Transformasi Digital: Tantangan Hukum dalam Dunia Perbankan

Natasya Pasaribu
Mahasiswa S1 Ilmu Hukum Universitas Indonesia
Konten dari Pengguna
25 Desember 2022 13:33 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Natasya Pasaribu tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Transformasi digital telah mengakibatkan terjadinya berbagai perubahan dalam aspek kehidupan masyarakat, termasuk dalam sektor perbankan. Meskipun transformasi tersebut membawa sejumlah manfaat bagi masyarakat dalam melaksanakan transaksi finansial, Otoritas Jasa Keuangan (“OJK”) menegaskan adanya risiko dan tantangan untuk diwaspadai, salah satunya potensi kejahatan siber yang dapat mengarah kepada kebocoran data nasabah.
ADVERTISEMENT
Untuk menanggulangi hal tersebut, maka disusunlah berbagai regulasi untuk melindungi serta memberikan jaminan keamanan bagi para pengguna layanan perbankan digital. Namun, yang menjadi pertanyaan selanjutnya adalah: Mampukah hukum memberikan perlindungan terhadap masyarakat dengan adanya transformasi layanan perbankan digital?
Sumber: iStock by Getty Images

Transformasi Digital dalam Sektor Perbankan

Memasuki era modern, perkembangan digital mengalami kemajuan yang begitu pesat. Kemajuan tersebut mendorong seluruh aspek kehidupan untuk mengikuti perkembangan dan menciptakan inovasi. Fenomena ini disebut transformasi digital, yang perannya menjadi andalan masyarakat dalam menjalani kehidupan. Hal tersebut dipengaruhi juga oleh pandemi CoronaVirus Disease 2019 (COVID-19) yang mengakibatkan pola dan gaya hidup masyarakat berubah. Sebagian besar masyarakat menjadi terbiasa menjalankan aktivitas finansial secara contactless dan memanfaatkan digitalisasi secara maksimal.
ADVERTISEMENT
Pada bidang perbankan, transformasi digital terwujud dalam layanan perbankan digital (digital banking). Menurut OJK, layanan perbankan digital adalah layanan atau kegiatan perbankan dengan menggunakan sarana elektronik atau digital milik Bank, dan/atau melalui media digital milik calon nasabah dan/atau nasabah Bank, yang dilakukan secara mandiri. Jenis layanannya beragam mulai dari internet banking, phone banking, short message services (SMS) banking, hingga mobile banking. Seiring berjalannya waktu, berbagai perusahaan perbankan mulai membuka layanan digitalnya sendiri, antara lain, layanan Jenius dari Bank BTPN, layanan Mandiri Livin’ dari Bank Mandiri, Digibank dari Bank DBS, Bank Allo, dan Bank Jago.
OJK telah mengatur secara khusus tentang layanan perbankan digital melalui Peraturan Otoritas Jasa Keuangan ("POJK") Nomor 12/POJK/03/2018 tentang Penyelenggaraan Layanan Perbankan Digital oleh Bank Umum. Selanjutnya, pada tahun 2021 lalu OJK pun meluncurkan Cetak Biru Transformasi Digital Perbankan untuk menjadi acuan agar perkembangan digitalisasi pada perbankan nasional mampu mencapai tingkat resiliensi, daya saing, dan kontribusi yang baik.
ADVERTISEMENT
Melalui layanan perbankan digital, nasabah dapat melakukan berbagai aktivitas perbankan dengan mudah karena dapat dilakukan dimana saja dan kapan saja selama ada akses internet. Nasabah dapat membuka atau menutup rekening, melakukan transaksi perbankan, antara lain transfer dan pembayaran, menabung, dan berinvestasi, serta memperoleh informasi keuangan. Transformasi digital mendukung efisiensi perbankan dan meningkatkan aktivitas perekonomian nasional.

