Abdee Slank Jadi Komisaris: Minimnya Meritokrasi dan Kompetensi Komisaris BUMN

Natalia Sihotang
Mahasiswa Ilmu Administrasi Negara, Universitas Indonesia
Konten dari Pengguna
13 Juni 2021 15:04 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Natalia Sihotang tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Pengangkatan Dewan Komisaris Abdee Slank menuai kontroversi. Sumber: Pixabay
zoom-in-whitePerbesar
Pengangkatan Dewan Komisaris Abdee Slank menuai kontroversi. Sumber: Pixabay
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Pengangkatan Abdi Negara Nurdin, atau lebih kita kenal dengan Abdee Slank, ke dalam jajaran Dewan Komisaris BUMN PT Telkom Indonesia melalui RUPS tahunan pada Jumat (29/5) menimbulkan banyak opini di masyarakat. Pasalnya, banyak pihak menganggap Abdee tidak memiliki kompetensi memadai untuk menduduki jabatan komisaris di perusahaan yang bergerak di bidang jasa layanan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) tersebut.
ADVERTISEMENT
Pakar di bidang Administrasi, Desy Hariyati menyebutkan pengangkatan Abdee menjadi komisaris menunjukkan keamatiran pemerintah dalam mengelola administrasi pemerintahannya. Hal ini berkaitan dengan pemilihan Abdee yang tidak sesuai dengan prinsip meritokrasi dan tidak memiliki kompetensi dan kapabilitas di bidang teknologi, sehingga bukan pilihan terbaik untuk menjadi dewan komisaris PT Telkom Indonesia.
Pendapat lain datang dari Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden, Ade Irfan Pulungan. Ade berpendapat sosok Abdee yang visioner dan kreatif sangat dibutuhkan oleh PT Telkom Indonesia.
"Visi dan ide kreatif Abdee ini sangat dibutuhkan oleh PT Telkom Indonesia dalam menghadapi tantangan bisnis di masa modern dan era digital seperti saat ini," ungkap Ade.
Untuk memahami prinsip meritokrasi, Michael Young menyebutkan bahwa meritokrasi adalah suatu pandangan atau memberi kesempatan kepada seseorang untuk maju berdasarkan merit, yakni berdasarkan kelayakan dan kecakapannya (Young, 1958). Istilah meritokrasi kemudian diturunkan ke dalam istilah merit system.
ADVERTISEMENT
Sistem merit (merit system) menurut Widodo (2005) ialah sistem penarikan atau promosi pegawai yang tidak didasarkan pada hubungan kekerabatan atau patrimonial, tetapi didasarkan pada pengetahuan, keterampilan, kemampuan dan pengalaman yang dimiliki oleh orang yang bersangkutan.
Di Indonesia sendiri, penerapan sistem merit sudah tercantum dalam UU No. 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara. Tujuan penerapan sistem merit menurut UU ASN ialah untuk memastikan jabatan di birokrasi pemerintah dijabat oleh orang-orang yang profesional dan melaksanakan tugas berdasarkan nilai dasar, kode etik, dan kode perilaku ASN.
UU No. 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara tidak mengatur kualifikasi anggota dewan komisaris secara mendetail. Dalam pasal 28 hanya tertulis bahwa syarat komisaris BUMN adalah memiliki integritas, dedikasi serta memahami masalah manajemen perusahaan.
ADVERTISEMENT
Persyaratan dalam pengangkatan anggota komisaris BUMN diatur lebih lanjut dalam Peraturan Menteri BUMN No. PER 02/MBU/02/2015, yaitu calon komisaris adalah perorangan yang cakap, tidak sedang pailit, tidak pernah dihukum pidana yang merugikan keuangan negara, memiliki pengetahuan yang memadai di bidang usaha Persero atau Perum sesuai dengan instansi yang bersangkutan dicalonkan, dan dapat menyediakan waktu yang cukup untuk melaksanakan tugasnya.
Lalu, bagaimana tugas dari dewan komisaris itu sendiri? Dalam UU BUMN pasal 31 disebutkan tugas dewan komisaris adalah mengawasi kinerja direksi dan memberikan nasihat kepada direksi. Apabila arah perusahaan dianggap sudah bertentangan dengan target kinerja yang sudah ditetapkan, maka dewan komisaris berhak untuk menegur direksi. Selain itu, dewan komisaris juga memiliki hak mengusulkan pemecatan direksi kepada RUPS apabila terjadi pelanggaran yang dianggap berbahaya bagi kelangsungan hidup korporasi.
