Anak Kost yang Jauh dari Orang Tua dan kebiasaannya

natasya aprillia
Universitas Islam Negri Syarif Hidayatullah Jakarta
Konten dari Pengguna
20 Mei 2021 16:55 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari natasya aprillia tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Menjadi anak kost yang jauh dari orang tua hal belum sempat terbayang oleh saya saat itu. Karena saya yang terbiasa tinggal bersama kedua orang tua merasakan banyak perubahan yang terjadi. Menjadi anak kost bahwa beban yang saya hadapi menjadi tanggung jawab lebih untuk saya.
ADVERTISEMENT
Awal mula menjadi anak kost menjadi keresahan bagi saya karena segala aktivitas saya lakukan sendiri. Jauh dari orang tua ada positif dan negatif yang dapat saya rasakan. Saya ingin bercerita negatifnya terlebih dahulu. Hal yang tidak enak ketika rindu suasana rumah, bisa bercengkrama dengan orang tua, menceritakan segala kejadian yang saya hadapi setiap harinya. Di samping itu yang biasanya kalau mau makan, ibu sudah memasaknya di dapur. Jadi, tidak perlu khawatir makan apa untuk hari ini.
Berbeda sekali ketika menjadi anak kost. Ketika ingin makan harus memasak sendiri dahulu atau kalau sedang malas membelinya di warung. Kadang kalau lelah jadi makan seadanya, bahan yang ada di kamar diolah. Tidak heran kalau dulu banyak yang bilang kalau "belum sah kalau anak kost belum makan mi."
ADVERTISEMENT
Dan saya pun merasakannya ketika lapar melanda tengah malam mau tidak mau makan mi, karena cara memasaknya yang praktis dan mudah. Lain dari itu sepulang kuliah biasanya saya mencuci baju. Biasanya saya mencuci baju 2 atau 3 kali seminggu, karena saya tidak suka menumpuk pakaian kotor selain mengundang kuman dan juga kalau banyak mencuci pakaian terlalu banyak cepat merasakan lelah dan tidak bersih nantinya. Jadi, sebisa mungkin saya tidak membiarkan pakaian kotor itu menumpuk.
Kemudian, saya juga harus menyapu kamar kost setiap sebelum berangkat ke kampus. Karena jika tidak begitu kamar kost akan banyak debu yang dapat mengundang berbagai macam penyakit.
Tidak lupa juga kalau saya sering diberi ibu kost makanan. Tidak jarang juga ibu kost mengadakan acara misalnya tahun baru, buka bersama ketika bulan ramadhan tiba, atau menyambut kedatangan penghuni kost yang baru.
ADVERTISEMENT
Banyak juga dampak positif yang saya rasakan ketika saya menjadi anak kost. Kebetulan sekitaran kost saya merupakan teman-teman seangkatan dan satu jurusan yang sama. Saya juga sering belajar bersama ketika merasa kesulitan mengerjakan tugas kuliah. Apalagi masa semester pertama yang menjadi semester bagi saya untuk beradaptasi dengan lingkungan yang baru. Perbedaan kultur, budaya, bahasa saya temui. Dan saling menghormati satu sama lain.
Tetapi, saya merasakan itu hanya sekitar 6 bulan dari bulan Juli tahun 2019 hingga Desember 2019 saja. Kemudian liburan akhir semester, dan memulai ajaran baru di semester 2 pada bulan Maret 2020. Saya juga sempat merasakan kembali menjadi anak kost. Yang melakukan apapun sendiri, dengan segala tanggung jawab yang ada. Tetapi, itu tidak berlangsung lama, karena dikabarkan bahwa dunia terkena virus yang menyerang pernafasan manusia yang disebut COVID-19. Saya terpaksa pulang ke rumah, padahal saya sudah membayar sewa kost untuk 3 bulan. Dikarenakan aturan dari kampus bahwa perkuliahan dilakukan secara daring.
ADVERTISEMENT
Tetapi jika ditanya kembali saya ingin menjadi anak kost lagi atau tidak, mungkin jawabannya tidak. Karena saya sudah terbiasa dekat dengan orang tua, selalu bercerita keluh kesah yang saya hadapi.
Akan hal itu, menjadi anak kost menjadikan diri saya lebih mandiri dan bertanggung jawab terhadap apapun yang saya lakukan. Dan Melihat bahwa kita sebagai manusia harus saling bertoleransi satu sama lain dan menerima perbedaan.