, media massa juga berpengaruh terhadap pilihan pemilih pemula. Sebagai warga negara Indonesia yang bijaksana dan sebagai pemilih pemula yang cerdas harus memiliki prinsip yayangng berpegang teguh pada Pancasila Sila ke-4, mengapa? Karena dalam "Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan" Memiliki makna pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat dengan cara musyawarah untuk mencapai sebuah mufakat. Jadi dalam kalimat tersebut, kita sebagai rakyat Indonesia harus bijak, cerdas dan tidak golput. Berbicara tentang golput,umumnya mereka disebut dengan golongan putih banyak pemikiran orang-orang yang memilih untuk tergabung dalam golongan putih. Banyak sekali alasan mereka menjadi golongan putih, mungkin atas faktor ketidakcocokan untuk pasangan calon, tidak peduli tentang pemerintahan yang ada di Indonesia, serta banyak sekali alasan yang lainnya. Golongan putih dalam pemilihan umum seperti pilkada mempunyai pengaruh yang sangat besar, dikutip dari website inilah.com pengaruhnya adalah terpilihnya calon tak kredibel, pembangunan terhambat, tidak berdemokrasi dalam pesta demokrasi, merugikan negara, potensi manipulasi suara, serta melanggengkan kekuasaan rezim. Sebagai generasi bangsa Indonesia memiliki tugas serta tanggung jawab yang besar untuk mempertahankan dasar negara kita. Jadi mari tingkatkan rasa cinta serta mengamalkan nilai nilai luhur Pancasila dalam setiap tindakan dan kegiatan sehari hari. Seperti contoh dalam meningkatkan nilai luhur pancasila yaitu menjadi partisipasi dalam pemilihan kepala daerah secara serentak tahun ini, dan tidak masuk dalam golongan putih. Golput merupakan masalah yang kompleks, Oleh karena itu dengan banyaknya pengaruh dari yang memilih sebagai golongan putih, solusi yang dapat dilakukan oleh beberapa pihak adalah, meningkatkan partisipasi rakyat dalam pemilihan dengan cara melakukan sosialisasi, diskusi, debat, serta berbagai cara lainnya. Kemudian meningkatkan edukasi tentang politik ke masyarakat Indonesia bisa melalui situs media sosial maupun dengan face to face. Kemudian dapat melakukan kontrol kepada masyarakat melalui pengawasan serta pengaduan. Jadi setelah mengetahui pengaruh dari menjadi pemilih baru yang bijak dan golput, kalian lebih memilih mana?
ADVERTISEMENT