ADVERTISEMENT
Melihat peran penting dan kekuasaan sah seorang dewan direksi, sudah seharusnya penetapan komisaris dilandaskan oleh sistem merit untuk memastikan komisaris tersebut sesuai dengan kompetensi, dapat mengawasi dan memberikan nasihat kepada direksi, dan bertanggung jawab atas peran dan kekuasaan yang diberikan kepadanya.
Pengangkatan Abdee Slank menjadi dewan komisaris menambah daftar permasalahan kompetensi dewan komisaris dalam Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Ombudsman menyebutkan bahwa kinerja dewan komisaris BUMN cenderung lemah karena alasan konflik kepentingan, masalah kompetensi, jual beli jabatan dan transparansi penilaian. Pernyataan tersebut diperkuat oleh pendapat Mantan Menteri BUMN yaitu Tanri Abeng yang menilai dewan komisaris terkadang tidak memberikan nasihat karena kurangnya kompetensi hingga memengaruhi kebijakan-kebijakan oleh direksi.
Lebih lanjut, Abeng menyebutkan bahwa kinerja BUMN didasarkan pada kebijakan-kebijakan oleh direksi perusahaan. Kinerja direksi dapat maksimal bila ada dukungan dan pengawasan dari dewan komisaris secara langsung. Namun, penempatan figur komisaris seringkali dinilai tidak sesuai sehingga berpengaruh pada kinerja direksi dan perusahaan tersebut.
ADVERTISEMENT
Sudah menjadi rahasia umum, bahwa sebagian besar dari komisaris BUMN yang terpilih tidak memenuhi kualifikasi komisaris yang ideal, terutama terkait kompetensi dasar pengawasan dan pemahaman terkait instansi BUMN yang bersangkutan. Oleh karena itu, rekrutmen calon dewan komisaris BUMN selanjutnya perlu mengikuti tahapan uji kelayakan (fit & proper test) seperti yang sudah dijalankan sebelumnya untuk pemilihan calon direksi BUMN. Tahapan uji kelayakan ini bertujuan agar komisaris yang terpilih merupakan seseorang yang sesuai dengan kompetensi dan mampu menjalankan tugas sebagai dewan direksi, sehingga dapat memberikan kontribusi dalam peningkatan kinerja BUMN.
Daftar Pustaka:
Gatra.com. (2020, Agustus 19). Peneliti BUMN: Kompetensi Komisaris BUMN belum Terpenuhi. Retrieved from https://www.gatra.com/detail/news/488006/ekonomi/peneliti-bumn-kompetensi-komisaris-bumn-belum-terpenuhi
Kumparan. (2021, Mei 31). Polling: Kamu Yakin Abdee Slank Bisa Mengemban Tugas sebagai Komisaris Telkom? Retrieved from https://kumparan.com/kumparannews/polling-kamu-yakin-abdee-slank-bisa-mengemban-tugas-sebagai-komisaris-telkom-1vqhmSypeCq
ADVERTISEMENT
Narasi Newsroom. (2021). Abdee Slank Jadi Komisaris: Pengelolaan Negara Dipertanyakan. Retrieved from https://www.narasi.tv/narasi-newsroom/abdee-slank-jadi-komisaris-pengelolaan-negara-dipertanyakan
Ombudsman. (2020, Juni 28). 2019: 397 Komisaris BUMN terindikasi Rangkap Jabatan. Retrieved from https://ombudsman.go.id/news/r/2019-397-komisaris-bumn-terindikasi-rangkap-jabatan
Sindonews. (2021, April 19). Komisaris Tidak Kompeten, Kinerja BUMN Disorot. Retrieved from https://ekbis.sindonews.com/read/401884/34/komisaris-tidak-kompeten-kinerja-bumn-disorot-1618826678
Utama, F. A. 2016. Meritokrasi di Berbagai Negara di Dunia (Perbandingan Konstitusi). Civil Service, 10(2): 17 - 27.
Young, Michael. (1958). The Rise of Meritocracy. London: McGraw-Hill
Widodo, Joko. (2005). Membangun Birokrasi Berbasis Kinerja. Jakarta: Bayumedia Publishing