Tantangan dan Risiko Transformasi Digital dalam Sektor Perbankan

Meskipun layanan perbankan digital memberikan berbagai bentuk manfaat dalam memenuhi kebutuhan nasabah, tantangan dan risiko yang menyertainya tetap perlu diantisipasi, salah satunya adalah terhadap keamanan data.
Data kini disebut sebagai “the new oil”, artinya data telah menjadi kekayaan yang lebih berharga dibandingkan emas ataupun minyak. Data memiliki peran yang besar dalam layanan perbankan digital dan memberikan kemudahan bagi para nasabah untuk melakukan pengumpulan, pemrosesan, dan pertukaran data. Di sisi lain, kemudahan pengaksesan data juga dapat menjadi risiko yang besar dan justru mengarah kepada kebocoran data yang terjadi akibat adanya serangan siber (cybercrime).
ADVERTISEMENT
Serangan siber adalah sebuah bentuk kejahatan yang dilakukan melalui dan ditujukan terhadap sistem atau jaringan komputer. Potensi terjadinya serangan siber di dalam bidang perbankan termasuk besar. Hingga September 2022 lalu, Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) mencatat bahwa telah terdapat 1,1 juta ancaman dan serangan siber di sektor keuangan. Seiring berkembangnya teknologi, semakin banyak cara yang digunakan oleh para pihak yang tidak bertanggung jawab untuk melakukan kejahatan. Hal ini menjadi dorongan bagi perusahaan perbankan untuk meningkatkan keamanan layanannya.
Kejahatan siber perbankan dapat berupa pencurian identitas, pembobolan kartu kredit, pencurian data perusahaan, pemerasan uang, hingga spionase secara siber. Penjahat dapat melakukan penipuan terhadap nasabah semudah menyamar sebagai seseorang yang mungkin dikenal atau seorang pegawai bank yang sedang memberikan tawaran yang sebenarnya palsu. Kejahatan tersebut memberikan akses bagi penjahat untuk mengakses rekening nasabah dan melakukan pencurian uang ataupun data.
ADVERTISEMENT
Cara yang dilakukan oleh pelaku kejahatan untuk melakukan kejahatan siber dikenal dengan nama social engineering. Pelaku memanipulasi korban sehingga dia memperoleh informasi berupa data pribadi atau akses yang diinginkan. Mengutip dari OJK, pelaku akan memengaruhi pikiran korban dan membuat korban merasa senang atau panik, sehingga korban akan menjawab atau mengikuti instruksi pelaku tanpa disadari.
Kasus kejahatan siber yang masih marak terjadi ini menjadi bukti bahwa digitalisasi tidak selalu menjamin kelancaran dalam penggunaannya, justru memiliki potensi membahayakan keamanan transaksi masyarakat. Namun, hal tersebut dapat diminimalisir jika terdapat suatu payung hukum untuk melindungi dan menjamin keadilan masyarakat terhadap kejahatan teknologi, terutama dalam bidang perbankan. Maka dari itu, diperlukan identifikasi untuk menentukan efektivitas perlindungan hukum dalam menanggulangi tantangan yang timbul akibat adanya transformasi digital.
ADVERTISEMENT

Efektivitas Perlindungan Hukum beserta Tantangannya terhadap Layanan Perbankan Digital

Pada dasarnya, keamanan dan perlindungan nasabah bank merupakan tanggung jawab yang wajib dipenuhi oleh masing-masing perusahaan perbankan. Dalam penerapan kegiatan perbankan digital, bank harus menjamin keamanan nasabahnya dengan menyediakan dan terus meningkatkan lapisan keamanan, serta memberikan edukasi kepada para nasabah untuk memitigasi terjadinya risiko kejahatan dan pencurian data.
Peraturan mengenai perbankan telah diatur di dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1998. Selanjutnya, OJK juga telah menerbitkan POJK Nomor 11/POJK.03/2022 tentang Penyelenggaraan Informasi oleh Bank Umum dan POJK Nomor 6/POJK.07/2022 tentang Perlindungan Konsumen dan Masyarakat di Sektor Jasa Keuangan.
ADVERTISEMENT
Dapat dilihat bahwa peraturan-peraturan terkait layanan perbankan digital telah diatur dengan jelas secara tertulis. Namun, maraknya kasus-kasus yang mengancam keamanan nasabah bank menunjukkan bahwa implementasi peraturan-peraturan tersebut masih belum sepenuhnya dijalankan secara efektif. Hal ini membuktikan bahwa dalam transformasi perbankan digital, optimalisasi pengamanan dan perlindungan merupakan suatu prioritas, tidak hanya bagi bank, tetapi juga oleh pemerintah dan para penegak hukum. Dalam penyelesaian kasusnya pun, perlu diperhatikan agar setiap korban mendapatkan keadilan dan aparat penegak hukum mampu terus memperkuat serta menyesuaikan regulasi yang mengatur dengan situasi digital yang berlangsung.
Munculnya transformasi digital dalam kehidupan manusia membawa banyak perubahan dan keuntungan dalam setiap aspek. Layanan perbankan digital memiliki masa depan yang terang dan akan terus berkembang seiring berjalannya waktu. Oleh karena itu, dukungan masyarakat, perusahaan perbankan, pemerintah, dan penegak hukum adalah penting. Pengembangan sarana digital harus diantisipasi dengan peningkatan perlindungan melalui peraturan perundang-undangan. Dengan demikian, layanan perbankan digital dapat dijalankan secara efektif dan menjamin keamanan bagi setiap konsumennya.
ADVERTISEMENT